Connect with us
Hozier - Unreal Unearth
Cr. Julia Jackson

Cultura Best

Cultura Best 2023: Album Musik Terbaik

Mulai dari Caroline Polachek, Troye Sivan, Foo Fighters, dan sederet musisi dengan rilisan album terbaik 2023.

Di tengah lanskap musik dunia yang selalu mengalami perputaran tren, 2023 menjadi panggung kembalinya musik-musik yang kita rindukan. Baik dari musisi mudah yang berani mendobrak stigma genre musik dari komunitas eksklusif, hingga sederet musisi hingga grup musik ikonik yang kembali dengan rilisan baru 2023 ini. Tak hanya mengobati rindu, namun menunjukan perkembangan meski setelah tidak aktif dalam beberapa periode.

Sebagai media hiburan yang subyektif dan jangkauan genre yang sangat luas, ada kriteria tertentu yang akan kita recap sebagai album terbaik 2023. Daftar album terbaik pilihan ini hendak memberikan tribute pada musisi-musisi yang kembali dengan kualitas musik yang melampaui rilisan mereka sebelum-sebeumnya.

Arahan aransemen dan tema yang diangkat untuk merangkai album yang unik dan niche juga ingin kita berikan apresiasi lebih. Ini dia sederet album terbaik 2023 versi Cultura.

Disclaimer: Ini bukan ranking. Angka urutan tidak mempresentasikan peringkat!

Caroline Polachek: Desire, I Want to Turn Into You

Cr. Aidan Zamiri

Caroline Polachek – Desire, I Want to Turn Into You

Caroline Polachek merilis “Desire, I Want to Turn Into You” pada Hari Valentine untuk membicarakan cinta yang definisinya berbeda dari cinta pada umumnya. Judul album mengarah pada hasrat menemukan cinta meski harus kehilangan diri sendiri. Lepas dari kedalaman materi lirik yang tidak akan pernah selesai untuk dibicarakan, secara umum ini adalah album alternative yang merayakan pop. Polachek tak takut memasukan berbagai elemen musik yang berbeda dalam album solo keduanya ini.

Mulai dari breakbeats, R&B pop, psychedelic folk, hingga aplikasi, instrumen gitar Spanyol, paduan suara dan arahan vokal ala penyanyi opera. Pertemuan antara berbagai genre ini serasi dengan konsep awal Polachek untuk mengeksplorasi keindahan dan kekacauan dalam hasrat dan cinta. Tidak melebih-lebihkan, Caroline Polachek telah mengambil bagian dalam menyelamatkan masa depan dan keberlanjutan musik pop melalui album ini.

Boygenius

Cr. Ryan Pfluger/RollingStone

Boygenius – The Record

“The Record” menjadi album debut Boygenius diwujudkan melalui kasih sayang dan interaksi yang tulus antara Julien Baker, Phoebe Bridgers, dan Lucy Dacus sebagau tiga musisi wanita berbakat. Album ini merupakan definisi sempurna dari sisterhood, menjadi kekuatan utama dari wanita ketika bergabung menjadi kolektif. Tanpa berusaha menjadi relevan dengan lebih banyak masukan materi yang bersifat personal, ketiga tetap mampu menginspirasi pendengar umum.

Sekilas terlihat berada di skena yang satu spektrum, baik Baker, Bridgers dan Dacus memiliki pesona yang berbeda secara musisi. Dalam 12 lagu “The Record”, ketiganya menunjukan dukungan satu sama lain yang menciptakan harmoni. Contohnya jika ada lagu dimana bintang utamanya Phoebe Bridgers, Baker dan Dacus tetap hadir di track sebagai pendukung. Pola ini dibagi rata antara setiap member Boygenius.

Laufey: Bewitched

Cr. Eva Pentel for NME

Laufey – Bewitched

Penyanyi pop yang sedang populer membawa musik jazz pada Gen Z, Laufey merilis album sophomore-nya yang bertajuk “Bewitched”. Masih ingin memanfaatkan gelombang keviralnya dua tahun, Laufey tak berhenti untuk memperkuat pijakannya sebagai salah satu ikon pop muda era ini.

Dalam segi materi liriknya, “Bewitched” masih pusat pada topik cinta yang menjadi favorit dari penyanyi berdarah Islandia-Cina ini. Namun ia tak lagi senaif pada album debut, di album kedua ia mengangkat tema-tema yang lebih melankolis seperti cita yang bertepuk sebelah tangan dan pata hati secara umum.

Jika album debut memiliki dominasi musik bossa nova dan eksperimen jazz pop, “Bewitched” menjadi kesempatan Laufey untuk membawakan genre murni yang menjadi hasratnya. Ibarat album pertama adalah umpan menuju dunia musik Laufey, “Bewitched” hendak menggait dan membuat kita terpersona dengan musik klasik dan jazz, membawa genre tersebut ke panggung utama kembali.

Troye Sivan: Something To Give Each Other

Photo via GQ.com

Troye Sivan – Something to Give Each Other

Banyak kejutan dari Troye Sivan melalui album “Something to Give Each Other”. Mulai dari original art cover vulgar hingga bertransformasi sebagai wanita cantik dalam video klip ‘One of Your Girls’. Kejutan-kejutan tersebut menjadi deklarasi Troye Sivan yang semakin berani dan percaya sebagai ikon dari queer pop. Topik percintaan sudah bukan hal baru di skena pop, namun Sivan mampu mengubah pengalaman pribadinya menjadi lagu yang catchy dan relevan tanpa terasa klise.

Album ini menunjukan seberapa jauh Troye Sivan telah berkembang sebagai musisi yang profesional. Didominasi dengan musik dance pop dan disco, ‘Something to Give’ adalah album pop yang semarak. Troye Sivan mengembangkan potensi dari dirinya, menjadi sesuatu yang lebih baik, menjadi bukti perkembangan sang artis yang lebih berarti di era ini.

Mitski: The Land Is Inhospitable and So Are We

Cr. Ebru Yildiz

Mitski – The Land Is Inhospitable and So Are We

“The Land Is Inhospitable and So Are We” menjadi penanda evolusi perjalanan musik Mitski, bertransisi dari sad girl di skena indie, menjadi masternya art-rock dalam album terbarunya ini. Kali ini ia meracik perpaduan antara cinta dan luka sebagai materi rekaman yang mendefinisikan segalanya. Ini adalah medium pikiran yang riuh sekaligus kedamaian yang menghanyutkan ketika Mitski kembali memaknai cinta melalui musiknya.

Ini menjadi rekaman yang memperdengarkan arahan warna musik yang sebelumnya tidak dengar dari musisi berdarah Amerika-Jepang ini. Vibe yang kuat dari album ini adalah film Hollywood lawas bergenre noir atau western drama. Secara keseluruhan album didominasi nuansa rock country, dengan pengaruh dari pop Los Angeles era 60an menuju awal 70an.

Paramore: This is Why Album

Cr. Zachary Gray

Paramore – This Is Why

Diproduksi saat pandemi kemudian rilis pasca pandemi, “This Is Why” menjadi album yang mengeksplorasi kecemasan kita sebagai umat manusia di era modern. Seringkali kita bias menanggapi comeback album, dimana dalam kasus ini Paramore sempat hiatus selama 6 tahun.

Apa pun yang mereka sajikan bisa saja terdengar bagus di telinga kita. Namun Hayley Williams, Taylor York, dan Josh Farro kembali dengan perkembangan musik yang lebih dewasa. Setiap lagu yang mereka cipatakan untuk album ini terdengar lebih solid.

Lebih dari ucapan selamat datang kembali, Paramore membuat kita bangga akan unit rock yang terdengar semakin percaya diri dengan musik mereka yang progresif. Sebelum hiatus, kita mendengar Paramore banyak bereksplorasi dalam skena pop. “This Is Why” menjadi perpaduan sempurna antara semangat pop dan ke-edgy-an rock yang ternyata sedang mereka rindukan.

Foo Fighters: But Here We Are

Cr. Danny Clinch

But Here We Are – Foo Fighters

“But Here We Are” menjadi album pertama Foo Fighters pasca meninggalnya drummer tercinta, Taylor Hawkins. Kemudian masa berkabung Dave Grohl berlanjut dengan meninggalnya ibunda. Didedikasikan untuk dua momen berkabung, album ini hendak memperdengarkan kekuatan musik sebagai medium penyembuhan. Meskipun terinspirasi dari rasa berkabung, Foo Fighters masih setia dengan prinsip mereka yang tidak suram dalam bermusik.

Tidak pernah mengijinkan keterpurukan dan tragedi mempengaruhi karyanya, album ini memiliki nilai sentimen tersendiri dari Foo Fighters. “But Here We Are” menjadi deklarasi yang menyembuhkan duka dan memberikan rasa tenang pada penggemarnya. Bahwa setelah semua yang terjadi, Foo Fighters masih di sini; masih mempertahankan prinsipnya sebagai band rock yang optimis dan tegar.

Slowdive

Cr. Ingrid Pop

Everything Is Alive – Slowdive

Melalui “Everything Is Alive”, Slowdive hendak membawa kita kembali pada perjalanan ethereal supernatural yang mengingatkan kita pada definisi shoegaze yang sesungguhnya. Melalui album kelima ini, Slowdive memadukan ciri khasnya dari masa lalu dengan cita rasa yang lebih terkini sebagai pesan untuk awal yang baru. Menimbulkan nostalgia pada sken shoegaze dari masanya, sekaligus mengandung substansi masa kini dimana para member Slowdive telah memasuki usia 50an.

Album ini menjadi cerminan emosi di persimpangan, diisi dengan berbagai pengalaman. Dimana melodi terdengar bijaksana, dewasa, dan penuh harapan. Dikonsep sebagai rekaman electronic musik yang manimalis, Slowdive menghadirkan pengalaman mendengarkan yang tetap maksimal dan immersive. Sebagaimana mestinya musik shoegaze murni dinikmati.

Hozier: Unreal Unearth

Cr. Julia Johnson

Hozier – Unreal Unearth

Hozier sudah cukup lama menggodok materi dari album ini, tepatnya semenjak masa pandemi. Lagu-lagu dalam “Unreal Unearth” terinspirasi dengan gagasan tentang perjalanan melalui tempat yang sulit seperti yang dijelaskan dalam tulisan Dante Alighieri, dimana penulis Italia tersebut bicara tentang perjalanan 9 lingkaran Neraka. Ini menjadi album yan filosofis dari Hozier, mengandung topik tentang kesedihan, perpisahan, perubahan, dan manifestasi dari perasaan terisolasi.

“Unreal Unearth” memiliki 16 lagu yang memperdengarkan berbagai warna musik, menjadi showcase ambisius dari Hozier. Album ini membuat kita semakin tertarik dengan keahlian bermusik Hozier. Ia menunjukan usaha daam berkembang dan membuat musik yang menandingi karya-karya sebelumnya.

SZA SOS

Cr: Casey Flanigan/imageSPACE

SOS – SZA

“SOS” menjadi rilisan SZA pada 9 Desember 2022. Tidak sempat masuk daftar album terbaik kita tahun lalu, banyak media pula baru memberikan apreasiasi pada album ini dalam recap 2023. Meskipun rilis pada penghujung tahun, “SOS” sempat menjadi hadiah penutup tahun yang berkesan dari SZA. Dengan daya tarik besar pada single ‘Kill Bill’ yang ikonik, “SOS” menjadi album balas dendam yang sempurna.

Kita sudah sering mendengar album dengan muatan introspektif, yang membuat album SZA berbeda adalah sikapnya yang tidak angkuh dalam album ini. Album ini adalah percakapan anatara SZA dengan dirinya sendiri setelah mengalami kegagalan dalam cinta. “SOS” adalah album yang ambisius dari SZA, memantapkan posisinya sebagai salah satu musisi terbaik dari generasinya.

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Declan McKenna: What Happened to the Beach?

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Album Review

Music

Ariana Grande: Eternal Sunshine Ariana Grande: Eternal Sunshine

Ariana Grande: Eternal Sunshine Album Review

Music

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Java Jazz Festival 2024: Embracing Unity Through Music

Entertainment

Connect