Connect with us
Jatuh Cinta Seperti di Film-film
Imajinari

Cultura Best

Cultura Best 2023: Film Indonesia Terbaik

Sederet film Indonesia terbaik yang tayang di bioskop dan streaming platform.

2023 menjadi tahun yang cukup berwarna untuk industri perfilman Indonesia. Tidak hanya diramaikan film horor yang tidak pernah absen dari bioskop setiap bulannya, ada banyak juga rilisan lintas genre.

Tampaknya sineas Indonesia semakin berani memproduksi film dengan genre yang masih jarang di skena lokal. Penikmat film Indonesia juga mulai terlihat mendukung film-film inovatif tersebut di bioskop.

Ada lebih banyak film terbaik Indonesia 2023 yang baru tayang di festival. Daftar ini hanya mencangkup film-film lokal yang tayang di bioskop dan streaming platform untuk skala penonton yang lebih luas. Ini dia sederet film terbaik Indonesia 2023 versi Cultura.

Disclaimer: Ini bukan ranking. Angka urutan tidak mempresentasikan peringkat!

Dear David. Caitlin North Lewis in Dear David

Cr. Netflix

Dear David

Film yang sempat mengemparkan netizen di awal 2023, “Dear David” merupakan film drama coming of age lokal dari sutradara Lucky Kuswandi. Dibintangi oleh Shenina Cinnamon sebagai Laras, siswi berprestasi dan kerap diandalkan oleh guru-guru. Namun dibalik penampilannya yang alim, Laras diam-diam menulis cerita online erotis tentang teman laki-laki yang ia taksir, David (Emir Mahira).

“Dear David” sempat bikin geger karena muatan LGBT-nya, padahal ditampilkan dengan sangat minim. Film ini lebih fokus pada pendidikan seks dan gejolak nafsu yang lumrah dirasakan oleh remaja pada usianya, bahkan untuk yang sealim Laras.

“Dear David” patut diberi apreasiasi tak hanya kualitas naskah yang berani angkat isu tabu namun penting, desain produksinya juga termasuk salah satu yang terbaik.

Max Pictures

Why Do You Love Me

Satu lagi film yang angkat topik tabu dan sensitif adalah film komedi “Why Do You Love Me”. Bercerita tentang tiga bersahabat dengan disabilitas yang melakukan perjalanan ke pusat prostitusi terkenal di Surabaya. Film komedi nakal ini berhasil angkat topik yang memungkin masih asing bagi kita dengan tubuh normal. Namun tanpa menyinggung dan tidak sopan dengan subyek yang diangkat dalam narasinya.

Sebagai film road trip, “Why Do You Love Me” memiliki arahan visual yang memikat. Materi humornya yang seronok dan sensitif juga sudah dieksekusi dengan pas untuk menggundang tawa. Penampilan setiap aktor dan chemistry mereka juga seru untuk disimak sepanjang film.

Petualangan Sherina 2

Tepat setelah 23 tahun film pertamanya, “Petualang Sherina 2” kembali di bioskop tahun ini. Menjadi momen reuni dan nostalgia untuk para milienial yang dulu menonton “Petualangan Sherina” dari tahun 2000. Masih dibintangi oleh Sherina Munaf dan Derby Romero, Sherina dan Sadam kembali berpetualangan di skala yang lebih besar. Banyak aspek yang masih terasa sama, hanya saja dipresentasikan lebih dewasa disesuaikan dengan karakternya.

“Petualangan Sherina 2” juga masih disajikan sebagai film musikal. Untuk kualitas koreorafi dan presentasi musiknya sudah paling keren. Ini juga karena film musikal tidak banyak pesaing di skena lokal, membuat film Riri Riza ini memndominasi genrenya. Ini juga bisa memicu kreatifitas dan minat sineas Indonesia untuk melihat genre musikal. Dilihat dari angka penjualan tiket juga, “Petualangan Sherina 2” menjadi salah satu yang tembus 1 jt penonton tahun ini.

Berbalas Kejam

Lagi-lagi Reza Rahadian, tapi memang penampilan aktor ini dalam “Berbalas Dendam” sangat memikat. Film yang rilis di Prime Video ini bergenre drama thriller, tentang Adam yang berusaha memulihkan trauma semenjak tragedi yang membunuh keluarganya. Plotnya termasuk simple dan tidak berusaha menjadi kompleks, kemudian paling bersenar pada penampilan aktor-aktor serta topik psikologi traumanya.

Kekuatan utama ini adalah penampilan Reza Rahadian dan Laura Basuki, dimana keduanya kerap bertemu dalam sesi terapi. Semenjak “Pulang” (2021), Teddy Soeriaatmadja terlihat mulai berkesperimen dengan genre thriller dan psychological suspense. “Berbalas Kejam” telah menunjukan perkembangan kualitas film dari “Pulang”.

Kembang Api

Senang sekali tahun ini banyak film drama dengan muatan cerita psikologi di Indonesia. Salah satu yang berani tampil beda juga adalah “Kembang Api”. Film ini adalah adaptasi dari film Jepang berjudul “3ft Ball and Soul” (2017). Latarnya sangat sederhana, empat orang beda generasi berkumpul dalam satu gudang untuk bunuh diri menggunakan kembang api. Namun gagal tewas, keempatnya hanya terus terjebak dalam time loop.

“Kembang Api” secara menarik mengangkat topik kesehatan mental lintas generasi dan cara yang benar untuk memahami masing-masing penderitanya. Mulai dari kecemasan pasca kegagalan, tekanan hidup, hingga rasa berkabung yang membuat orang tak ingin melanjutkan hidup. Dikemas dalam naskah yang tidak terlalu suram, namun intisarinya dapat. Ini jenis film yang akan membuka diskusi pada topik yang penting namun masih sering dilupakan di masyarakat kita.

Ketika Berhenti di Sini

Sinemaku

Ketika Berhenti di Sini

Setelah debut dengan “Kukira Kau Rumah” (2022), tahun ini Umay Shahab kembali dengan film terbaru “Ketika Berhenti di Sini”. Masih dibintangi oleh Prilly Latuconsina, kini ia berperan sebagai Dita, perempuan yang mengalami penyesalan mendalam setelah kekasihnya meninggal. Namun kekasihnya meninggalkan pesan dengan kacamata berteknologi Augmented Reality (AR). Film lebih dari sekadar film romansa biasa, ada elemen fiksi ilmiahnya.

Sejauh ini, film Umay ini yang paling berhasil dalam memanfaatkan medium sci-fi di skena film Indonesia. Meski tahun ini menang Piala Citra untuk film satunya, penampilan aktris muda ini juga sangat memikat dalam “Ketika Berhenti di Sini”. Film ini juga didukung dengan lagu dan musik yang tepat untuk membuat penonton hanyut dalam kesedihan dan tema berkabung yang menjadi topik utama dalam naskahnya.

Onde Mande Review

Visinema Pictures

Onde Mande!

Setelah kesuksesan “Ngeri-Ngeri Sedap” pada 2022 kemarin, tahun ini tak sedikit pula film bermuatan kearifan lokal muncul di bioskop. Salah satu yang terbaik adalah “Onde Mande!”, kali ini berlatar di masyarakat Sumatera Barat. Film yang disutradarai oleh Paul Agusta ini berhasil memanfaatkan keindahan alam Sumatera Barat dalam filmnya. Ditambah pula dengan penggunaan bahasa daerah dan kuliner khasnya untuk memberikan presentasi etniknya.

“Onde Mande!” memiliki naskah bernuansa komedi tradegi, semakin unik dengan elemen kearifan lokalnya. Penggunaan bahasa Minang-nya justru menghasilkan kualitas komedi yang orisinal dan tetap lucu meski untuk penonton yang tidak dari daerah tersebut. Memang tidak sesempurna “Ngeri-Ngeri Sedap” namun cukup berkualitas untuk memicu kreatifitas sineas daerah untuk mengangkat film-film Indonesia serupa.

Budi Pekerti

Bisa jadi film Indonesia yang prestasinya paling banyak tahun ini, “Budi Pekerti” adalah film kedua dari Wregas Bhanuteja (Penyalin Cahaya, 2021). Film ini masuk dalam 17 nominasi Festival Film Indonesi, serta berkesempatan tampil dalam Toronto Internasional Film Festival. Kurang lebih masih mirip dengan film pertama Wregas, “Budi Pengerti” juga angkat isu sosial dan reputasi. Kali ini reputasi seorang guru akan segera menerima promosi prospeknya hancur setelah videonya viral di media sosial.

“Budi Pekerti” tidak bisa lebih relevan dan dekat lagi dengan kehidupan era modern masa kini. Penampilan keempat aktor dalam film ini juga menjadi pendongkrak presentasi naskahnya. Ditambah lagi eksekusi sinematografi dan musik latarnya yang membuat adegan terasa lebih dramatis dan berkesan. Karena pada akhirnya, film ini memiliki kekuatan utama pada pesannya.

Jatuh Cinta Seperti di Film-film

Imajinari

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

Film drama percintaan memang banyak di skena Indonesia, namun yang terbaik hanya muncul beberapa tahun sekali. “Jatuh Cinta Seperti di Film-Film” menjadi yang terbaik setelah sekian lama. Ini menjadi presentasi yang berani dari sutradara Yandy Laurens dengan menerapkan visual hitam putih yang sangat jarang di perfilman Indonesia masa kini. Namun lebih dari sekadar gimmick, arahan visual ini mendukung naskah secara keseluruhan yang bersifat meta.

Kita kembali melihat Ringgo Agus Rahman dan Nirina Zubir beradu akting dan chemistry mereka memang sudah tak perlu diragukan lagi. Secara keseluruhan, film ini bisa kita liht sebagai surat cinta Yandy pada film romansa Indonesia, bahkan industri film secara umum. “Jatuh Cinta Seperti di Film-Film” merangkum topik seputar produksi film, komedi, cinta, dan tema berkabung yang melankolis dengan sempurna.

Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang

Visinema

Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang

“Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang” menjadi sekuel dari film drama keluarga “NKCTHI”. Namun kali ini tidak terlalu mengeksplorasi tentang keluarga, melainkan fokus pada kisah Aurora, saudara Angkasa dan Awan, yang mengejar mimpi ke London. Kembali lagi dengan tema menghadapi kesulitan dalam hidup, jangkauan ceritanya lebih tentang perjuangan individu serta arti rumah yang sesungguhnya.

Kali ini Sheila Dara yang menjadi bintang utamanya, namun kemunuculan karakter-karakter baru juga tak kalah menambah cerita dalam naskah. Dibandingkan dengan film pertamanya, film sekuel ini memiliki eksekusi dialog yang terasa lebih mengalir. Kemudian didukung pula dengan sinematografi dan iringain musik yang membangun mood dalam filmnya yang terkenal sebagai dalam semesta slice of life melankolis dan heartwarming ini.

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di Indonesia

Entertainment

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect