Connect with us
Tekken: Bloodline
Netflix

TV

Tekken: Bloodline Review – Sajikan Animasi Martial Arts Seru Bagi Penggemar Tekken

Era baru project adaptasi Tekken yang sesuai dengan materi sumber. 

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

‘Tekken’ merupakan salah satu fighting game franchise terpopuler yang masih eksis hingga saat ini. Lepas dari kesuksesan game dan fandom yang setia, belum banyak project adaptasi film ‘Tekken’ yang dieksekusi dengan benar.

“Tekken: The Motion Picture” menjadi OVA pertama pada 1997 yang menerima banyak kritik dari penggemar game-nya. Mulai dari cerita yang membosankan, penulisan karakter yang payah, hingga art style yang tidak memenuhi ekspektasi.

Pada 2009 silam, Hollywood pun tidak kapok mengadaptasi game menjadi sajian film yang payah dan sama sekali tidak setia dengan materi sumbernya. “Tekken” menjadi film bahasa Inggris pertama dari game ini yang menurunkan martabat Jin Kazama sebagai protagonis dalam lore ‘Tekken’. Dua adaptasi lainnya memasuki era 2010-an, ada animasi 3D “Tekken: Blood Vengeance” (2011) dan live-action Jepang, “Tekken 2 Kazuya’s Revenge” (2014).

Dengan berbagai project yang flop atau nanggung dari franchise game ini, harapan kita pada “Tekken: Bloodline” (2022) Netflix Original tidak terlalu tinggi. Namun, tidak mengikuti jejak pendahulunya, ada harapan baru untuk bangkitnya era ‘Tekken’ sebagai serial adaptasi game layak tonton di Netflix.

Tekken: Bloodline

Balas Dendam Jin Kazama dan Konspirasi Heihachi Mishima

“Tekken: Bloodline” mengadaptasi plot dari lore game “Tekken 3” yang fokus pada konspirasi Heihachi Mishima dan perkembangan karakter Jin Kazama. Hanya terdiri dari 6 episode perdana dengan durasi 20 menitan per episode, serial animasi ini memiliki fase cerita yang cukup cepat. Dimana dua episode pertama fokus pada dua karakter utama, Jin dan Heihachi.

Kemudian akhir episode 2,turnamen King of Iron Fist yang menjadi panggung utama dalam ‘Tekken’ langsung diumumkan. Sisanya, kita akan dimanjakan dengan berbagai pertarungan dan duel yang dinanti-nanti oleh penggemar game ‘Tekken’.

Meski dengan perkembangan plot yang sangat cepat, nyaris terasa instan, “Tekken: Bloodline” menyajikan naskah yang masih layak tonton. Setidaknya penulis naskah paham benar, para penggemar ‘Tekken’ juga sudah tidak sabar dengan perhelatan King of Iron Fist. Dalam slot cerita yang sangat terbatas, setiap karakter masih berhasil dipresentasikan dengan layak.

Mulai dari Heihachi dengan motivasi misteriusnya hingga Jin Kazama yang akhirnya dipresentasikan dengan baik dalam project adaptasi sinematik. Kita bisa melihat masih banyak potensi plot dan character arch dalam “Tekken: Bloodline” yang bisa dikembangkan di musim-musim berikutnya (jika memang ada). Interaksi antara karakter juga menjadi bumbu yang pas. Terutama persahabat Jin, Hwowarang, dan Ling Xiaoyu.

Tekken: Bloodline

Adaptasi Martial Arts yang Mirip dengan Game-nya

“Tekken: Bloodline” memiliki banyak elemen produksi dan aset yang memanjakan penggemar ‘Tekken’. Mulai dari desain karakter yang diadaptasi menjadi 2D anime, namun masih memiliki kesamaan kostum hingga tampilan fisik dengan versi HD 3D dalam game-nya. Musik yang dikomposisi oleh Rei Kondoh juga memiliki vibe yang sesuai dengan signature game ini. Rei Kondoh sendiri juga telah terkenal sebagai komposer musik untuk game seperti “Bayonetta”, “Mario Party”, dan “Fire Emblem”.

Elemen yang menjadi kekuatan utama dari “Tekken: Bloodline” adalah eksekusi genre martial arts-nya yang maksimal, dengan akurasi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan game-nya.

Bagi penggemar ‘Tekken’ yang sudah memainkan game-nya selama bertahun-tahun dijamin akan puas dengan sajian animasi martial arts dalam serial adaptasi ini. Mulai dari idle mode atau kuda-kuda karakter, gaya bertarung, combo, hingga jurus utamanya sangat mirip dengan game-nya. Inilah yang sudah dinanti-nanti dari adaptasi ‘Tekken’ selama ini. Satu kritik dari art style serial animasi ini adalah teknik shadowing segitiga simetris yang aneh dalam setiap frame-nya.

Rekomendasi juga buat yang baru mau nonton, serial ini akan terasa lebih mantap jika settingan dubbing-nya diubah menjadi Jepang. Meski settingan Netflix menunjukan bahwa dubbing Inggris adalah yang original. Padahal “Tekken; Bloodline” disutradarai (Yoshikazu Miyao) dan diproduksi oleh studio Jepang (Studio Hibari), dengan karakter-karakter dan latar belakang utama Jepang. Dubbing Jepang akan terasa lebih mantap dan otentik.

Apa yang Penggemar Harapkan dari Project Adaptasi Game?

Project adaptasi film/serial game sudah bukan hal baru lagi di industri hiburan. Namun hingga saat ini, masih banyak project adaptasi game menjadi film/serial yang gagal. ‘Tekken’ sendiri saja telah merilis empat film animasi dan live-action di setiap dekade. Namun baru pada 2022 mereka paham project adaptasi seperti apa yang diinginkan oleh penggemar ‘Tekken’.

Sebagai franchise fighting game, sebetulnya penggemar tidak meminta banyak hal; kita hanya ingin melihat eksekusi martial arts yang sama dengan game-nya. Kemudian dibungkus dengan naskah ber-plot yang sebetulnya juga sudah disediakan oleh materi sumbernya. Karena kita masih tetap ingin melihat fighting scene yang sinematik, bedanya kali ini kita bukan ‘player’, namun ‘penonton’.

Meski jauh dalam segi produksi jika dibandingkan dengan “Arcane” (serial animasi adaptasi game League of Legends), “Tekken: Bloodline” masih bisa bergabung dalam kategori yang sama; serial animasi adaptasi game terbaik di Netflix saat ini. Yang membedakan kedua project adaptasi game ini sebetulnya hanya budget, “Arcane” jelas memiliki budget yang lebih tinggi. Riot juga memilih untuk totalitas dalam world building dan kompleksitas naskah. Dengan sabar membangun cerita dari nol. Sementara ‘Tekken’ dengan segala keterbatasannya, memiliki jalur instan yang pas dengan fokus menyajikan materi martial arts.

Pada akhirnya, tingkat keberhasilan project adaptasi game menjadi film/serial terletak pada adaptasi genre-nya. Sebagai adaptasi fighting game, “Tekken: Bloodline” akhirnya telah  memberikan apa yang selama ini diinginkan oleh penggemar ‘Tekken’; panggung dengan pondasi yang kuat untuk berbagai sekuen adegan bertarung yang sama dengan game-nya.

A Town Without Seasons Review: Suka Duka Warga Hunian Sementara yang Eksentrik

TV

Hazbin Hotel Hazbin Hotel

Hazbin Hotel Review: Balada Hotel di Neraka

TV

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Damsel Damsel

Damsel Review: Aksi Menegangkan Millie Bobby Brown Melawan Naga

Film

Connect