Masih banyak yang audience hiburan mainstream yang beranggapan ini era-nya animasi 3D, CGI, dan live-action. Hingga “Spider-Man: Into the Spider-Verse” rilis pada 2018, penikmat animasi kembali diingatkan untuk memberikan apresiasi lebih pada animasi dengan visual yang stylish daripada sekedar menyajikan visual 3D yang mengagung-agungkan realism.
Kemudian mulai muncul berbagai film animasi stylish seperti “Puss in Boots: The Last Wish” dan “The Bad Guys” pada 2022. Film-film animasi tersebut mulai mengadaptasi gaya visual yang stylish. Animasi sudah semestinya menjadi media hiburan yang menyajikan materi imajinatif, stylish, dan melampaui realita.
Sebelum ‘Spider-Verse’ pun sebetulnya sudah ada banyak animator yang mengadaptasi gaya animasi stylish. Berikut sederet rekomendasi film animasi stylish di era modern.
The Tales of the Princess Kaguya (2013)
Terkadang cukup sulit membedakan rilisan klasik dan modern dari Ghibli Studio, karena studio ini salah satu yang idealis dan konsisten dengan karya animasi 2D-nya. Film-film animasi studio Jepang ini memiliki brand yang khas dan tak lekang oleh waktu. Di antara semua masterpiece Ghibli, “The Tales of the Princess Kaguya” merupakan film animasi dengan cita rasa visual yang sangat berbeda dari karya-karya studio ini sebelumnya.
Disutradarai oleh Isao Takahata, ‘Princess Kaguya’ berbeda dari film-film yang disutradarai oleh Hayao Miyazaki. Mengadaptasi naskah cerita rakyat, film ini memiliki visual yang terlihat seperti hand sketch dan lukisan cat air. Memiliki garis-garis yang tidak tegas, namun lembut dengan warna-warna bersaturasi yang hampir memudar. Seperti melihat buku dongeng klasik dalam wujud animasi yang mistis.
Belle (2021)
“Belle” merupakan film animasi stylish Jepang yang disutradarai oleh Mamoru Hosoda. Naskahnya mengeksplorasi tema seputar jati diri, ketenaran, dan dampak teknologi pada hubungan manusia. Mengekspos kontrasnya hubungan manusia di dunia nyata dengan di dunia maya, mengingatkan penontonnya untuk sadar bahwa masih dibutuhkan interaksi tulus di antara manusia.
Gaya animasi yang diaplikasikan dalam “Belle” sangat memukau secara visual, menggabungkan animasi tradisional (2D) dengan CGI yang kali ini tidak terlihat janggal, seperti banyak anime yang telah mengusahakan perpaduan ini. Terutama ketika sedang berada di latar dunia virtual, ilustrasi yang dipertunjukan terlihat lebih imajinatif, ajaib, dan mengugah mata penontonnya.
Kubo and the Two Strings (2016)
“Kuno and the Two Strings” adalah film animasi stop-motion dari studio Laika. Bercerita tentang Kubo, anak laki-laki dengan alat musik musik shamisen ajaibnya, memulai perjalanan untuk menemukan baju besi mendiang ayahnya dan mengalahakan roh jahat kuno.
Film animasi ini memamerkan keahlian studio Laika dalam medium stop-motion-nya yang terkenal inovatif di skenanya. Menggunakan teknik stop-motion yang rumit dan terperinci, menghasilkan animasi yang fluid dan spesial pada masanya. Animasi ini menggabukan estetika Jepang tradisional dengan elemen fantasi dalam cerita yang baru. Menghasilkan pengalaman visual yang memikat bagi penontonnya.
Klaus (2019)
“Klaus” merupakan film liburan Natal yang mengeksplorasi tema persahabatan, penebusan, dan kekuatan yang datang dari ketulusan. Film ini menggali asal-usul tradisi Natal dan menekankan pentingnya kebaikan dam sikap murah hati.
“Klaus” terutama mendapatkan pujian dan ulasan positif karena kualitas animasinya, ceritanya, dan penokohan karakter-karakter yang berhasil menyentuh hati penonton. Film ini memiliki gaya animasi yang cartoonist, namun juga ada aplikasi CGI-nya, menghasilkan animasi liburan yang hangat, magis, menyenangkan, sekaligus sentimental.
Words Bubble Up Like Soda Pop (2021)
“Words Bubble Up Like Soa Pop” merupakan film anime berlatar musim panas yang semarak dan ceria. Bercerita tentang Smile dan Cherry, dua remaja yang awalnya terlihat berbeda, namun menemukan kesamaan yang menjadi awal dari hubungan mereka.
Tak hanya animasi Hollywood 3D saja yang kerap mengaplikasikan gaya animasi realism, banyak juga anime 2D Jepang yang juga masih terpaku dengan standar realism. Namun berbeda dengan visual anime colourful ini.
Gaya animasi stylish terutama terlihat dari teknik colouring yang diaplikasikan. Memiliki layer yang minimalis, teknik shading-nya juga terlihat berbeda, memiliki komposisi yang pas untuk menghasilkan visual yang berbeda dari tipikal film anime musim panas pada umumnya.
The Lego Movie (2014)
Lego merupakan mainan balok populer yang tidak sengaja memiliki potensi menjadi medium baru untuk animasi stop-motion. Namun “The Lego Movie” adalah film animasi yang diproduksi dengan CGI, hanya saja desain visual yang diterapkan adalah menyerupai set mainan lego yang asli.
Hasilnya jadi animasi yang terlihat seperti stop-motion dengan balok lego. Trik animasi 3D yang berhasil memberikan gaya animasi baru secara keseluruhan.
“The Lego Movie” mendapatkan ulasan positif karena animasinya, serta humor dan ceritanya yang cerdik. Naskahnya berhasil menghubungkan komedi dan action yang secara mengejutkan memikat baik untuk penonton anak-anak maupu orang dewasa.
The Mitchells vs the Machines (2021)
“The Mitchells vs the Machines” menjad salah satu animasi pasca ‘Spider-Verse’. Animasi yang tayang di Netflix ini menerapkan gaya animasi stylish yang hidup dan dinamis, memadukan teknik 2D dan 3D. Terlihat pada gaya ilustrasinya yang memiliki elemen sketsa kartun, namun mediumnya tetap 3D CGI untuk menghasilkan latar lingkungan serta aksi yang immersive dan dinamis.
Sedikit mirip dengan ‘Spider-Verse’, kita bisa melihat aplikasi tekstur pada shading dan background yang minimalis seperti gaya kartun tradisional. Sebagai film animasi bergenre petualangan fiksi ilmiah, visual yang vibrant dan colourful juga menjadi sajian memukau di mata penonton.
Wolfwalkers (2020)
“Wolfwalkers” merupakan film animasi berlatar di Irlandia pada abad ke-17, mengikuti kisah gadis asal Inggris bernama Robyn yang pindah ke kota di dekat hutan mistis. Ia kemudian menemukan eksistensi Wolfswalker, sekelompok orang yang berubah menjadi serigala di malam hari.
Ketika film-film animasi pada era 2020 masih sangat terpengaruh dengan trend 3D CGI, “Wolfwalkers” merupakan animasi terbaru yang kembali menantang eksplorasi dalam medium 2D yang lebih stylish. Dengan naskah yang memiliki nuansa folklore, animasi ala buku negeri dongeng diaplikasikan secara artistik dalam setiap frame film animasi ini.
Guillermo del Toro’s Pinocchio (2022)
“Guillermo del Toro’s Pinocchio” merupakan film animasi terbaik 2022. Film animasi dengan medium stop-motion ini mengaplikasikan gaya ilustrasi yang imajinatif, gelap, dan mistis ala del Toro. “Pinocchio” sendiri merupakan dongen klasik yang telah diadaptasi berkali-kali sebagai film live-action maupun animasi. Hal ini menantang del Toro untuk menyajikan tema visual yang berbeda dan tetap terasa baru.
Del toro pun berhasil menyajikan animasi stop-motion yang detail dan fluid, salah satu yang memiliki visual berkualitas tinggi di skenanya. Paling menonjol terutama dalam concept art setiap karakter yang hadir dalam cerita. Tak hanya kualitas animasinya, naskahnya juga mengharukan dan menyentuh hati.
Unicorn Wars (2022)
Animasi adalah medium, bukan genre yang kerap dianggap hanya untuk anak-anak. Padahal banyak juga film rated R dalam medium animasi. Salah satu yang paling baru adalah “Unicorn Wars”.
Jangan tertipu dengan ‘unicorn’ pada judulnya dan posternya yang menampilkan karakter teddy bear imut, film animasi Spanyol-Perancis ini merupakan film dengan tema perang yang brutal dari sutradara Alberto Vazquez.
Bercerita tentang kaum teddy bear yang berada pada situasi perang melawan bangsa unicorn di Magic Forest. Kontrasnya antara elemen imut dengan elemen gore dalam animasi ini akan memberikan pengalaman baru bagi penontonya. Meski mungkin akan terasa aneh dan janggal, namun akan menjadi pengalaman yang menarik.