Connect with us
Kebangkitan Semangat Pop Punk 2000an pada Musisi Perempuan Terkini
Soccer Mommy (Photo by Burak Cingi/Redferns)

Entertainment

Kebangkitan Semangat Pop Punk 2000an pada Musisi Perempuan Terkini

Kembalinya tren pop punk di industri musik dunia.

Setelah disco pop yang berjaya pada awal dekade, pop punk kini mulai memperdengarkan gemanya di sudut-sudut industri musik dunia. Belum sebesar dominasi disco pada 2019 hingga 2020 lalu, namun ada potensi besar bahwa genre ini akan kembali menunjukan kekuatannya.

Sama seperti fashion, trend musik juga terus berputar, karena pada titik ini hampir semua genre musik telah ditemukan. Selain memperdengarkan warna musik yang baru, masih banyak musik yang kerap terinspirasi atau terpengaruh oleh genre musik dari masa lalu. Ada yang menjadikan sebagai identitas, ada pula yang hanya mengadopsinya sebagai konsep dalam sebuah album musiman.

Pop punk terlahir melalui fusion antara genre rock dan power pop. Berbeda dengan rock punk yang lebih kencang dan memiliki lirik yang cenderung mengkritisi isu politik dan sosial, pop punk menjadi medium genre yang lebih fresh, menyenangkan, dan catchy, sebagaimana genre pop selalu memiliki ciri khas tersebut. Musik pop punk mulai populer sekitar 1970-an, dengan terkenalnya grup musik seperti Ramones, Buzzcocks, dan The Undertones.

Lahirnya Avril Lavigne sebagai Punk Princess pada Era 2000an

Avril Lavigne tak terelakan merupakan musisi ikonik yang mempelopori trend pop punk pada awal 2000an. Lebih dari sekadar pop punk, Avril memulai karir dengan karakter dan niche yang sangat spesifik; penyanyi solo perempuan remaja yang membawakan musik pop punk. Pada masanya, musik dengan genre rock, punk, pop punk, pada umumnya diadaptasi oleh sebuah grup atau band.

Debut dengan single ‘Complicated’ yang rilis pada 11 Maret 2002 silam, lagu tersebut merajai tangga lagu Australia pada posisi pertama, dan posisi kedua di tangga lagu Amerika Serikat. ‘Complicated’ juga menjadi hits dari Kanada tersukses di pasar musik Amerika pada tahun tersebut, disusul dengan kesuksesan ‘Ska8er Boi’ dan ‘I’m With You’, dimana semua hits single tersebut masuk dalam album debut Avril Lavigne, “Let Go”.

Kesuksesan Avril Lavigne di usia muda bisa disamakan dengan kesuksesan yang kini diraih oleh Billie Eilish. Meski keduanya benar-benar berangkat dari latar belakang genre dan materi musik yang berbeda, keduanya memiliki kesamaan dalam menciptakan fenomena kesuksesan penyanyi remaja perempuan dengan niche yang spesifik.

Melalui musik dengan aransemen pop punk yang kental, banyak lagu Avril Lavigne ditulis dengan gaya yang sangat nge-pop. ‘Complicated’ sendiri pada merupakan curhatan Avril tentang orang yang Ia cintai, namun membuatnya frustasi karena sering salah tingkah dan membuat hubungan mereka menjadi rumit.

Cinta merupakan salah satu aspek terbesar dalam kehidupan remaja perempuan, layaknya gadis remaja normal, Avril secara gamblang menuangkan bagian dari dirinya, kemudian meminjam energi dari genre pop punk untuk mengubahnya menjadi sesuatu yang tidak terdengar cengeng.

Selain tema cinta, ada banyak lagu Avril Lavigne yang kental dengan nuansa emo rock, dimana dalam segi musik tidak terlalu jauh dari pop punk. Lagu-lagu seperti ‘Losing Grip’, ‘Mobile’, ‘Don’t Tell Me’ (dari album “Under My Skin”) memuat lirik yang lebih emosional dan personal. Memang tidak sekompleks problematika remaja era sekarang, karena para remaja milenial hidup di era yang lebih “sederhana” pada masanya.

Soccer Mommy

Soccer Mommy (Photo via rollingstone.com)

Soccer Mommy & Beabadoobee: Solois Perempuan yang Membuka Era Rock Punk Girl Dekade ini

Pada 28 Februari 2020 lalu, Soccer Mommy (a.k.a Sophie Allison) merilis album keduanya yang bertajuk “Color Theory”. Melalui album ini, Sophie Allison ingin mencurahkan segala isi hati dan pengalamannya di masa muda, kemudian mengemasnya dalam sebuah konsep musik yang terdengar seperti dari rekaman kaset lawas.

Sebagai musisi berusia 22 tahun (ketika album Color Theory rilis), kita bisa memperkirakan bahwa Ia tidak terlalu jauh dari paparan musik rock dan pop punk 2000-an. Melalui wawancaranya dengan Fader, Ia menyatakan bahwa “Under My Skin” oleh Avril Lavigne merupakan CD pertama yang pernah Ia miliki.

“Color Theory” akan membawa pendengarnya kembali pada era rock, slow punk, pada era 2000-an. Melalui medium genre tersebut, Sophie curhat seputar trauma, kesedihan selama ibunya sakit, dan dirinya yang sempat mengalami depresi.

Tidak hanya mengangkat estetika penyanyi rock perempuan dengan gitar, serta footage remaja bermain skateboard, ‘circle the drain’ yang rilis pada awal 2020 juga memperdengarkan musik yang membangkitkan nostalgia pop punk.

Satu lagi yang mengawali trend pop punk kembali di industri musik terkini adalah Beabadoobee (a.k.a Beatrice Kristi Laus) yang telah merilis full album debutnya pada Oktober 2020 bertajuk “Fake It Flowers”. Meski sudah termasuk dalam musisi yang berpengaruh di Gen Z, penyanyi berdarah Inggris-Filipina ini mengungkapkan bahwa jiwa bermusiknya terjebak pada era 90an.

Musisi seperti Bats, Veruca Salt, Alanis Morissette, Pavement, dan Sonic Youth memberikan pengaruh besar pada Beatrice secara personal, dilansir dari Popspoken. “Fake It Flowers” menjadi album yang Kembali meneriakkan semangat perempuan dengan segala emosinya melalui lagu rock dan gitar berdistorsi, bak Alanis Morissette dan Dolores O’Riordan. Tegar sekaligus rapuh, “Fake It Flowers” merupakan media Beatrice untuk pulih dari masa kecilnya yang traumatis.

Olivia Rodrigo

Olivia Rodrigo

Era Pop Punk Gen Z melalui Kesuksesan Olivia Rodrigo dengan “Sour”

Digadang-gadang sebagai Best New Artist periode 2021-2022, Olivia Rodrigo sukses melalui album debutnya, “Sour”. Memanfaatkan momentumnya saat ‘drivers license’ populer, musisi yang saat itu belum genap 18 tahun menyajikan materi musik yang lebih variatif melalui full album debutnya. Melalui ‘drivers license’, kita memiliki ekspektasi bahwa Olivia tidak ada bedanya dengan musisi muda kekinian yang nyaman di genre bedroom pop.

‘Good 4 you’ menjadi single pertama untuk album “Sour” yang memperdengarkan pop punk ala Alanis Morissettes, dimana liriknya sesederhana remaja perempuan yang mengungkapkan rasa patah hati dengan gaya.

‘Brutal’ juga menjadi lagu yang mengadaptasi genre pop punk untuk aransemennya. Sebagai pengiring lagu tentang kegelisahannya sebagai remaja di era yang terasa brutal baginya. Menjadi track membuka album yang memikat pendengarnya untuk mendengarkan materi musik apa saja yang hendak diberikan oleh Olivia Rodrigo.

Semangat pop punk 2000an pada musisi perempuan lebih dari sekadar musik, namun juga mempengaruhi fashion dan cara berpikir yang lebih ekspresif. Kuat, berani, namun juga lemah lembut dan rapuh, musisi perempuan mampu mengekspresikan musiknya dengan jujur tanpa polesan berkilau untuk menutupi kelemahan mereka dalam medium pop punk.

Genre ini semakin banyak memenuhi headline media musik saat ini juga, tak lepas dari kembalinya Avril Lavigne dengan single terbarunya, ‘Bite Me’. Dimana Ia kembali memperdengarkan musik pop punk yang membesarkan namanya.

Apa kita sudah mulai memasuki era kembalinya tren musik pop punk untuk tahun berikutnya? Jangan cuma gimmick, semoga makin banyak fusion dan adaptasi pop punk dalam industri musik yang memanjakan jiwa muda kita kedepannya.

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Declan McKenna: What Happened to the Beach?

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Album Review

Music

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Ariana Grande: Eternal Sunshine Ariana Grande: Eternal Sunshine

Ariana Grande: Eternal Sunshine Album Review

Music

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Connect