Quantcast
Eye of the Tiger: Dentuman Nada, Semangat Juang - Cultura
Connect with us
Late Spring Movie

Music

Eye of the Tiger: Dentuman Nada, Semangat Juang

Soundtrack universal bagi mereka yang memilih untuk tidak mundur.

Ada lagu-lagu yang membekas karena liriknya, ada pula yang meledak karena aransemen dan waktu rilisnya sangat pas. Lagu “Eye of the Tiger”, karya band rock asal Amerika Survivor, adalah kombinasi dari keduanya—sebuah lagu yang mewakili semangat bertahan hidup, menghadapi tantangan, dan bangkit dari keterpurukan.

Lagu ini pertama kali dirilis pada tahun 1982, dan langsung menjadi anthem tak resmi bagi siapa pun yang sedang berada dalam perjuangan. Permintaan untuk lagu ini datang dari aktor sekaligus sutradara Sylvester Stallone, yang tengah mencari lagu pengiring untuk filmnya, Rocky III.

Awalnya, Stallone ingin memakai “Another One Bites the Dust” dari Queen, namun tak mendapat izin. Maka, ia menghubungi Survivor dan meminta mereka membuat lagu yang penuh energi dan mengandung jiwa petarung. Hasilnya adalah “Eye of the Tiger”, sebuah lagu dengan riff gitar yang begitu ikonik dan beat yang membuat jantung berdegup lebih kencang. Lagu ini menjadi theme song utama Rocky III, dan muncul dalam berbagai adegan penting, termasuk saat Rocky menjalani latihan keras untuk kembali bangkit.

Dari sisi musik, “Eye of the Tiger” dibuka dengan suara gitar yang keras dan ritmis—ibarat dentuman palu di ring tinju. Lagu ini tidak basa-basi. Ia langsung mengajak pendengar untuk bersiap, bertarung, dan menolak menyerah. Liriknya sederhana namun penuh daya dorong:

“Risin’ up, back on the street
Did my time, took my chances…”

Lagu ini bukan hanya berbicara tentang kemenangan, tapi juga tentang proses. Tentang jatuh dan bangkit. Tentang menyamakan langkah dengan kerasnya dunia. Dalam narasi Rocky, ini bukan soal siapa yang lebih kuat, tapi siapa yang terus bertahan berdiri setelah dihantam berkali-kali. “Eye of the Tiger” menjadi metafora dari daya tahan mental—sebuah “mata harimau” yang penuh fokus dan lapar akan kemenangan.

Setelah kesuksesannya di Rocky III, lagu ini terus hidup dan muncul di berbagai film lain, baik sebagai soundtrack penuh maupun sisipan referensi ikonik. Di antaranya:

  • Rocky Balboa (2006) – meski bukan lagu utama, “Eye of the Tiger” diputar sebagai penghormatan terhadap film sebelumnya dan semangat Rocky.
  • The Secret Life of Pets (2016) – lagu ini digunakan dalam konteks lucu dan kontras, menyoroti anjing peliharaan yang berusaha tampil garang.
  • Burn After Reading (2008) – film Coen Brothers ini menggunakan lagu tersebut dalam salah satu adegan yang menekankan kepercayaan diri berlebihan salah satu karakter.
  • Daddy Day Care (2003) – digunakan dalam montase kocak ketika karakter utama mencoba mengambil alih kendali di tengah kekacauan.
  • Perkembangan serial TV seperti Glee, Supernatural, hingga The Office juga pernah menyisipkan lagu ini dalam versi parodi atau medley.

Secara budaya, lagu ini telah melampaui batas film. Ia menjadi lagu wajib di ruang fitness, arena pertandingan, video motivasi, bahkan panggung kampanye politik. Lagu ini diputar ketika atlet masuk lapangan, ketika seseorang ingin “comeback”, atau saat perjuangan hidup membutuhkan musik latar. Tak heran bila lagu ini memuncaki Billboard Hot 100 selama enam minggu berturut-turut dan menjadi salah satu lagu rock paling dikenang dari dekade 1980-an.

Namun di balik keperkasaannya, lagu ini juga sering dipakai secara ironis dalam berbagai komedi dan parodi—sebagai penanda perjuangan yang terlalu dramatis atau berlebihan. Tetapi justru di situlah kekuatannya: “Eye of the Tiger” bisa bertransformasi. Ia bisa menjadi motivasi tulus maupun simbol hiperbola perjuangan.

Kini, lebih dari empat dekade sejak pertama kali dirilis, semangat lagu ini tetap relevan. Dunia terus berubah, tantangan terus datang, tetapi setiap orang, di suatu titik kehidupannya, pasti pernah membutuhkan “mata harimau” untuk bertahan: ketika bangkit dari kegagalan, saat melawan penyakit, ketika menahan derita ekonomi, atau bahkan sekadar menolak menyerah pada hari yang buruk.

“Eye of the Tiger” bukan hanya lagu. Ia adalah denyut nadi para petarung kehidupan. Sebuah soundtrack universal bagi mereka yang memilih untuk tidak mundur.

“The Way We Were” dan Hasrat Menoleh ke Belakang

Music

Fires on the Plain (1959) Fires on the Plain (1959)

Film Anti-War Terbaik: Potret Jujur Kekejaman dan Kemanusiaan dalam Lensa Sinema

Cultura Lists

Gloria Gaynor Gloria Gaynor

I Will Survive: Ketika Disko Menyuarakan Perlawanan

Music

Ketika Disko Menyelamatkan Jiwa: Mengulas Keabadian “Stayin’ Alive”

Music

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect