Connect with us
Once Upon a Time in Hollywood (2019)
Columbia Pictures

Cultura Lists

Rekomendasi Film Tentang Industri Film

Film tentang film untuk pecinta film.

Apapun bisa menjadi sumber inspirasi bagi filmmaker untuk membuat film, termasuk ‘film’ itu sendiri. Bagi penggemar adrenalin, kita menonton film laga. Bagi penggemar epic fantasy, kita menonton film-film superhero Marvel, “Star Wars”, hingga “Dune”. Bagi kita dengan selera fleksibel dan suka menonton berbagai film lintas genre, eksplorasi industri film dalam film juga bisa jadi tontonan yang menarik.

Kita bisa melihat kisah yang terjadi di balik layar di ‘layar’ dari kacamata seorang sutradara dalam beberapa film biopik. Ada pula film dengan proses produksi dan kisah selama proses syuting yang menarik untuk disimak. Bahkan lebih seru daripada film original yang telah tayang duluan.

Banyak juga filmmaker yang menunjukan rasa cinta mereka pada industri film melalui film original yang bernafaskan ‘film’. Berikut sederet film tentang industri film buat para penggemar setia film.

Ed Wood (1994)

Ed Wood adalah sutradara Hollywood pada era 1950an, terkenal sebagai sutradara film-film fiksi ilmiah, drama kriminal, dan horor dengan budget rendah. Tim Burton mengangkat biopik sutradara ini dalam film bertajuk “Ed Wood” yang dibintangi oleh Johnny Depp. Menceritakan kepribadian Ed Wood sebagai sutradara yang eksentrik dan cukup diasingkan di Hollywood karena berbeda dari filmmaker pada umumnya.

Film biopik ini juga mengeksplorasi hubungan sang sutradara dengan aktor Bela Lugosi bersama kru setia Ed wood. Bagaimana dalam segala keterbatasan dan pengasingan, Ed Wood tetap mampu memiliki cukup dukungan dalam memproduksi film budget rendah dengan konsep luar biasa.

Mank (2020)

“Mank” merupakan film hitam putih modern oleh David Fincher, dengan naskah yang ditulis oleh mendiang ayahnya, Jack Fincher. Berlatar di Hollywood 1930an, industri perfilman mengalami masa sulit dalam era Depresi Besar karena Perang Dunia. Selain menceritakan kisah beberapa pihak signifikan dalam industri perfilman lainnya, “Mank” lebih fokus pada kisah penulis naskah pecandu alkohol, Herman J. Mankiewicz.

Di tengah pertentangan komunitas film da situasi sosial, Mankiewicz mengasingkan diri untuk menyelesaikan naskah salah satu film klasik ikonik, “Citizen Kane”. Gary Oldman berperan sebagai Herman J Mankiewicz dalam film ini.

Hitchcock (2012)

Buat pecinta film sejati, siapa yang tidak kenal Alfred Hitchcock? Sutradara ini terkenal melalui film-film drama kriminal psikologi seperti “Psycho”, “Vertigo”, “Rear Window”, dan masih banyak lagi. “Hitchcock” merupakan film biopik romantis yang dibintangi oleh Anthony Hopkins sebagai Alfred Hitchcock, dan Helen Mirren sebagai istrinya, Alma Reville.

Film ini diangkat dari buku “Alfred Hitchcock and the Making of Psycho”, yang menceritakan hubungan antara Hitchcock dan istrinya di tengah-tengah produksi film Hitchcock paling ikonik, “Psycho” pada 1959.

Dolemite Is My Name (2019)

Pada 1960an, gelombang rasisme di Amerika Serikat sedang tinggi-tingginya. Meski kaum Afrika-Amerika mengalami diskriminasi dari berbagai industri, muncul juga berbagai kebangkitan dan bentuk revolusi, salah satunya Rudy Ray Moore yang berambisi membangun rumah produksi Amerika-Afrika-nya. Pada masanya, Rudy Ray merasa kaumnya tidak memiliki hiburan yangs sesuai dengan gaya mereka. Film-film Hollywood terasa hambar dan tidak mengundang tawa.

Berawal dari memproduksi rekaman stand comedy hingga akhirnya membuat filmnya sendiri, Rudy Ray bersama sesama komedian kulit hitam lainnya merintis niche hiburan untuk masyarakat Amerika-Afrika di Hollywood. Eddy Murphy berperan sebagai Rudy Ray Moore dalam “Dolemite Is My Name”.

The Fabelmans (2022)

Masih segar diingatan, “The Fabelmans” merupakan film semi-autobiopik dari sutradara kawakan, Steven Spielberg. Meski ada perubahan nama, Spielberg menyatakan bahwa film ini sangat dekat dengan memori masa mudanya.

Diceritakan Sammy Fabelman memiliki ketertarikan pada usia dini. Orang tuanya mengajaknya menonton “The Greatest Show on Earth” yang menginspirasinya untuk membuat filmnya sendiri. Berbekal kamera milikinya, Sammy mulai mengeksplorasi filmmaking di rumah, diiringi dengan dukungan besar dari ibunya.

The Disaster Artist (2017)

“The Disaster Artist” merupakan film tentang industri film terbaik, tentang salah satu film terburuk sepanjang masa “The Room” yang rilis pada 2003. Dibintangi oleh James Franco sebagai Tommy Wiseau, sutradara dan aktor, bersama saudara Dave Franco sebagai Greg Sestero, aktor sekaligus sahabat karib Wiseau.

Film ini menceritakan awal mula pertemuan Wiseau dengan Sestero, keduanya memiliki mimpi besar di Hollywood yang kemudian memutuskan untuk membuat film bersama. Film ini menunjukan proses pembuatan film yang kacau dengan arahan sutradara Tommy Wiseau yang problematik. “The Disaster Artist” merupakan film biopik komedi yang ironis bahwa semua hal yang terjadi di belakang layar tersebut memang tidak jauh dari kenyataan dari kisah pembuatan film “The Room’.

Once Upon a Time in Hollywood (2019)

Suatu hari, Quentin Tarantino sedang berada di lokasi syuting, ia melihat seorang aktor dengan stunt double-nya menghabiskan waktu istirahat bersama dalam kostum yang sama. Fragmen peristiwa tersebut menjadi sumber inspirasi Tarantino mengembangkan naskah “Once Upon a Time in Hollywood”.

Bercerita tentang pertemanan antara aktor Rick Dalton (Leonardo DiCaprio) dengan stunt double sekaligus supirnya, Cliff Booth (Brad Pitt). Film ini merupakan surat cinta sutradara Tarantino pada era Hollywood favoritnya yaitu sekitar tahun 1960an.

Berlatar di sekitar Los Angeles, film ini juga menjadi tribute untuk aktris yang meninggal secara tragis pada masanya, Sharon Tate yang diperankan oleh Margot Robbie. Secara keseluruhan film ini merupakan film dengan naskah original, namun dipenuhi berbagai referensi visual, detail, cerita, dan karakter dari perfilman Hollywood era 1960an.

Babylon (2022)

“Babylon” bisa dibilang memiliki konsep yang serupa dengan “Once Upon a Time in Hollywood”. Terinspirasi dari era perfilman yang nyata, namun terbentuk dari subyek yang fiksi. Film keempat sutradara Damien Chazelle ini lagi-lagi mengangkat topik seputar ambisi dan mimpi, berlatar di Hollywood pada era 1920an, dimana industri perfilman mengalami transisi dari film bisu menuju film dengan audio.

Berani, liar, dan semarak, “Babylon” sebetulnya merupakan salah satu film terbaik 2022 dengan respon negatif karena strategi marketing yang tidak membangun hype.

“Babylon” adalah film tentang industri film, namun lebih dipromosikan sebagai deretan aktor a-list sebagai aktor pada era 20an yang berpesta pora dengan liar. Buat yang benar-benar menyukai dunia film, dijamin akan terhibur dan berkesan melihat film Chazelle yang spektakuler ini.

Janji Joni (2005)

“Janji Joni” juga masuk dalam kategori film tentang industri film. Premisnya sederhana namun memiliki plot sebagai wahana yang seru untuk protagonisnya. Nicholas Saputra berperan sebagai Joni, tukang antar roll film antar bioskop dalam kota.

Suatu hari, ia naksir dengan penonton bioskop yang cantik. Agar mendapatkan nama dari si gadis pujaan, Joni berjanji akan mengantar roll film tepat waktu, karena kata terlambat tak ada dalam kamusnya. Namun, entah kenapa hari tersebut berjalan tidak seperti biasanya.

Film debut Joko Anwar ini benar-benar film untuk pecinta film. Tak hanya informatif dan diselipi social commentary seputar industri film lokal, petualangan Joni yang fiksi tetap menghibur sebagai film itu sendiri.

It’s a Summer Film! (2020)

Satu lagi film tentang industri film dengan konsep ringan dan menyenangkan adalah film Jepang, “It’s a Summer Film!”. Film ini bercerita tentang Barefoot, siswi sekolah yang punya minat besar pada film, terutama film samurai. Saat musim panas menjelang festival sekolah, Barefoot dibantu teman-teman pun hendak membuat film samurai agar bisa diputar di festival tersebut. Ketika kebingungan mencari aktor utama, ia bertemu sosok laki-laki misterius yang akhirnya menjadi jawaban dari masalahnya.

“It’s a Summer Film!” mengandung berbagai elemen genre film, namun eksekusinya tetap ringan. Pada akhirnya, film ini terlihat memang lebih fokus menyampaikan rasa cinta film ini terhadap film, dibalut sempurna dalam kisah remaja penuh optimisme, minat, kreatifitas, dan mimpi sebagai filmmaker muda.

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di Indonesia

Entertainment

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect