Quantcast
Bridgerton Season 2 Review: Cinta, Feminisme, dan Tabir Lady Whistledown - Cultura
Connect with us
Bridgerton Season 2 Review
Netflix

TV

Bridgerton Season 2 Review: Cinta, Feminisme, dan Tabir Lady Whistledown

Terlalu banyak skandal dan tidak semenyenangkan season pertama.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Bridgerton” menuai kesuksesan besar pada season perdananya pada 2020 lalu. Berlatar di London pada masa kekuasaan Ratu Charlotte, kita disuguhkan kisah romansa di tengah kalangan bangsawan. Mulai dari kisah percintaan yang romantis, gaun sutra yang indah, rumour hingga skandal, dan serba-serbi kehidupan masyarakat elite London dengan harta dan martabat keluarga mereka.

Kisah Daphne Bridgerton dan Simon Basset telah ditutup dengan akhir bahagia pada season pertama. Aktor Rege-Jean Page juga tidak hadir dalam season kedua “Bridgerton”, sementara Phoebe Dynevor hanya muncul sesekali dibutuhkan.

Pada “Bridgerton” season 2, kita akan mengikuti babak baru dari kisah Anthony (Jonathan Bailey), kakak Daphne sekaligus kepala rumah tangga keluarga Bridgerton yang hendak mencari istri sempurna di musim pernikahan kali ini.

Bridgerton Season 2

Cr. Colin Hutton/Netflix

 

Kisah Cinta Anthony dan Kate yang Terlarang dan Rumit ala Opera Sabun

Meski drama cinta Daphne dan Simon juga tak lepas dari rintangan dan skandal, setidaknya cinta mereka tidak terlarang, hanya rumit. Sejak season pertama, Anthony tampaknya selalu mengambil keputusan buruk dalam percintaan.

Pada season ini, karakter ini juga tak ingin mempermudah jalannya sendiri dalam menemukan calon istri yang sempurna. Kate (Simone Ashley) dan Edwina (Charithra Chandran) menjadi dua karakter baru yang memeriahkan musim lamaran dan pernikahan di London pada season ini.

Melihat jalannya cerita dari episode 1 hingga episode 3 saja, kita sudah bisa menebak kelanjutan dari kisah Anthony dan Kate. Kita sudah bisa mencium skandal dan kerumitan cinta yang lebih ganas pada kisah pasangan utama pada musim ini.

Bagi kita yang kurang menikmati skenario pengkhianatan dan cinta segitiga, “Bridgerton” season 2 bisa menjadi tontonan yang cukup melelahkan secara emosional. Berbeda dengan season pertama dimana kita sudah pasti merestui Daphne dan Simon, kita mungkin akan bimbang untuk mendukung Anthony dan Kate.

Tak hanya kisah pasangan utama musim ini saja yang sulit, keadaan juga semakin rumit bagi Lady Whistledown. Semakin tajam dalam menulis kritikan sosial, Ia juga bertanggung jawab akan berbagai skandal serius yang tersebar di musim ini. Karena identitasnya sudah bukan rahasia bagi penonton, kita jadi cemas selama mengikuti perkembangan situasinya yang semakin sulit untuk dirinya sendiri.

Bridgerton Season 2

Materi Isu Emansipasi Wanita yang Setengah Matang

“Bridgerton” selalu tentang perempuan bangsawaan dengan prospek menikah di setiap musim. Menjadi ‘Berlian’ adalah keuntungan besar, sementara skandal dan gagal menikah bagaikan hukuman mati.

Kate Sharma tampil sebagai karakter kuat pada season ini, memberikan ekspektasi akan tokoh wanita yang mandiri dan menentang budaya patriarki. Dijuluki perawan tua meski baru berusia 26 tahun, tidak bisa lebih relevan lagi dengan keadaan sosial masa kini. Ia juga memiliki pembawaan dan prinsip yang menjual untuk isu feminisme dalam serial ini. Tidak ada yang salah dengan wanita yang tiba-tiba pindah haluan dalam menentukan jalan hidupnya, namun skenario Kate bukan yang terbaik untuk disajikan dalam serial populer.

Tak hanya Kate, keberadaan karakter lama seperti Eloise Bridgerton (Claudia Jessie), Penelope (Nicola Coughlan), Madam Delacroix (Kathryn Drysdale) juga diberi kesempatan untuk mengutarakan opini mereka sebagai wanita yang melawan batasan sosial.

Seperti pematik api yang dinyalakan untuk menarik perhatian penonton, pada akhirnya opini mereka hanya selingan sepanjang series tanpa pembuktian yang monumental. Kita pun kembali lagi dalam semesta “Bridgerton” yang tampaknya masih berada di lingkaran patriarki dan social judgment.

https://youtu.be/qYNCws-a6CQ

Desain Produksi yang Masih Memukau sebagai Signature

Sebagai serial period romance paling populer di Netflix saat ini, “Bridgerton” masih kuat dalam segi desain produksi. Mulai dari pilihan casting yang menarik, desain kostume, hingga desain latar yang detail dan memuaskan kita dengan visual hunian dan pemukiman bangsawan yang enak dipandang.

Kita akan selalu menanti-nanti, gaun seperti apa yang akan dikenakan karakter pada pesta berikutnya? Tema dan dekorasi pesta aplagi yang akan dipresentasikan? Keragaman ras pada jajaran pemeran utama hingga figuran sekalipun tampak semarak, merayakan kecantikan perempuan dari berbagai latar belakang budaya.

Kita juga akan dimanjakan dengan berbagai gubahan hits populer dan ikonik dalam versi string instrument yang klasik. “The Unofficial Bridgerton Musical” juga telah terbukti kualitasnya dengan memenangkan Best Musical Theater dalam Grammy Awards 2022 kemarin.

Meski masih mempertahakan sebagian besar elemen dan signature dari season pertamanya yang sukses, “Bridgerton” kehilangan semarak dalam merayakan cinta dan keseruan menikmati kehidupan bangsawan Inggris.

Carry-On Netflix Carry-On Netflix

Carry-On Review: Ketegangan Aksi di Bandara dengan Sentuhan Natal

Film

The Siege of Jadotville The Siege of Jadotville

The Siege of Jadotville Review – Kisah Heroisme yang Terlupakan

Film

Arcane Season 2 Arcane Season 2

Arcane Season 2 Review: Animasi Menawan yang Terlalu Cepat Berakhir

TV

The Penguin The Penguin

The Penguin Review: Era Baru Supervillain di Media

TV

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect