Connect with us
Blue Eye Samurai
Netflix

TV

Blue Eye Samurai Review: Animasi Samurai Terbaik di Netflix Saat Ini

Animasi epik, protagonis dengan latar belakang karakter solid, dan estetika periode Edo Jepang yang menawan.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Blue Eye Samurai” merupakan animasi Netflix karya Michael Green dan Amber Noizumi. Kapan terakhir kali kita mendapatkan serial animasi orignal yang tidak diadaptasi dari video game, buku, atau komik?

Animasi yang ditulis oleh pasangan suami istri ini adalah naskah original, disutradarai oleh Jane Wu, animasinya dikerjakan oleh studi Prancis Blue Spirit. Mizu menjadi protagonis yang suaranya diisi oleh Maya Erskine. Serial ini juga dimeriahkan oleh Masi Oka, Darren Barnet, Brenda Song, Randall Park, dan Kenneth Branagh.

Berlatar pada periode Edo di Jepang, seorang ahli pedang bernama Mizu, berkelana demi memenuhi misinya untuk membalaskan dendam. Dirundung dan ditolak sepanjang hidupnya, Mizu adalah anak berdarah campuran dengan mata biru.

Pada masanya, orang kaukasian disebut sebagai ‘iblis dari barat’, membuat Mizu kerap dijuluki sebagai anak iblis. Berusaha menyembunyikan mata birunya, Mizu juga menyembunyikan hal lain tentang identitasnya agar mempermudahkan langkahnya menuju balas dendam.

Blue Eye Samurai

Kisah Samurai Berdarah Campuran yang Pilu, Tragis, dan Heroik

Mizu menjadi protagonis titular ‘samurai bermata biru’, benar-benar menjadi jantung dari naskah ini. Ia adalah karakter dengan kedalaman penokohan dan kisah hidup yang menarik untuk dikupas setiap episodenya.

Episode pertama berdurasi 1 jam disajikan dengan plot maju mundur, antara masa kini dimana perjalananya dimulai dan masa kecil Mizu yang dirundung oleh anak-anak di kampungnya. Namun kisah Mizu yang sesungguhnya akan kita simak pada Episode 5, episode terbaik dalam “Blue Eye Samurai”. Episode 5 menceritakan latar belakang Mizu yang jauh dari dugaan dan asumsi kita.

Mizu adalah wanita yang bersembunyi dibalik identitas pengelana pria, seseorang yang menguasai pedang. Pada masanya, wanita tidak bisa melakukan perjalanan jauh sembarang kalau tidak didampingi oleh pria. Ini juga telah menjadi mandat dari ibunya sejak kecil untuk Mizu tubuh sebagai anak laki-laki demi melindungi dirinya sendiri dari bahaya. Meski jauh berbeda, kurang lebih kisah Mizu akan mengingatkan kita pada perjuangan yang dialami oleh Disney Princess, “Mulan”. Bedanya ini versi yang lebih dewasa dan brutal.

Semakin kita mengenal Mizu di setiap episodenya, semakin kita akan mengapresiasi kedalaman dari penokohan dan latar belakang karakter original ini. Untuk wanita dengan kekuatan tahan banting dan setangguh itu, Mizu telah mengalami perundungan, belas kasih, cinta, hingga akhirnya pengkhianatan yang tragis. Ini benar-benar formula yang sempurna dalam menciptakan protagonis wanita kuat dan tangguh terutama dari era dimana wanita hidup dalam standar penuh batasan.

Blue Eye Samurai

Konten Dewasa, Animasi Pertarungan Epik, dan Estetika Jepang yang Menawan

Setelah memiliki penokohan Mizu sebagai jiwa dan penggerak plot yang mantap, “Blue Eye Samurai” baru dikemas dengan berbagai elemen teknikal yang tak kalah menawan. Ini adalah animasi dewasa yang diisi dengan konten kekerasan dan seksual. Cukup banyak adegan vulgar sensual, baik sebagai pengisi adegan atau pelengkap suasana untuk mendukung keliaran yang hendak disajikan dalam latarnya.

Buat penggemar animasi action apalagi pertarungan samurai, “Blue Eye Samurai” diisi dengan banyak adegan pertarungan epik. Mulai dari episode pertama hingga akhir hanya akan semakin dinamis dan megah. Mulai dari duel, pertarungan satu lawan empat, hingga melalui halang rintang di kastil penuh jebakan. Visualnya brutal dan sadis, penuh darah dan potongan tubuh yang tidak disensor.

Sebagai animasi dari studio barat, serial ini memiliki representasi kebudayaan Jepang menawan. Dubbing-nya memang bahasa Inggris, namun adaptasi adat, penokohan, dan aksesorisnya sudah sesuai dengan kebudayaan Jepang yang terlihat otentik. Tak melulu adegan butral dan latar petarungan kumuh penuh darah, ada pula pemandangan kota dan kerajaan, hingga kesenian dengan pesona Jepang-nya.

Pacing Episode yang Sempurna dan Deretan Karakter Berkesan

Ketika kita tidak sabar dan tidak bisa berhenti untuk lanjut ke episode selanjutnya, kita tahu ada yang spesial dari serial yang sedang kita tonton. Pengalaman serupa akan kita dapatkan dengan delapan episode “Blue Eye Samurai” yang sudah bisa kita binge di Netflix. Ada akselerasi drama maupun aksi dalam seiring kita beranjak ke episode berikutnya. Setelah episode terasa sangat intense dan melelahkan, akan ada episode dimana kita diajak “istirahat” dulu sebelum pertarungan final yang menggelegar.

Selain fokus pada Mizu sebagai penggerak plot, “Blue Eye Samurai” juga sedikit mengangkat isu peran gender, penemuan jati diri untuk karakter-karakter lainnya juga, hingga sejarah westernisasi di Jepang pada masanya. Ketika bangsa barat berusaha mempersuasi kerajaan Jepang untuk beralih ke senjata api dan meremehkan pedang.

Banyak juga karakter lainnya yang meninggalkan kesan meski perannya kecil. Contohnya saja guru Mizu pengerajin pedang yang buta, Master Eiji (pengisi suara Cary-Hiroyuki Tagawa), serta Seki (pengisi suara George Takei) penasehat dan tutor kerajaan putri Akemi. Kedua peran ini sangat kecil namun benar-benar mendukung karakter utamanya.

Putri Akemi merupakan karakter bangsawan yang memikat, ia anggun dan lemah secara fisik namun juga keras kepala, cerdas, dan berkemauan besar. Lalu ada Taigen, samurai berbakat namun sombong yang mengalami perkembangan karakter nantinya. Tak ketinggalan Ringo, anak pemilik kedai ramen yang lahir tanpa tangan, namun memiliki cita-cita untuk jadi orang berguna dan menguasai keahlian khusus kelak.

Melalui ending-nya, ada potensi “Blue Eye Samurai” membutuhkan Season 2. Semoga benar-benar lanjut karena ini bisa sekali jadi koleksi animasi original Netflix terbaik, selevel dengan “Arcane”. Secara keseluruhan, “Blue Eye Samurai” merupakan animasi bertema samurai terbaik di Netflix saat ini yang patut ditonton.

Don’t Move Review Don’t Move Review

Don’t Move Review: Punya Potensi Walau Narasi Kurang Dalam

Film

The Platform 2 The Platform 2

The Platform 2 Review: Sekuel Horor Distopia Netflix Yang Gagal

Film

The Penguin The Penguin

The Penguin Season 1 Review

TV

The Shadow Strays The Shadow Strays

The Shadow Strays Review: Film Laga Gelap, Brutal & Sadis

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect