“All the Light We Cannot See” merupakan drama period berlatar Perang Dunia II terbaru di Netflix. Miniseries yang hanya memiliki 4 episode ini diadaptasi dari novel bertajuk serupa karya Anthony Doerr, kemudian disutradarai oleh Shawn Levy.
Serial ini dibintang oleh Aria Mia Loberti dan Louis Hofmann (Dark), serta Mark Rufallo dan Lars Eidinger. Jika ada banyak miniseries bermuatan sejarah di katalog Netflix yang patut ditonton, ini salah satu yang sayang untuk dilewatkan.
Pada tahun 1940an, Prancis menyerah pada Jerman, regimen Nazi pun menguasai negara tersebut. Membuat Marie-Laure LeBlanc bersama ayahnya, Daniel LeBlanc untuk mengevakuasi diri sembari membawa batu permata milik museum nasional yang harus mereka jaga, Sea of Flames, yang diinginkan oleh tentara Nazi.
Di sisi lain, Werner Pfennig adalah pemuda yatim piatu yang dipaksa bergabung ke regimen Nazi karena kecerdasaannya. Meski berasal dari dua negara yang sedang berperang, Marie dan Werner memiliki hobi yang sama sejak kecil; mendengarkan siaran radio ilmu pengetahuan yang dibawakan oleh seorang ‘Profesor’.
Saluran Radio yang Menjadi Cahaya di Tengah Gelapnya Perang
Drama periode bertema perang memiliki perspektif yang lebih luas dari dugaan kita. Mulai dari potrait tentara di medan perang yang kolosal, menegangkan, dan penuh aksi, hingga kehidupan tenang di balik tembok kubu lawan seperti “Jojo Rabbit”. Hingga kisah sekelompok orang biasa melakukan hal luar biasa seperti dalam serial Netflix, “Transatlantic”.
Kisah perang juga tak melulu angkat semangat nasionalisme yang heroik, melihat satu pihak sebagai korban dan pihak lainnya sebagai tirani. “All the Light We Cannot See” menjadi salah satu drama protrait kehidupan wargan sipil yang berusaha menemukan cahaya di tengah kegelapan perang.
Berbagai kisah, karakter, hingga plot perspektif dalam serial ini disatuan dengan saluran radio yang sama. Menghubungkan setiap karakter meski sifatnya hanya satu arah. Setiap episode juga banyak adegan flashback, namun dieksekusi dengan editing yang rapi serta menghasilkan gaya penceritaan dramatis.
Mungkin bukan cerita yang terlalu besar dan megah untuk menarik pasar mainstream. Namun nilai sentimen dan cerita yang terasa baru dalam skenanya membuat “All the Light We Cannot See” patut menjadi hidden gems dalam koleksi periode drama di Netflix.
Kisah Dramatis Gadis Buta dari Prancis dan Tentara Muda dari Jerman
Marie dan Werner menjadi dua karakter representasi generasi muda dari dua negara berbeda, tumbuh besar saat Perang Dunia II. Marie adalah gadis Prancis yang buta dan sudah tidak memiliki ibu. Namun ia memiliki hubungan yang harmonis dengan ayahnya, seseorang yang bekerja di musem nasional. Sementara Werner adalah bocah jenius yang tinggal di panti asuhan Jerman bersama saudarinya. Sejak kecil, mengutak-atik radio sudah menjadi hobinya.
Meski memiliki dua kehidupan yang berbeda, Marie dan Werner selama bertahun-tahun mendengarkan siaran radio yang sama, saluran di mana seorang ‘Profesor’ bercerita tentang ilmu pengetahuan dan informasi menarik lainnya. Pengalih perhatian dan medium pelarian bagi anak-anak dari suramnya hidup di tengah perang. Meski hampir sepanjang episode keduanya tidak terhubung secara langsung, menarik melihat ikatan yang tercipta di antara mereka hanya karena saluran radio.
Ternyata mendengarkan saluran radio yang sama cukup membuat mereka memiliki prinsip dan pemahaman akan dunia di sekitar mereka yang serupa juga. Bagaimana mereka tidak ditelan oleh kebencian yang sedang menguasai perang, tetap memiliki moral kompas, serta tidak kehilangan diri mereka meski dilumat oleh situasi yang keras.
Penuh Kenangan dan Kehangat, namun juga Mengharukan dan Tragis
“All the Light We Cannot See” memiliki cita rasa akan nostalgia dan sentimen yang kuat. Gagasan bahwa orang-orang terhubungi melalui saluran radio, bahkan bisa mengalahkan patriotisme demi melindungi kenangan masa kecil, merupakan hal yang sepele di tengah ledakan perang namun sangat personal secara bersamaan. Melihat Marie, Werner, hingga kemudian sang ‘Profesor’ terhubung selama ini melalui saluran radio, dan sama-sama mencari perlindungan dari kekalutan pikiran mereka.
Marie memiliki ayah, sementara Werner memiliki saudari satu-satunya, kedua hubungan keluarga ini dipresentasikan dengan menyentuh dan hangat. Bukan perang tanpa plot yang tragis dan mengharukan, ini menjadi elemen emosi yang tidak boleh terlewatkan dari berbagai kisah dari Perang Dunia II. Orang menderita dan kehilangan, namun selagi ada harapan, yang masi bertahan harus bisa melanjutkan kehidupan pasca tragedi.
Secara keseluruhan, “All the Light We Cannot See” merupakan miniseries periode drama yang layak ditonton, terutama buat penggemar tema sejarah dan perang yang tak melulu tentang perjuangan tentara di medan perang.
Hanya disajikan dalam 4 episode, ada harapan dan optimisme yang bisa kita dapatkan dari kisah Marie dan Werner di tengah situasi pelik seperti perang. Sebetulnya cukup relevan dengan keadaan dunia kita saat ini.