“A Girl Walks Home Alone at Night” merupakan film horor berbahasa Persia yang rilis pada 2014 silam. Film arahan sutradara Ana Lily Amirpour ini dipromosikan sebagai film vampir Iran pertama, dibintangi oleh Sheila Vand sebagai sosok yang hanya disebut sebagai Si Gadis (The Girl). Beserta aktor lainnya, Arash Marandi, Marshall Manesh, Dominic Rains, Mozhan Marno, dan Rome Shadanloo.
Film modern hitam putih ini bercerita tentang seorang gadis misterius yang tinggal di Bad City, kota fiksi di Iran, dimana banyak orang kesepian dan terjebak dalam gaya hidup buruk. Si Gadis berkeliaran di malam hari, memperhatikan penduduk Bad City, memutuskan siapa yang pantas menjadi mangsanya.
Meski menggunakan bahasa Persia dan Bad City diklaim sebagai suatu kota di Iran, “A Girl Walks Home Alone at Night” melakukan syuting di Taft, California. Banyak penikmat film yang beranggapan bahwa film ini merupakan film feminis. Dari kesan pertama melihat judulnya, mungkin kita akan berpikir tentang perempuan yang menjadi korban di jalanan sepi Iran di kala gelap.
Menarik ketika menyadari cerita horor ini membawa kita pada subyek yang bertolak belakang dari ekspektasi kita. Dalam sekejap, rasa iba pada Si Gadis pada judul akan berubah menjadi teror yang berbalik pada kita.
Gadis Vampir Pembasmi Kejahatan di Bad City
Jika Gotham City punya Batman, Bad City punya Si Gadis Vampir. Tak hanya vampir haus darah yang memangsa siapa pun yang Ia temui, Si Gadis bisa menjadi sosok malaikat pelindung maupun setan yang meneror penduduk Bad City. Jarang bagi kita menemukan protagonis perempuan dalam film noir, mungkin “A Girl Walks Home Alone at Night” akan menjadi film pertama bagi kita.
Gadis ini tinggal di kota dengan orang-orang kesepian serta terjebak dalam gaya hidup tidak sehat. Mulai dari bandar narkoba yang semenah-menah, wanita murung yang bekerja sebagai prostitusi, atau sekadar pria yang terjebak dalam jurang adiksi. Si Gadis hendak menghapus ‘penyakit’ di Bad City dengan memangsa mereka yang Ia anggap menyalahi moral. Seperti tindakan main hakim sendiri. Namun secara bersamaan, Si Gadis vampir juga akhirnya menjadi bagian dari kejahatan dalam Bad City itu sendiri.
Daripada memaknai film ini sebagai film feminis, “A Girl Walks Home Alone at Night” lebih dari sekadar film horor yang sexist. Amirpour sebagai penulis naskah juga tidak melabeli filmnya demikian, Ia hanya ingin membuat film horor dengan materi referensi yang telah ada.
Mulai dari sinematografi hitam putih ala noir, referensi narasi ala spaghetti western juga sangat terlihat dalam film ini. Kemudian berfusi dengan kebudayaan Iran, menciptakan film noir hibrida baru yang sangat unik. Ada banyak hal teknikal yang bisa diapresiasi dalam film horor daripada sekadar film horor dengan muatan women empowerment.
Formula Horor yang Unik Dalam Mewujudkan Karakter Si Gadis
Si Gadis yang diperankan oleh Sheila Vand dalam film ini memiliki penokohan yang memikat secara motif dan desain visual. Tanpa efek visual yang terlalu dramatis atau tata rias serta kostum yang berlebihan, “A Girl Walks Home Alone at Night” memiliki protagonis yang berhasil membuat penonton merasakan horor. Si Gadis hanya mengenakan t-shirt bergaris, dipadukan dengan celana panjang dan sneakers, memperlihatkan latar karakter yang modern. Ia juga mengenakan jubah-hijab hitam sebagai fashion statement.
Konsep kostum yang sederhana ini berhasil dieksekusi sebagai materi visual horor dengan aplikasi sinematografi hitam putih. Permainan cahaya dan bayangan dalam film ini jelas mengadaptasi film noir klasik. Dengan rumus noir tersebut, Si Gadis selalu tampil seperti sosok anomali dalam setiap frame. Padahal sama sekali tidak menggunakan efek visual, tapi hasilnya membuat kita yakin bahwa Si Gadis bukan manusia dan kita memang sepatutnya merasa was-was.
Ada adegan menarik ketika Si Gadis mendapatkan properti baru yaitu skateboard. Padahal yang kita lihat sebetulnya hanya gadis berhijab yang sedang meluncur dengan papan beroda. Tapi entah mengapa visual memperlihatkan sesuatu yang mengerikan. Semacam gadis vampir berhijab di atas papan seluncur adalah makhluk non manusia baru yang harus kita takuti layaknya kuntilanak atau pocong.
Drama Percintaan yang Memberikan Makna, Lebih dari Sekadar Gimmick Vampir
Genre vampir di budaya pop sepertinya tak pernah lepas dari citranya yang romantis. Makhluk kesepian yang jatuh cinta dengan manusia. Mengalami konflik batin akan mencintai seseorang yang bisa Ia sakiti. Si Gadis dalam kisah ini adalah sosok anti-hero. Ia melihat Bad City sebagai sarangnya para pria kejam dan para wanita yang menyerah pada kejahatan.
Kepercayaannya pada umat manusia sudah tidak ada, atau memang tidak pernah ada sejak awal. Hingga akhirnya Ia bertemu dengan Arash, pemuda berkostum Drakula yang ternyata tidak seburuk yang Ia pikirkan. Keduanya memancarkan aura romansa yang sangat subtle. Tidak ada adegan mesra yang penuh hasrat maupun pernyataan cinta yang dramatis.
Karena pada akhirnya “A Girl Walks Home Alone at Night” tidak ingin fokus pada skenario percintaan manusia dan vampir. Arash menjadi karakter yang menarik dalam kisah Si Gadis. Tanpa Arash, plot dan perkembangan karakter protagonis bisa jadi akan mengalami stagnant. Kehadiran karakter love interest ini justru membuat skenario film memiliki konklusi. Ada titik putar yang membawa petualangan Si Gadis ke arah baru. Karena kalau tidak, film ini hanya akan berisi sekuen perburuan repetitif tanpa objektif yang jelas sebagai penutup cerita.
Secara keseluruhan, “A Girl Walks Home Alone at Night” terbentuk dari banyak referensi film yang telah ada. Mulai dari genre noir, karakter femme fatale, tema horor vampir, dan sosok vigilante ala Batman. Namun, secara ajaib menghasilkan sajian horor vampir hibrida yang terasa original dan baru. “A Girl Walks Home Alone at Night” bisa di-streaming di KlikFilm.