Desain produksi dalam film atau serial adalah kegiatan untuk menciptakan semesta yang mampu menarik penonton masuk dalam dunia fiksi yang mereka lihat, dengan memanfaatkan segala aspek visual. Aspek visual yang biasanya menjadi tanggung jawab langsung divisi desain produksi adalah desain kostum, makeup, desain latar, hingga properti pendukung lainnya. Beberapa judul film yang memiliki desain produksi ikonik adalah “Harry Potter”, “The Hunger Games”, “Star Wars”, dan judul-judul serupa yang ikonik di skena budaya pop.
Desain Produksi yang maksimal dalam serial tidak hanya berdampak pada kesuksesan serial tersebut sebagai karya seni. Namun bisa menciptakan fandom yang besar dan selalu dikenang meski serialnya sudah tamat. Contohnya saja serial seperti “Game of Thrones”, banyak orang ingin tampil seperti Daenerys Targaryen, hingga memilih tema pernikahan yang mengusung dekorasi ala serial berlatar medieval tersebut.
Netflix juga memiliki beberapa serial terbaik yang tak hanya memikat secara naskah, namun juga didukung dengan desain produksi yang dipersiapkan secara matang. Mulai dari drama berlatar kehidupan kerajaan Inggris, hingga drama fiksi ilmiah berlatar post-futuristic yang komikal.
The Crown
Tim desain produksi untuk serial dengan latar belakang sejarah memiliki tugas untuk melakukan riset dalam mewujudkan visual yang mendekati akurat. “The Crown” menjadi serial adaptasi drama keluarga kerajaan Inggris dengan desain produksi terbaik, selalu maksimal setiap kembali dengan musim terbarunya.
Pasti banyak dari kita yang sehabis menonton episode terbaru “The Crown”, akan mencari informasi peristiwa yang menjadi naskah dari episode tertentu. Mulai dari momen pertunangan dan pernikahan Ratu Elizabeth II, dimana kita bisa melihat baju dan latar yang divisualisasikan nyaris serupa dengan aslinya.
Kembali pada musim keempatnya, Emma Corrin sebagai Putri Diana juga tampil dengan berbagai pilihan kostum yang serupa dengan fashion Putri Diana yang sangat ikonik semasa hidupnya. Tak hanya kostum, setiap latar kediaman, interior kerajaan, hingga dokumentasi sejarah yang dipresentasikan dalam setiap epiosde “The Crown” selalu nyaris dengan dokumentasi sejarah aslinya.
Bridgerton
“Bridgerton” mungkin bukan serial adaptasi drama period yang akurat, namun salah satu yang terbaik dengan konsep desain produksi paling berani dan kreatif. Tanpa konsep desain produksi hibridanya yang totalitas, serial ini mungkin hanya berakhir sebagai drama romance period yang hambar. Selain berani pilihan casting dari berbagai ras, “Bridgerton” memberikan potret kecantikan mancanegara yang semarak. Setiap karakter dan keluarga juga tak sekadar tampil dengan gaun era Ratu Charlotte.
Ada identitas tersendiri yang dihadirkan melalui pilihan warna hingga tema desain. Contohnya saja keluarga Bridgerton yang identik dengan pilihan warna lembut seperti biru dan lilac. Sementara keluarga Featherington lebih mencolok cenderung norak dengan pilihan warna panas seperti kuning, oranye, hijau, hingga magenta.
Berapa banyak pesta bangsawan yang diadakan dalam satu season “Bridgerton”? Setiap pesta selalu memiliki tema dan dekorasi venue yang berbeda. Tak ketinggalan setiap karakter utama (bahkan karakter pendukung) tak pernah tampil dengan gaun yang sama. Kecuali putri-putri keluarga Featherington yang brangkut di season kedua, dimana detail ini juga cukup menarik. “Bridgerton” bisa jadi serial andalan Netflix saat ini, bahkan beberapa tahun ke depan jika mereka mampu mempertahankan kualitasnya.
The Umbrella Academy
“The Umbrella Academy” sudah menjadi semacam MCU-nya Netflix. Komik superhero hasil imajinasi Gerard Way ini memang sudah tepat untuk diwujudkan sebagai proyek live-action di Netflix. Platform hiburan hibrida yang berani menghadirkan proyek eksperimental dalam katalognya. Mulai dari season pertama, segala atribut yang dibutuhkan untuk menghidupkan Umbrella Academy miliki Sir Reginald Hargreeves telah dieksekusi sesuai dengan ekspektasi penggemar komiknya. Mulai dari desain karakter Reginald Hargreeves, kemudian seragam dan kediaman Umbrella Academy. Jangan lupa dengan The Handler yang selalu tampil dengan kostum haute couture-nya.
Menuai kesuksesan di musim pertama, “The Umbrella Academy” Season 2 tak hanya memiliki naskah yang lebih menarik, namun juga didukung dengan desain produksi yang lebih maksimal. Berlatar di Amerika pada tahun 60an, mulai dari panorama kota dan pemilihan kostum juga disesuaikan dengan trend retro pada era tersebut.
https://youtu.be/hs6alRuY1UU
Squid Game
Rilis pada September 2021 kemarin, “Squid Game” menjadi serial paling fenomenal yang masih segar diingatan hingga saat ini. Kesuksesan serial bertema survival death game ini juga tidak akan sebesar sekarang tanpa desain produksinya yang ikonik. Sutradara Hwang Donghyuk memiliki visi awal tentang ironi sekelompok orang dewasa yang bermain permainan tradisional anak-anak dengan taruhan nyawa.
Kekontrasan tersebut tervisualisasi dengan sempurna dengan latar arena bermain dengan warna vibrant, yang kemudian akan bersimbah darah. Begitu juga pilihan kostum para pemainnya yang serupa dengan seragam olahraga anak sekolah.
Entah disengaja atau tidak, meledaknya “Squid Game” pada bulan September berdampak pada perayaan paling populer di bulan Oktober. Halloween tahun lalu lantas dimeriahkan oleh banyak orang, baik penonton biasa hingga kalangan selebriti yang memilih tampil dengan kostum bertema “Squid Game”. Belum genap sebulan, serial asal Korea Selatan ini sudah menjadi ikon dalam budaya pop modern yang fenomenal. Hal tersebut merupakan salah satu bukti berhasilnya tim desain produksi dalam menciptakan semesta yang immersive dalam suatu serial.
The Witcher
“The Witcher” mungkin bukan serial fantasi terbaik periode ini, namun menjadi yang tersukses di Netflix hingga mendapatkan season kedua. Desain produksi serial ini masih lebih unggul jika dibandingkan dengan serupa dalam platform yang sama seperti “Cursed” (2020) dan “Shadow and Bone” (2021).
Diadaptasi dari game bergenre petualangan fantasi, “The Witcher” tak hanya memiliki deretan cast yang telah berhasil memikat penonton, desain produksinya juga telah dieksekusi sesuai ekspektasi. Mulai dari pemilihan kostum khas fantasi yang diakselerasi dari referensi materi sumbernya.
Maniac
“Maniac” merupakan Netflix Series Original yang cukup underrated. Dibintangi oleh Emma Stone dan Jonah Hill, serial ini bergenre drama fiksi ilmiah latar post-futuristic. Plot berpusat pada sebuah praktek terapi khusus, dimana sekelompok ilmuwan sedang mengembangkan metode penyembuhan psikologi menggunakan pil dan simulasi rekayasa kesadaran.
Dalam kisah ini, kita akan melihat dua karakter utama terjebak dalam berbagai latar cerita berbeda dalam simulasi. Mulai dari pasangan suami istri di era 80an, agen rahasia Rusia, hingga petualangan di dunia fantasi.
Tak hanya sinematografinya yang telah dieksekusi dengan baik, desain produksi miniseries karya Cary Joji Fukunaga ini juga layak menjadi ikon budaya pop. Mulai dari desain institusi dan lab percobaan yang, kostum pasien dan ilmuwan, hingga desain latar panorama kota post-futuristic yang sekelas dengan produksi film fiksi ilmiah box office.
“Maniac” merupakan salah satu serial Netflix original, seperti “Squid Game”, tanpa materi adaptasi. Semua visualisasi produksi yang kita lihat dari serial ini merupakan imajinasi kreatif dari creator serial yang berhasil dieksekusi oleh tim desain produksi. “Maniac” terasa seperti adaptasi komik dengan visual dan penokohan karakter yang ikonik. Seharusnya bisa lebih populer lagi dan memiliki fandom di budaya pop yang bertahan lama.