Connect with us
5 Combo Film Terbaik yang Saling Melengkapi
Image via r/fanart

Cultura Lists

5 Combo Film Terbaik yang Saling Melengkapi

Bukan sekuel, namun saling melengkapi untuk memahami isu dan peristiwa.

Film berkelanjutan atau sekuel sudah menjadi format yang biasa. Namun, bagaimana ketika dua film berbeda bisa menjadi combo yang melengkapi? Film telah menjadi media alternatif untuk menyuarakan isu tertentu. Menghibur, mengedukasi, sekaligus menambah wawasan penontonnya memiliki naskah yang berkualitas.

Tidak hanya melalui film, ada banyak film dengan konten sama namun memiliki perspektif berbeda. Jika kita cocok-cocokan, ada banyak combo film menarik yang bisa memberikan pemahaman maksimal dari berbagai sudut pandang.

Setiap film dalam daftar berikut diciptakan oleh sutradara dan penulis naskah yang berbeda. Beberapa darinya bahkan memiliki jarang perilisan yang sangat jauh. Uniknya, film-film berikut bisa menjadi extended entertainment yang menarik jika ditonton dalam jeda waktu yang dekat. Berikut beberapa rekomendasi combo film yang memiliki naskah saling melengkapi untuk memahami isu dan peristiwa tertentu.

The Assistant (2019) & Promising Young Woman (2020)

Topik: Isu #metoo

“The Assistant” merupakan film non-dokumenter pertama yang disutradarai oleh Kitty Green. Namun, sikapnya sebagai sutradara yang menjunjung realisme masih sangat terlihat dalam film ini.

Dibintangi oleh Julia Garner sebagai Jane, Ia bekerja sebagai asisten baru seorang sutradara pria di rumah produksi besar. Film drama dengan isu pelecehan seksual pada perempuan ini menunjukan realita terburuk. Dimana Jane sebagai saksi mata tidak berdaya untuk menegakan keadilan.

Sementara “Promising Young Woman” menjadi film balas dendam buat kita yang patah hati dengan kisah Jane. Film debut Emerald Fennell sebagai sutradara satu ini menggunakan pendekatan yang lebih berani.

Seakan film bisa menjadi media dimana Fennell melampiaskan amarahnya menanggapi pelecehan seksual pada perempuan. Memperlihatkan seberapa besar harga yang harus yang dibayar protagonis untuk menegakan keadilan.

Apollo 10 ½ (2022) & Summer of Soul (2021)

Topik: Perbedaan euforia peristiwa pendaratan di bulan antara penduduk kaukasia dan Afrika-Amerika

“Apollo 10 ½ : A Space Age Childhood” merupakan film semi biografi animasi dari Richard Linklater. Stanley akan menceritakan masa kecilnya di Houston, Texas pada 1960-an. Selain nostalgia masa kecil Stanley seperti anak pada umumnya, Ia juga menceritakan euforia menjelang misi Apollo 11 pada musim panas, Juli 1969.

Kita bisa melihat bagaimana keluarga kaukasia seperti Stanley, duduk di ruang keluarga bersama-sama. Merayakan pencapaian terbesar umat manusia pada masanya. Bahwa momen tersebut menjadi momen terpenting di Amerika saat itu.

Ternyata, tidak semua penduduk Amerika memiliki prioritas yang sama untuk merayakan pendaratan di bulan. Penduduk Afrika-Amerika lebih memiliki berdiri di tengah terik matahari, berdendang dan bernyanyi di Harlem Cultural Festival. Diselenggarakan dalam pekan yang sama dengan misi Apollo 11.

Sayangnya festival mereka tidak diterima oleh stasiun manapun untuk tayang di televisi. Baru setelah 50 tahun, “Summer of Soul” menjadi film dokumenter yang membuat kita melihat, ada momen yang tak kalah seru dengan menonton pendaratan di bulan. Ada adegan potongan wawancara dari festival tersebut yang akan kita lihat juga dalam “Apollo 10 ½”. Menjadi adegan parallel kecil yang menarik jika dilihat dalam perspektif yang lebih luas.

Posesif (2017) & Fear (1996)

Topik: Peran orang tua dalam mencegah hubungan toxic pada remaja. 

“Posesif” merupakan film drama remaja yang ditulis oleh Ginatri S. Noer. Bercerita tentang dua remaja yang dimabuk asmara untuk pertama kalinya, Lala (Putri Mariano) dan Yudhis (Adipati Dolken). Mereka terjebak dalam hubungan yang mengekang dan rumit ketika Yudhis menunjukan sifat posesif. Keduanya sama-sama mengalami dilema dan kekalutan emosi. Karena tidak memiliki support system yang kuat dari keluarga masing-masing. Dimana Lala dan Yudhis dibesarkan oleh orang tua tunggal.

Intisari tersebut mungkin luput dari perhatian penonton “Posesif” pada umumnya. Bahwa alasan Lala dan Yudhis berat melepas satu sama lain, karena mereka tidak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang yang maksimal di rumah.

“Fear” mungkin bukan film thriller klasik terbaik yang pernah ada, namun bisa menjadi contoh sempurna untuk menandingi orang tua dalam “Posesif’. Film yang dibintangi oleh Mark Wahlberg dan Reese Witherspoon juga mengangkat isu pasangan yang posesif. Bedanya, Steve Walker (William Petersen) menjadi figur ayah yang memberikan perlindungan dan kasih sayang maksimal untuk mencegah anaknya jatuh dalam hubungan yang berbahaya.

Dunkirk (2017) & Darkest Hour (2017)

Topik: Pertempuran di Dunkirk dari dua sudut pandang berbeda. 

Pertempuran di Dunkirk merupakan salah satu peristiwa bersejarah dalam sekuen Perang Dunia II. Pada 1940, pasukan Inggris bersama aliansinya, Prancis dan Belgia, terjebak di tepi pantai Dunkirk, Prancis Utara. Mereka dalam keadaan terpojok bahkan mendekati skenario terburuk karena mendapatkan serangan udara dari Jerman.

Melalui “Dunkirk”, kita melihat peristiwa tersebut di lapangan. Dimana pasukan Inggris dan aliansinya tidak bisa melakukan apapun selain menunggu misi evakuasi dari negara. Mereka juga dihantui asumsi buruk bahwa negara tidak akan mengambil resiko untuk mengevakuasi mereka.

Sementara dalam film biopik “Darkest Hour”, kita akan melihat usaha diplomatik mati-matian dari Winston Churchill untuk mengevakuasi pasukannya. Ia dihadapkan pada dua pilihan; menandatangani perdamaian dengan Jerman atau terus berperang hingga Adolf Hitler dikalahkan. Dari kedua film sejarah ini, kita bisa melihat urgensi yang sama dalam situasi perang. Baik pada pasukan yang berjuang di medan perang dengan senjata, maupun pejabat negara dengan usaha diplomatik mereka.

Downfall (2004) & Jojo Rabbit (2017)

Topik: Kematian Adolf Hitler dan akhir Perang Dunia II. 

Satu lagi dua combo film yang menarik untuk ditonton dalam jeda waktu dekat adalah “Downfall” dan “Jojo Rabbit”. Keduanya mungkin memiliki konsep naskah dan produksi yang kontras satu sama lain. Namun secara keseluruhan memberikan gambaran besar situasi di Jerman dari dua sisi. Saat-saat terakhir Hitler di persembunyian dan Jojo sebagai representasi penduduk Jerman yang menaruh kepercayaan pada Hitler.

“Downfall” merupakan drama suram tentang saat-saat terakhir Adolf Hitler bersama pengikut setianya di bunker. Film ini memiliki vibe yang sangat depresif dengan sekuen bunuh diri. Hitler memilih untuk bunuh diri bersama istri dan anjing kesayangannya daripada menjadi tahanan perang.

Sementara “Jojo Rabbit” bercerita tentang seorang bocah penggemar berat Hitler. Ia bahkan memiliki Hitler sebagai teman imajinasinya. Simbol dari bocah Jerman yang telah dicuci otaknya untuk membenci orang Yahudi. Latar kisah Jojo merupakan situasi Jerman di permukaan menuju akhir Perang Dunia II. Kita akan melihat saat-saat terakhir Jojo mulai merasakan kekejaman perang menuju akhir cerita. Kematian Hitler juga menjadi momen yang mengejutkan dari sudut pandang Jojo. Kemudian menjadi awal terpojoknya pasukan dan penduduk Jerman setelah ditinggal oleh Hitler.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect