‘The Stoning of Soraya M.’ adalah film drama yang dirilis pada tahun 2008 dan disutradarai oleh Cyrus Nowrasteh. Berdasarkan buku karya jurnalis Prancis-Iran Freidoune Sahebjam, film ini mengangkat kisah nyata yang terjadi di Iran pada tahun 1986.
Ini adalah narasi brutal dan memilukan tentang seorang wanita, Soraya Manutchehri, yang menjadi korban sistem hukum yang korup dan misoginis, serta dijadikan kambing hitam dalam permainan kekuasaan dan ego laki-laki. Disampaikan melalui sudut pandang Zahra (diperankan oleh Shohreh Aghdashloo), bibinya yang berani menceritakan tragedi ini kepada dunia, film ini menjadi suara bagi mereka yang dibungkam oleh sistem patriarki ekstrem.
Plot dibuka dengan kedatangan Freidoune Sahebjam (James Caviezel), seorang jurnalis asing yang mobilnya mogok di desa kecil Iran. Di sana, ia bertemu dengan Zahra, yang dengan penuh keberanian menceritakan kisah keponakannya, Soraya. Melalui kilas balik yang intens, kita diperlihatkan bagaimana Soraya, seorang ibu dari empat anak, dituduh berselingkuh oleh suaminya yang ingin menikahi gadis remaja.
Karena tidak bisa bercerai tanpa membayar mahar, suaminya menggunakan fitnah dan kekuasaan ulama desa untuk menjebak Soraya dalam tuduhan palsu. Tuduhan ini berujung pada hukuman rajam yang dijalankan secara publik.
Struktur naratif film ini linear dengan penyisipan flashback yang terhubung dengan wawancara antara Zahra dan jurnalis. Gaya ini membuat cerita terasa lebih dokumentatif sekaligus dramatis, membangun rasa marah dan empati penonton secara bertahap.
Naskah yang ditulis oleh Nowrasteh, berdasarkan buku Sahebjam, menghindari dramatisasi yang berlebihan. Dialog-dialognya kuat, lugas, dan emosional, khususnya dalam momen konfrontatif antara Zahra dan para pejabat desa. Skenario ini tidak hanya menyoroti tragedi pribadi, tetapi juga menyajikan kritik tajam terhadap sistem hukum dan budaya yang memungkinkan kekerasan atas nama kehormatan.
Sinematografi film ini diarahkan oleh Joel Ransom dengan pendekatan realis. Palet warna didominasi nuansa cokelat dan abu-abu, menciptakan atmosfer kering, muram, dan menindas yang merefleksikan suasana desa yang tertutup dan represif.
Adegan rajam di akhir film adalah salah satu momen sinematik paling mengerikan dan emosional yang pernah ditampilkan di layar. Kamera tidak menjauhkan penonton dari kekejaman, namun juga tidak mengeksploitasi kekerasan demi efek dramatis. Ini menciptakan dampak emosional yang kuat dan menyakitkan.
Aktris Mozhan Marnò memberikan penampilan memukau sebagai Soraya, meskipun dengan dialog yang terbatas. Ekspresi wajahnya dan bahasa tubuhnya menyampaikan penderitaan dan ketabahan yang mendalam. Namun sorotan utama jatuh pada Shohreh Aghdashloo sebagai Zahra—penuh kekuatan, kegetiran, dan keberanian.
Karakternya menjadi pilar moral dalam cerita dan mewakili suara wanita-wanita yang selama ini terbungkam. James Caviezel juga memainkan perannya dengan cukup solid sebagai jurnalis asing, meskipun fungsinya lebih sebagai pengantar narasi.
Tema dan Pesan Moral
‘The Stoning of Soraya M.’ adalah film tentang keadilan, keberanian, dan pengkhianatan. Ia memaparkan bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan untuk menindas yang lemah, khususnya perempuan dalam masyarakat patriarkal. Film ini juga merupakan peringatan akan pentingnya kebebasan pers dan suara individu dalam membongkar ketidakadilan yang sistemik.
‘The Stoning of Soraya M.’ bukanlah film yang mudah ditonton, tetapi justru karena itulah ia penting. Ia menyuguhkan realitas pahit yang seringkali tersembunyi dari dunia luar, namun tetap terjadi hingga hari ini di beberapa bagian dunia. Dengan sinematografi yang kuat, naskah yang jujur, dan penampilan akting yang luar biasa, film ini berhasil menyampaikan pesan kemanusiaan dengan cara yang menggugah dan tak terlupakan.
Film ini adalah panggilan nurani bagi penonton untuk tidak membiarkan ketidakadilan tetap diam. Sebuah karya yang menyakitkan, namun sangat perlu disaksikan.
