Komedi dan tragedi sekilas tampak seperti dua genre yang berlawanan dalam spektrum emosional, namun dunia hiburan kerap memiliki cara unik dalam menyatukan kedua genre ini menjadi sajian baru dengan niche yang spesifik.
Film komedi tragedi merupakan film dengan naskah yang diracik sedemikian rupa untuk menunjukan lelucon dalam suatu tragedi. Biasanya dalam skenario cobaan kehidupan yang sering membuat kita berpikir bahwa kehidupan sedang mempermainkan kita.
Sudah bukan hal aneh lagi, banyak dari kita menggunakan komedi sebagai salah satu metode pertahanan ketika sedang mengalami kesulitan dalam kehidupan. Kalau kata Joker, ‘I used to think that my life was a tragedy. But now I realize, it’s a comedy’. Berikut sederet rekomendasi film komedi tragedi yang mampu membuat kita tertawa hingga terharu dalam usaha memahami kehidupan.
A Serious Man (2009)
“A Serious Man” merupakan film komedi tragedi yang disutradarai oleh Coen bersaudara. Berlatar pada 1967, mengikuti kisah Larry Gopnik, seorang profesor fisika yang kehidupannya sedang menghadapi serangkaian krisis pribadi dan profesinal. Naskah film ini kental dengan nuansa black comedy yang berpadu dengan elemen filsafat, bicara tentang ketidakpastian masa depan, kepercayaan, dan pencarian makna kehidupan dari dunia yang terkadang terasa absurd.
Coen bersaudara dengan lihai menggabungkan tragedi dan komedi dalam naskah film ini, kemudian menantang penonton untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan seputra eksistensial kehidupan. Film ini membawa kita dalam pencarian akan jawaban dalam alam semesta yang tidak terduga.
Lars and the Real Girl (2007)
Dibintangi oleh Ryan Gosling, ia berperan sebagai Lars Lindstrom, seorang pria introvert dan pemalu yang suatu hari memperkenalkan kekasih barunya, Bianca, boneka seks seukuran manusia.
Kita akan melihat keanehan dalam kisah Lars dan Bianca dari sudut padanang orang ketiga, membuat kita semakin mempertanyakan apa yang sebetulnya terjadi pada Lars? Lucunya, keluarga dan penduduk kota kecil dimana Lars tinggal sepakat untuk bermain peran seakan-akan Bianca adalah gadis sungguhan.
Bicara tentang isu kesehatan mental kerap menjadi topik yang berat dan sulit. Oleh karenaa itu, tak jarang sineas melakukan pendekatan dengan sentuhan komedi seperti “Lars and the Real Girl”. Film ini hendak membahas isu kesehatan mental secara subtle, terutama tentang kesepian dan kesulitan seseorang dalam usaha memulai hubungan eksternal dengan manusia lainnya.
Little Miss Sunshine (2006)
“Little Miss Sunshine” merupakan paket lengkap film bertema road trip hingga skenario keluarga difungsional. Plot utamanya adalah mengantar putri termuda dalam keluarga Hoover untuk mengikuti kontes kecantikan anak-anak. Setiap karakter dalam skenario ini memiliki perjuangan dan tragedinya masing-masing.
Mulai dari paman Frank yang baru saja gagal bunuh diri setelah patah hati, Dwayne putra yang sedang berikrar untuk tidak bicara sampai masuk akademi AU, sang ayah yang bisnisnya tidak menentu, dan ibu yang kelelahan bekerja dan mengurus rumah tangga.
Namun, pada akhirnya, “Little Miss Sunshine” tak hanya membuat kita tertawa dengan berbagai kesialan konyol yang mereka lalui selama perjalanan. Ada pula pelajaran kehidupan tentang merelakan sesuatu, penerimaan diri, dan kehadiran keluarga sebagai pendukung yang mengharukan.
Hello Ghost (2010)
Sebelum di-remake sebagai film drama Indonesia, “Hello Ghost” merupakan film komedi tragedi asal Korea Selatan. Bercerita tentang pria yang gagal bunuh diri karena merasa kesepian dalam hidup, seelah bangun di rumah sakit, ia mendapati dirinya ‘ketempelan’ oleh sekeluarga hantu yang tak kunjung meninggalkannya setelah tragedi tersebut.
“Hello Ghost” juga menjadi film drama yang hendak mengangkat isu kesehatan mental, terutama tentang depresi yang diakibatkan oleh trauma masa lalu dan rasa kesepian. Dibalut dalam konsep skenario fantasi yang humoris dan unik. Awalnya terlihat lucu dan absurd, hingga akhirnya memberikan plot twist yang mengharukan.
Silver Linings Playbook (2012)
Film yang mengantarkan Jennifer Lawrence pada piala Oscar pertamanya sebagai Best Actress, “Silver Linings Playbook” juga dibintangi oleh Bradley Cooper sebagai pria yang baru saja pulang dari rehabilitasi mental setelah mengalami isu mental pasca bercerai dengan istri pertamanya.
Disutradarai oleh David O. Russell, film ini secara indah menggabungkan komedi, drama, dan romansa dalam menjelajahi tema kesehatan mental, penerimaan, dan pencarian kebahagiaan sejati.
Dengan penampilan luar biasa dalam penggambaran otentik akan trauma, kelinglungan pasca tragedi, dan usaha untuk bangkit yang tidak muluk-muluk, namun realistis. “Silver Linings Playbook” adalah film yang mengharukan sekaligus mampu memberikan semangat pada penonton yang merasa relevan dengan kisah karakternya.
The Favourite (2018)
Berlatar pada abad ke-18, film ini mengangkat pertarungan kekuasaan dan dinamika kompleks di dalam istana Ratu Anne di Inggris. Dibintangi oleh tiga aktris berbakat dengan penampilan dan chemistry persaingan dan cinta yang sempurna, antara Olivia Colman, Rachel Weisz, dan Emma Stone.
Disutradarai oleh Yorgos Lanthimos, film ini lihai dalam menyatukan black comedy, intrik politik, dan hubungan personal tak biasa antara seorang Ratu dengan pelayan setianya. Mengeksplorasi tema manipulasi emosi dan ambisi di antara perempuan dalam “cinta” segitiga yang unik. Bukan romansa atau kisah cinta sesuai asumsi penonton sebelum menonton film ini.
Penampilan Olivia Colman sebagai Ratu Anne saja sudah menjadi jantung tragedi komedi dalam naskah “The Favourite”. Konsep tentang Ratu yang tidak stabil lepas dari kuasa besar yang ia miliki. Terkadang membuat kita tertawa, terkadang membuat kita kasihan.
Jojo Rabbit (2019)
Banyak penonton yang mengira “Jojo Rabbit” adalah film keluarga yang lucu dan penuh kekonyolan dalam dunia anak yang kebetulan adalah penggemar Adolf Hitler. Pada film arahan Taika Waititi ini mengandung kisah tragedi Perang Dunia II yang terlalu mematahkan hati untuk harus dialami oleh bocah semuda Jojo Betzler yang diperankan oleh Roman Griffin Davis.
“Jojo Rabbit” memberikan pengalaman menyimak kisah Perang Dunia II dari sudut pandang yang sangat menarik dan jarang diangkat dalam film bertema serupa. Yaitu sudut pandang perang dari mata seorang anak kecil dari kubu Nazi. Dikemas dalam naskah witty comedy ala Taiki Waititi yang khas, namun juga memiliki elemen melankolis tragedi yang dijamin bikin patah hati dan terharu.
Limbo (2020)
“Limbo” merupakan film komedi tragedi Inggris yang disutradarai oleh Ben Sharrock. Mengikuti kisah seorang pemuda Syrian yang mengungsi di suatu pulai terpencil di Skotlandia. Bersama dengan pengungsi lainnya, ia tinggal di suatu properti dalam ketidakpastian dan fasilitas ala kadarnya. Sambil menunggu suaka yang mampu memberinya kesempatan untuk memulai hidup baru di mainland.
Sesuai dengan judulnya, film ini memiliki visual yang indah namun juga terasa absurd dan ‘kosong’ seperti di sedang berada dalam limbo. Menjadi simbolis kehidupan protagonis dalam ketidakpastian. Film ini memadukan komedi dan tragedi dengan sempurna dengan cita rasa humor british yang khas.
The Banshees of Inisherin (2022)
Dibintangi oleh Colin Farrell dan Brendan Gleeson, “The Banshees of Inisherin” bercerita tentang pasangan sahabat, Padraic dan Colm yang tak lagi bersahabat. Suatu Colm memutuskan untuk berhenti berinterkasi dengan Padraic yang tidak terima dengan status persahabat mereka yang tiba-tiba harus diakhiri.
Berlatar di pulau terpencil yang awalnya tampak damai dan indah, perkembangan kisah Padraic dan Colm lama-lama semakin membuat kita merasa terjebak, terisolasi, dan muram dalam skenario yang disajikan.
The French Dispatch (2021)
Wes Anderson populer dengan ciri khas sebagai sutradara dengan sinematografi simetri dan penerapan warna pastel yang ceria. Padahal, banyak materi naskah yang ia tulis mengandung kisah tragedi. Salah satunya adalah “The French Dispacth”. Ketika seorang kepala redaksi koran meninggal, tim jurnalis mereka memutuskan untuk merilis edisi terakhir sebelum menuntup usaha mereka.
“The French Dispatch” merupakan surat cinta Wes Anderson untuk dunia jurnalisme. Layaknya koran, film ini terangkai dari berbagai kisah semacam antologi yang mengandung tragedi. Mulai dari kisah narapidana yang pandai melukis, kisah penculikan anak komisaris kepolisian, hingga aksi protes pelajar. Tentunya, setiap kisah tragedi dibawahkan dengan narasi quirky dan humoris ala Anderson.