“Annarasumanara” merupakan salah satu komik terbaik dalam platform Webtoon yang debut pada 2010 silam. Komik karya Ha Il-kwon ini tak hanya memiliki cerita slice of life yang menyentuh hati dan penuh pembelajaran, artwork dari “Annarasumanara” berpadu sempurna dengan narasinya. Menciptakan puisi visual yang menakjubkan dan sulit untuk digantikan. Melihat visualnya kita akan dibuat percaya dengan sihir yang dipertunjukan oleh sang pesulap misterius.
Mengangkat komik tersebut menjadi projek yang cukup ambisius. Desain produksi yang menandingi materi sumbernya harus memenuhi ekspektasi penggemar Webtoon klasik ini. Setelah mengangkat judul klasik seperti “All of Us Are Dead” hingga “Tomorrow”, kini giliran “The Sound of Magic” yang mewarnai Netflix.
K-drama terbaru ini di bintangi oleh Choi Sung-eun sebagai Yoon Ah-yi, Ji Chang-wook sebagai sang pesulap, dan Hwang In-youp sebagai Na Il-deung. Ah-yi adalah remaja harus dewasa lebih cepat karena kehidupan yang keras. Sementara seorang pesulap misterius di atas bukit tak ingin beranjak dari keriangan bagai anak-anak. Keduanya bertemu dan mulai menguak sisi lain dalam kehidupan mereka.
Serial Adaptasi Komik yang Berusaha Menandingi Estetika Materi Sumbernya
Ketika “The Sound of Magic” diumumkan sebagai project k-drama, pertanyaan pertama bagi penggemar komiknya pasti; bagaimana mereka akan menandingi keindahan visual komiknya? “Annarasumanara” adalah komik yang mampu menghadirkan nuansa immersive meski hanya melalui gambar 2D. Ada keajaiban di udara yang bisa dirasakan oleh penggemar ketika membaca komik tersebut pada masanya. Sensasi tersebut ingin dihidupkan oleh versi dramanya dengan mengekseskui “The Sound of Magic” sebagai k-drama musikal. Sesuatu yang jarang kita temukan setiap hari dalam skena hiburan ini.
Sambil menyimak kisah Ah-yi bersama sang pesulap, kita akan menikmati sajian musikal pada setiap episodenya. Setidaknya dalam setiap episode dan dua lagu yang dibawakan oleh masing-masing karakter secara bergantian.
Sajian musikal juga menjadi kesempatan untuk membangkitkan visual dengan sinematografi yang dramatis. Terlihat usahanya untuk menghadirkan keajaiban visual yang vibrant dan magical. Bagi kita yang menyukai drama musikal, “The Sound of Magic” bisa menjadi hiburan k-drama dengan nuansa baru.
Coming of Age dan Quarter Life Crisis
Ah-yi dan sang pesulap menjadi dua karakter utama yang mendominasi cerita dengan kekontrasan mereka. Ah-yi adalah remaja perempuan yang harus memiliki tanggung jawab di usia muda. Dimana seharusnya Ia fokus belajar atau menikmati masa remaja dengan bersenang-senang. Ia justru harus bekerja, menafkahi adiknya, hingga pasang badan ketika ada penagih hutang yang mencari ayahnya.
Pandangan-pandangan Ah-yi sebagai remaja yang dewasa lebih cepat juga menarik untuk disimak. Misalnya saja, ketika Ia mengungkapkan bahwa Ia menyukai matematika karena ilmu tersebut selalu memiliki jawaban yang pasti, tidak seperti sulap yang penuh trik dan tipu muslihat.
Sementara sang pesulap yang terlihat jauh lebih dewasa dari Ah-yi tampak bebas menghabiskan waktu seharian di taman bermain terbengkalai. Layaknya Peterpan di Neverland. Tidak memiliki pekerjaan yang ‘normal’, setidaknya menurut Ah-yi.
Akan ada twist pada perkembangan kisah sang pesulap yang cukup bikin patah hati. Bukan dalam skenario percintaan, namun tentang kehidupan dari pesulap misterius itu sendiri. Buat yang sama sekali tidak membaca komiknya, “The Sound of Magic” patut disimak hingga akhir.
Skenario Percintaan yang Terlalu Dini dan Bumbu Intrik dengan Teman Sekelas
Sebagai sajian k-drama, skenario tidak akan terasa lengkap tanpa skenario percintaan dan bumbu intrik yang pedas. Berbeda dengan materi sumbernya, pada episode awal, Ah-yi sudah langsung dijodohkan dengan karakter pendukung, Il-deung. Hingga akhirnya timbul skenario cinta segitiga, bukan sesuatu yang mengejutkan lagi dalam k-drama. Membuat serial ini sedikit kehilangan originalitas.
Kehidupan Ah-yi tanpa sentuhan intrik dengan teman sekelasnya saja sudah sulit. Ditambah dengan skenario tersebut akan membuat kita merasa terlalu iba dengan Ah-yi. Dimana muncul karakter antagonis, teman sekelas perempuan yang kaya. Hadir untuk mengusik atau sekadar melakukan eksperimen kecil yang bersifat perundungan. Dua elemen tambahan dalam skenario k-drama adaptasi ini hanya membuat naskah tetap memiliki plot generik.
“The Sound of Magic” merupakan k-drama musikal yang menyajikan pengalaman visual berbeda dengan judul-judul pada umumnya. Naskah slice of life-nya menyajikan materi yang mendalam tentang jatuh bangun dalam menjalani kehidupan. Baik untuk seorang remaja maupun kita yang sudah dewasa. Meski dengan segala plot yang penuh musibah dan kesulitan, “The Sound of Magic” memiliki akhir cerita yang heartwarming bagi penontonnya.
