Connect with us
The Midnight Club
Netflix

TV

The Midnight Club Review: Segala Jenis Genre Horor Hadir dalam Serial Ini

Terapi horor yang menghibur sekaligus memberikan pelajaran tentang menerima nasib.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“The Midnight Club” merupakan serial horor terbaru yang sedang trending di Netflix. Serial ini diangkat dari novel bertajuk serupa karya Christopher Pike. Datang dari sutradara yang punya reputasi baik di Netflix, Mike Flanagan, ekspektasi besar menghantui serial ini. Apalagi setelah kesuksesan sebelumnya, “Midnight Mass” sebagai salah satu Netflix Original Series terbaik pada 2021.

Jangan memiliki ekspektasi yang serupa, serial terbaru ini bisa jadi salah satu judul dengan tema yang sedikit berbeda dari karya Flanagan sebelumnya. Vibe yang sama bisa timbul karena sinematografi dan beberapa aktor yang familiar dari project sebelumnya.

Namun secara keseluruhan tema, “The Midnight Club” lebih didominasi dengan genre 90s teen scream. Ilonka (Iman Benson) adalah perempuan terpandai dan bersiap menyongsong masa depannya di universitas terbaik. Namun, setelah mendapat diagnosa kanker tiroid, Ia mencari kesembuhan dengan mendaftar diri ke Brightcliffe. Dimana remaja seusianya mendapatkan perawatan fisik dan psikis sebagai pasien penyakit terminal.

Ia juga akhirnya berteman dengan remaja-remaja lainnya dan bergabung dalam ‘Midnight Club’, pertemuan rahasia di perpustakaan setiap tengah malam, dimana setiap remaja menciptakan ‘hantu’ dengan cerita horor.

The Midnight Club

Kisah Sekelompok Remaja dengan Diagnosis Penyakit Terminal

Layaknya serial remaja pada umumnya, “The Midnight Club” memiliki deretan karakter remaja dengan berbagai kepribadian. Ilonka adalah perempuan yang mengaku cerdas dan memiliki rasa penasaran tinggi. Kemudian ada mantan atlet, Kevin (Igby Rigney) yang mengidap leukimia, Anya (Ruth Codd) yang sarkastik, Sandra (Annarah Cymone) yang religius, Spencer (Chris Sumpter) remaja pengidap AIDS, Amesh (Sauriyan Sapkota) si gamer, Cheri (Adia) si pembohong patologi, dan Natsuki (Aya Furukawa) yang mengidap depresi sekaligus kanker terminal.

Setiap karakter remaja memiliki latar belakang dan kisah yang cukup membuat penonton terikat pada mereka sebagai anggota Midnight Club.

Dari setiap karakter kita juga bisa melihat bagaimana setiap pasien penyakit terminal bersikap terhadap realita. Ilonka sebagai pasien baru masih memiliki semangat untuk sembuh, menjadi sumber kekesalan bagi Anya yang sudah pasrah dengan nasibnya. Ia telah menjalani berbagai pengobatan, terapi, dan banyak remaja-remaja sebelumnya meninggal di Brightcliffe. Sementara remaja religius seperti Sandra memiliki energi positif dan pengharapan pada Tuhan untuk menyembuhkannya.

Brightcliffe pun memiliki prinsip yang cukup menarik sebagai latar cerita. Dimana institusi perlindungan ini tidak mengajak pasiennya untuk melawan penyakitnya, seperti kampanye kesehatan pada umumnya. Brigthcliffe ingin membimbing setiap pasien untuk menerima nasib mereka dan menjalani kehidupan selagi ada daripada mengkhawatirkan kematian yang siap menjemput kapan saja.

The Midnight Club

Serial Horor Semi Anthology Sajikan Berbagai Jenis Genre Horor

“The Midnight Club” menjadi serial horor semi anthology yang mengandung berbagai genre horor untuk disimak. Brightcliffe sebagai latar dari plot utama memiliki misterinya sendiri untuk diungkap. Namun konsep ‘Midnight Club’ dalam serial ini secara tidak langsung menciptakan presentasi seperti serial horror anthology.

Setiap episode, kita akan menyimak setiap karakter membawakan cerita-cerita karangan mereka sendiri yang berbeda-beda.
Hati-hati pada episode pertama, episode tersebut menjadi yang paling banyak jumpscare-nya.

Episode pertama “The Midnight Club” sendiri kini tercatat dalam Guinness World Record sebagai episode serial dengan jumpscare terbanyak. Mungkin akan membuat kesal penonton yang tidak terlalu menyukai jumpscare, karena pada adegan tertentu akan terasa sangat melelahkan. Bisa lebih dikategorikan sebagai parodi namun pada akhirnya benar bikin jantung loncat karena audionya yang keras juga. Namun, jangan langsung ill feel, episode-episode-nya tidak terlalu banyak jumpscare lagi.

Selain horror jumpscare klasik, ada sajian horror slasher, kisah tentang pembunuh berantai, kisah balas dendam, penyihir, sekte, hingga horor fiksi ilmiah. Seperti menjadi bagian dari Midnight Club, kita juga dibuat tidak sabar untuk mendengar berbagai cerita horor dari masing-masing anggota. Ada indikasi bahwa “The Midnight Club” akan memiliki season kedua. Hal ini karena masih ada beberapa plot yang belum terjawab. Adegan terakhir dalam serial ini juga bersifat menggantung.

Keajaiban Mike Flanagan dalam Presentasi Horor Supranatural yang Sentimental

Seperti biasa, Mike Flanagan selalu memiliki formula spesial untuk mempresentasikan horor supranatural dalam setiap serialnya. Seperti dalam ‘The Haunting Series’ dan “Midnight Mass”, serial-serial tersebut lebih dari sekadar lokasi berhantu atau entitas paranormal yang membawa teror pada manusia.

Ada topik manusiawi sperti kehidupan dan kematian yang diaplikasikan secara sempurna. Begitu pula pada “The Midnight Club”, kali ini kita akan memaknai kehidupan dan kematian dari perspektif sekelompok remaja dengan penyakit terminal.

Ketika masa remaja kerap diklaim sebagai fase terbaik dalam kehidupan manusia, awal dari penemuan jati diri dan menyongsong masa depan, remaja-remaja ini justru sekarat. Ada yang memilih untuk pasrah dan menjalani sisa hidup selagi bisa, namun ada pula yang masih berharap untuk bisa sembuh dan tak ingin berdamai dengan kematian.

Pada akhirnya, tidak harus memiliki penyakit terminal untuk memahami bahwa kehidupan dan kematian menjadi bagian dari hidup setiap manusia. Serial ini hendak mengajak kita berdamai dengan keadaan, baik dalam suka maupun duka.

“The Midnight Club” bisa menjadi tontonan horor terbaru untuk mengisi bulan Oktober kita. Masih memiliki naskah drama yang berbobot dan elemen horor yang seru, namun masih kurang sempurna jika dibandingkan dengan serial Mike Flanagan sebelum-sebelumnya. Jelas jauh dengan kualitas “Midnight Mass”, namun masih berkualitas untuk menjadi serial horor terbaik di Netflix periode ini.

A Town Without Seasons Review: Suka Duka Warga Hunian Sementara yang Eksentrik

TV

Hazbin Hotel Hazbin Hotel

Hazbin Hotel Review: Balada Hotel di Neraka

TV

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Damsel Damsel

Damsel Review: Aksi Menegangkan Millie Bobby Brown Melawan Naga

Film

Connect