Quantcast
The Iron Claw Review: Biopik Tragedi Pegulat Von Erich Bersaudara - Cultura
Connect with us
The Iron Claw Review
Cr. A24

Film

The Iron Claw Review: Biopik Tragedi Pegulat Von Erich Bersaudara

Biopik tragedi yang menghormati subyeknya.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“The Iron Claw” adalah film drama biopik yang disutradarai oleh Sean Durkin tentang pegulat Von Erich bersaudara. Kevin Von Erich (Zac Efron), Kerry Von Erich (Jeremy Allen White, “The Bear”), dan David Von Erich (Harris Dickinson, “A Murder at the End of the World”) adalah tiga putra andalan Fritz Von Erich (Holt McCallany), mantan pegulat yang mewariskan jurus andalannya, ‘iron claw’, pada anak-anaknya.

Film biopik ini fokus pada kisah jatuh bangun Von Erich bersaudara selama diarahkan oleh ayahnya menjadi pegulat dengan ambisi gelar juara dunia sejak 1979 hingga 1990an di Texas.

Dalam narasi dramatisasinya, Kevin Von Erich merasa bahwa keluarga “dikutuk” semenjak ayahnya mengganti nama keluarganya menjadi Von Erich, yang akhirnya menjadi nama panggung mereka.

“The Iron Claw” bukan drama biopik yang inspiratif seperti “King Richard” (2021), dimana film biopik tersebut juga tentang ayah yang mengarahkan anak-anaknya menjadi atlet sukses.

Film biopik olahraga ini lebih mengeksplorasi obsesi Fritz yang akhirnya membawa tragedi pada anak-anaknya. Namun tetap ada pelajaran yang bisa kita dapatkan dari kisah Von Erich berkat penulisan naskahnya yang menghargai subyeknya.

The Iron Claw Review

Biopik Menggugah Tentang Para Pegulat yang Kuat Sekaligus Rapuh

Bicara tentang dunia olahraga dengan perjuangan atlet profesional, apalagi olahraga gulat, ‘kekuatan’ menjadi ekspektasi yang jelas. Namun “The Iron Claw” memiliki tema yang memikat dengan memadukan kekuatan dan kerapuhan. Bahwa pegulat yang kuat sekalipun juga memiliki sisi yang sangat rapuh dalam diri mereka. Baik secara fisik maupun mental, setiap putra Von Erich memiliki perjuangan masing-masing dengan kekuatan dan kerapuhan masing-masing. Ada topik toxic masculinity juga, diperlihatkan melalui pola asuh sang ayah, namun tanpa dramatisir berlebihan.

Lebih banyak emosi depresif dan kegelisahan yang mendominasi “The Iron Claw”. Ini bukan film yang mudah untuk ditonton buat yang kurang menyukai perkembangan plot dengan kesialan demi kesialan. Namun yang membuat naskah biopik ini menawan secara keseluruhan adalah level dramatisirnya.

Tanpa dipresentasikan dengan brutal, adegan-adegan yang tenang tetap terasa tragis dan menghancurkan hati mengingat bahwa semua ini benar-benar dialami oleh Von Erich bersaudara yang malang.

The Iron Claw Review

Adaptasi Tragedi Keluarga Von Erich yang Menghormati Subyeknya

Tidak semua film biopik menyajikan kisah yang heroik dan inspiratif, tak sedikit yang mengeksplorasi tragedi dan kejatuhan seorang figur publik. “The Iron Claw” berbagi spektrum dengan film-film biopik melankolis lainnya seperti “Spencer” (2021), “Jackie” (2016), hingga “First Man” (2018).

Satu lagi kesamaan “The Iron Claw” dengan film-film tersebut adalah rasa hormat yang dimiliki oleh Sean Durkin sebagai sutradara dan penulis naskah, pada subyek sumbernya yaitu keluarga Von Erich. Kita bisa merasakan empati Sean Durkin melalui caranya memvisualisasikan adegan, penyampaian dialog, dan bumbu dramatisir yang minim.

Dramatisasi dalam film biopik adalah sesuatu yang tidak terhindarkan, namun dramatisasi “The Iron Claw” lebih diarahkan ke emosi yang melankolis, kemudian diakhiri dengan nuansa manis getir dan pengharapan. Ini baru cara mengenang yang benar dengan film biopik yang diadaptasi dari tragedi sungguhan. Bukan dieksploitasi seperti beberapa film biopik tragedi belakangan yang lebih menekankan pada tragedinya daripada tribute-nya.

Sebagai penonton Indonesia, banyak dari kita yang mungkin tidak familiar dengan Von Erich bersaudara. Namun ini bukan film biopik yang akan kita tonton demi akurasi dan ajang membanding-bandingkan dengan kenyataannya.

Lepas dari itu, kisah yang disampaikan melalui “The Iron Claw” tetap berhasil memikat secara umum tentang perjuangan atlet profesional yang relevan dengan kehidupan dalam berbagai situasi. Jika ini adalah media pertama yang memperkenalkan kita pada Von Erich bersaudara, betapa beruntungnya kita bisa mengenal mereka melalui film yang berkualitas ini.

Penampilan Total Zac Efron, Jeremy Allen White, dan Harris Dickinson

Tidakkah kita mulai bosan membandingkan kesamaan fisik dan pembawaan setiap aktor dengan figur aslinya dalam setiap film biopik? Apalagi penonton Indonesia tidak familiar dengan Von Erich bersaudara. Namun dalam persiapan fisiknya, kita bisa melihat Zac Efron, Jeremy Allen White, dan Harris Dickinson totalitas dalam mencapai tubuh ideal pegulat. Hal ini berkat diet ketat, fitness, hingga latihan khusus gulat profesional, yang membuat aktor-aktor ini bisa melakukan berbagai stunt di dalam ring gulat.

Lepas dari penampilan fisik yang meyakinkan, kualitas akting ketiga aktor ini yang patut diapresiasi lebih. Bukan karena lihai meniru pembawaan tokoh aslinya, namun kemampuan mereka dalam mengekspresikan gejolak emosi yang dialami setiap karakter. Mulai dari topeng kuat, kerapuhan di dalam diri mereka, kegelisahan, dan kesedihan. Bermain peran sebagai saudara, ketiga aktor berserta Stanley Simons yang menjadi anak bungsu, Mike Von Erich, memberikan chemistry yang kuat dibangun dari awal. Membuat setiap tragedi yang mereka alami seiring plot berjalan semakin berdampak.

Zac Efron jadi yang paling bersinar, karena porsi perannya yang memberikan kesempatan lebih baginya unjuk gigi. Bisa jadi penampilan terbaik Zac Efron sejauh ini. Narasi juga fokus pada sudut pandang Zac Efron sebagai Kevin, membuat karakternya memiliki tugas untuk membuat penonton berempati dengannya, dimana tugas tersebut telah dilakoni oleh Zac Efron dengan baik.

“The Iron Claw” adalah film tentang perjuangan atlet pegulat, obsesi, toxic masculinity, dan persaudaraan yang sangat kuat lepas dari berbagai rintangan yang dialami Von Erich bersaudara. “The Iron Claw” bisa di-streaming di KlikFilm.

den of thieves 2: pantera den of thieves 2: pantera

Den of Thieves 2: Pantera Review

Film

Mufasa: The Lion King Review Mufasa: The Lion King Review

Mufasa: The Lion King Review – Asal-Usul Mufasa dalam Visual Spektakuler yang Kurang Menggigit

Film

Oscar 2025 Nominations: Snubs and Surprises

Entertainment

Nosferatu 2024 Nosferatu 2024

Nosferatu Review: Kisah Klasik Vampir yang Dibalut Visual Gotik Modern

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect