Connect with us
A Murder at the End of the World
FX

TV

A Murder at the End of the World (Finale) Review

Eksplorasi potensi sekaligus ancaman teknologi mutakhir dan kecerdasaan buatan dalam latar kasus pembunuhan berantai.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“A Murder at the End of the World” merupakan serial whodunit di Disney+ Hotstar yang akhirnya telah berakhir. 7 episode lengkap serial ini sekarang sudah bisa di-binge buat yang belum sempat menonton. Dibintangi oleh Emma Corrin sebagai Darby Hart.

Mendapatkan reputasi sebagai Sherlock Holmes-nya Gen Z, Darby adalah detektif dengan status amatir namun memiliki bakat dalam menginvestigasi kasus pembunuhan, ditambah jago hacking. Kemampuannya diuji ketika ia diundang dalam retreat oleh konglomerat teknologi dan terjadi pembunuhan di acara tersebut.

Sebelumnya Cultura telah menyebut bagaimana “A Murder at the End of the World” mirip ‘Glass Onion’, namun dengan tema futuristik dan tone cerita yang lebih gelap. Hal tersebut ternyata konsisten menjadi trademark dari miniseries ini hingga akhir. Meski dengan segala selipan elemen dalam kisahnya yang terasa baru sekaligus klasik whodunit, keunggulan utama dari serial ini adalah kemampuannya dalam menghadirkan kasus yang selalu memikat bagi penggemar dari skena genre ini. Dengan sedikit daur ulang, bumbu kreatifitas, dan materi yang relevan dengan isu masa kini.

a murder at the end of the world finale

Kisah Tragis Darby dan Bill Berikan Sentimen Berkesan

‘A Murder’ konsisten dengan aplikasi alur maju mundurnya. Membuat keseluruhan serial memuat dua kasus yang berusaha dipecahkan oleh Darby. Kasus pertama dimana kita sudah mengetahui akhirnya, serta kasus baruyang baru dimulai.

Plot masa kini dan masa lalu ini juga memberikan sentimen tersendiri untuk kisah Darby dan Bill. Dimana ini plot pertama menjadi akhir dari hubungan mereka, sementara satunya adalah awal dari hubungan mereka. Menyaksikan semua dari sudut pandang Darby, kita bisa merasakan kerinduan dan penyesalan yang dialami oleh Darby sepanjang episode.

Ini juga menjadi eksekusi sempurna dari definisi ‘belajar dari masa lalu’. Kenangan Darby dengan Bill dalam melakukan investigasi di masa lalu juga membantunya dalam usaha memecahkan kasus terbarunya. Transisi yang diaplikasikan memiliki editing yang sangat tepat untuk menimbulkan reaksi tertentu. Selain interaksi Darby dengan A.I, bernama Ray di masa kini, interkasinya dengan Bill juga menjadi jantung dari naskah yang memberikan sentimen dan membuat penonton merasakan berbagai emosi untuk peduli dengan serial ini.

a murder at the end of the world finale

Perbincangan Tentang Potensi dan Bahaya Teknologi Mutakhir

Perpaduan praktek teknologi mutakhir dengan kasus pembunuhan dalam ‘A Murder’ juga menjadi aspek yang berkembang dengan baik hingga finale. Plot bagaimana Andy mengendalikan anaknya, Zoomer dan istrinya, Lee, menjadi kisah yang menarik meski bisa menjadi topik yang disturbing secara teori. Ada topik tentang perubahan iklim, pemanfaatan teknologi untuk persiapan akhir jaman, hingga latar hotel retreat Andy yang memiliki presentasi sci-fi yang otentik meski dengan konsep fiksinya.

Dengan Darby dan Bill yang merupakan Gen Z, teknologi juga menjadi hal esensial dari pertemuan mereka. Mereka juga mengandalkan dan terbantu oleh internet dan teknologi masa kini dalam memecahkan kasus secara amatir. Namun Bill menjadi karakter yang menarik dengan pernyataannya tentang teknologi. Bagaimana fasilitas tersebut juga menjadi sumber dari berbagai masalah.

Ada twist dalam ‘A Murder’ yang pada akhirnya menunjukan bagaimana hal yang kita anggap mampu membantu kita, juga bisa menjadi akhir dari kehidupan kita. Dengan cara paling tidak kita duga bahkan dengan level kepintaran seperti setiap tamu dalam retreat eksklusif Andy dalam skenario ini.

Bukan Ending yang Mengejutkan, Namun Tak Mengurangi Keseruan

Buat yang sudah terlalu sering menonton serial maupun film bergenre whodunit, ending dari “A Murder at the End of the World” mungkin tidak akan terlalu mengejutkan meski tidak mudah ditebak juga. Karena pola ini selalu sama, pelakunya selalu salah satu dari mereka.

Semua orang tidak bisa dipercaya, orang yang kita duga adalah malaikat bisa berubah menjadi pembunuh, orang yang kita curigai sebagai red herring pada akhirnya tetap menjadi pelaku. Pola pastinya sudah terlalu banyak diekspos dalam media. Buat penonton yang baru untuk genre ini, bisa jadi plot twist akan terasa lebih mengejutkan.

Namun kembali mengingat berbagai keunggulan yang telah kita bahas sebelumnya, keserua yang telah kita lalui tetap terasa berkesan meski dengan ending yang tidak terlalu mengejutkan. Setidaknya ending-nya mampu memberikan poin tentang pesan yang hendak diakumulasi dengan berbagai topik tentang teknologi dan pemberdayaan manusia yang dimuat dalam naskahnya.

House of the Dragon Season 2 House of the Dragon Season 2

House of the Dragon Season 2 Review: Filler Season yang Bikin Frustrasi

TV

The Boys Season 3 The Boys Season 3

The Boys Season 4 Review: Bukan Season Terkuat dari Serial Superhero Terbaik Saat Ini

TV

The First Omen The First Omen

The First Omen Review: Prekuel Horor Religi Lebih Sinematik

Film

The Boys Season 3 The Boys Season 3

5 Hal Yang Patut Dinantikan dari “The Boys” Season 4

Cultura Lists

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect