Connect with us

Film

On the Edge of Their Seats Review: Persahabatan, Cinta, dan Mimpi di Bangku Penonton

Menonton baseball dari sudut pandang sekelompok remaja di kursi penonton tak pernah seseru ini.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“On the Edge of Their Seats” (2020) merupakan film drama coming of age Jepang arahan Jojo Hideo dan ditulis oleh Okumura Tetsuya. Film drama remaja ini sedang tayang Japanese Film Festival+ (JFF+).

Berlatar di musim panas, sekelompok remaja datang ke stadium untuk menonton pertandingan baseball sekolahnya melawan sekolah lain. Yasuda (Rina Ono) masih dirundung rasa sedih karena gagal dalam kompetisi pentas drama, datang bersama temannya, Tamiya (Marin Nishimoto).

Duduk bagian paling pojok kursi penonton, mereka bertemu dengan Fujino (Amon Hirai), mantan pemain baseball sekolah dan murid teladan yang baru saja gagal mendapat ranking pertama, Miyashita (Shuri Nakamura).

Seiring berjalannya pertandingan, tak hanya pertandingan baseball yang memanas, kisah sekelompok remaja yang hanya jadi penonton ini juga tak kalah seru untuk disaksikan.

Menonton Sekelompok Remaja Menonton Pertandingan Baseball

Salah satu keunggulan dari film “On the Edge of Their Seats” adalah pemilihan sudut pandang yang kreatif dari situasi yang biasa. Ini adalah film berlatar di stadium baseball dimana kita menonton pertandingan melalui ekspresi penontonnya. Melalui website resmi JFF+, sutradara Hideo menyebutkan bahwa pertandingan baseball tingkat SMA merupakan salah satu budaya remaja yang unik.

Selain para pemain yang kerap menjadi bintang utama di lapangan, ia melihat bagaimana orang-orang di bangku penonton juga memiliki peran yang tak kalah penting. Mulai dari para pemandu sorak, anggota  brass band yang memberikan semangat melalui tiupan instrumen keras, bahkan gadis pendiam yang duduk di pojokan sebagai penggemar rahasia, atau sekedar remaja yang tak memiliki hal lebih baik untuk dilakukan saat musim panas.

Okumura Tetsuya terlihat memiliki hati yang spesial untuk karakter-karakter yang mungkin paling luput dari perhatian kita semua dalam event pertandingan baseball yang riuh. Konflik-konflik sederhana namun mendalam, ini merupakan salah satu kelebihan mayoritas penulis film drama Jepang; membuat materi slice of life yang berkesan dengan segala kesederhanaannya.

Kemudian naskah yang sederhana dieksekusi dengan arahan sinematografi dan sudut pandang yang kreatif. Mungkin film drama Jepang paling kreatif yang akan kita tonton setelah sekian lama. Tak hanya empat karakter utama di pojokan, arahan untuk figuran skala besar dalam film ini berhasil ditampilkan dengan menyakinkan dan otentik. Mulai dari alunan musik penyemangat, sorakan penonton ketika score dicetak, ketika permainan tidak berpihak pada tim mereka, hingga ambience pertandingan baseball di lapangan (yang kemungkinan besar bahkan tidak benar-benar terjadi dalam proses syuting).

On the Edge of Their Seats

Tipikal Drama Remaja Jepang Bicara Tentang Mimpi dan Berlatar Musim Panas

Buat penggemar anime dan drama Jepang, pasti sudah sangat sering menemukan latar seperti yang diadaptasi film ini. Salah satu contohnya “It’s a Summer Film!” (2021) juga tayang di JFF+ tahun kemarin.

“On the Edge of Their Seats” merupakan tipikal film drama remaja Jepang berlatar di musim panas yang juga memuat mimpi-mimpi di masa muda. Namun sama seperti film-film coming of age barat, plot dan pola yang sama tidak pernah melelahkan untuk disimak kembali jika memang eksekusi naskah dan arahan filmnya menyuguhkan satu saja elemen yang terasa baru. Serta tetap menggodok serius materi cerita, mulai dari situasi, penokohan, dan perkembangan cerita secara keseluruhan.

Pertandingan baseball atau olahraga secara keseluruhan bisa diibaratkan satu momen instan yang menyimbolkan perjuangan manusia dalam meraih mimpi. Ada tujuan, ada strategi, ada pula kegagalan maupun keberhasilan.

Dalam skenario ini, Yasuda, Tamiya, Fujino, dan Miyashita baru saja mengalami beberapa kegagalan yang pahit dalam kehidupan sekolah mereka. Melalui interaksi keempatnya yang terbentuk secara natural di bangku penonton, kita bisa menyimak pelajaran tentang menghadapi kegagalan dan tidak menyerah pada keadaan tanpa berjuang semaksimal mungkin. Masing-masing memiliki prinsip dan opini pribadi yang menarik dalam menghadapi kegagalan. Secara dramatis beriringan dan berkembang dengan jalannya pertandingan baseball sebagai latar.

Perkembangan Plot yang Memikat Meski Berlatar di Satu Tempat

“On the Edge of Their Seats” memiliki latar yang sama dari awal hingga akhir, yaitu bangku penonton di stadium outdoor baseball. Meski ada beberapa adegan lainnya yang di luar area pertandingan utama. Pastinya film ini sama sekali tidak memperlihatkan lapangan dimana pertandingan berlangsung. Jadi benar-benar hanya berpihak pada karakter yang menjadi penonton saja.

Namun seiring berjalannya film, kita akan menemukan tempat duduk nyaman, kemudian mulai peduli dengan kisah dari masing-masing karakter. Tak selalu bergantung pada dialog atau narasi yang harus dideskripsikan, ada juga perasaan dan pencerahan yang kita dapatkan melalui interaksi subtle. Seperti siapa memperhatikan siapa, siapa naksir dengan siapa, hal-hal tersebut juga bisa kita tangkap melalui gelagat setiap karakter di bangku penonton.

Tak hanya perkembangan empat karakter utama yang menarik disimak perkembangannya, ‘pertandingan baseball yang tidak  terlihat’ juga tetap menarik untuk disimak melalui mata keempat penonton utama kita. Kita bisa merasakan atmosfer pertandingan melalui ekspresi keempat karakter sekaligus penonton figuran lainnya, melebur sempurna di tengah masalah pribadi mereka.

“On the Edge of Their Seats” mungkin bukan film drama remaja dengan konflik yang baru lagi, namun jelas bagaimana film ini memilih sudut pandang naskah dan arahan visual yang kreatif. Menonton film ini di JFF+ merupakan salah satu kesempatan yang sayang untuk dilewatkan. “On the Edge of Their Seats” tersedia untuk di-streaming di website JFF+ Independent Cinema  sejak 15 Maret hingga 15 Juni mendatang dengan subtitle bahasa Inggris.

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect