Connect with us
Matter Mos

Music

Matter Mos: Pronoia Belum Berakhir, Pronoia Forever

Matter Mos ditempa menjadi seorang musisi dalam berbagai ekosistem hingga meluncurkan album Hip-Hop yang sangat alternatif.

Matter Mos sudah tidak perlu diperkenalkan lagi, 6 tahun lalu menemukan putaran balik untuk memulai karir baru, dari seorang vokalis metal, menjadi seorang rapper, producer & songwriter.

Besar dalam skena yang berbeda, Matter Mos berhasil mencuri telinga penikmat musik lokal sejak awal kemunculannya. Memulai rap dari skena underground, diajak kolaborasi puluhan musisi, hingga menjadi bagian dari DJ/producer terhebat 1 dekade terakhir, Dipha Barus. Fadil, panggilan akrabnya, ditempa menjadi seorang musisi dalam berbagai ekosistem hingga meluncurkan album Hip-Hop yang sangat alternatif.

Cultura menghubungi musisi yang baru saja mengagetkan penikmat musik dengan albumnya yang berjudul “Pronoia”, dan berbincang mengenai kabar, album, misi, dan dirinya di masa depan melalui daring sambil menyeruput kopi kebanggan anak Jakarta Selatan.

Lagi sibuk ngapain sekarang?

Gue punya banyak to-do list yang gua lagi kerjain, dan banyak yang nggak jauh dari Pronoia, apa yang bisa dikerjakan dengan Pronoia, baik buat yang di The Store Front, kolaborasi NFT, dan ngejaga hubungan sama orang orang yang punya visi misi yang sama. Karena gue independent, gue harus ngelakuin apa pun yang bisa gue lakuin sendiri.

Dan yang terakhir, gue lagi nyibukin diri dengan belajarin apa aja yang bisa gue lakuin dengan teknologi Blockchain, dan mengintegrasikannya ke apa yang mau gue lakuin sebagai Matter Mos.

Ngomongin NFT, emang lo ada latar belakang gambar?

Nggak sih, mostly gue kolaborasi sama seniman lain. karena Pronoia itu semacam kebalikan dari Paranoia, which is sebuah kepercayaan dimana alam semesta ‘berkonspirasi’ untuk membantu lo, gue terapkanlah itu dalam cara kerja gue, bahkan dalam hidup gue. Contohnya untuk NFT ini, seringnya, gue kolaborasi sama seniman visual, gue yang provide audio, mereka provide visualnya.

Gimana Pronoia di umurnya yang 5 bulan?

So far, kebanyakan responnya bagus. Walaupun ini album agak ‘beda’, beberapa orang yang gue hormati di industri dan pendengar gue bilang kalo it’s good.

Pronoia adalah album Hip-Hop yang keluar dari pakem Hip-hop yang biasa, gimana sih approach penggarapan nya?

Salah satu misi gue adalah untuk ngedorong Hip-Hop dan liat Hip-Hop ini bisa ‘sejauh’ apa; ibarat lapangan basket, gua pengen tau garis keluarnya dimana. Sekalian gua eksperimen sih. Dan kayaknya ternyata ini bisa dibawa lebih jauh lagi. Untungnya gue ga sendirian disini, ada banyak co producer lain yang bantuin gue, dan Akmal Rizky sebagai engineer gue.

Tapi Pronoia album Hip-Hop kan?

Awalnya gue pikir bukan. Gara gara penjualan di The StoreFront cukup gila di 3 hari pertama, gue terlalu semangat sampe bikin IG Story “Hip-Hop is dead, I just killed em” hahaha. Tapi, setelah Donda nya Kanye keluar, gue sadar kalo Pronoia masih album Hip-Hop, more like “oh this is Hip-Hop now” setelah Donda keluar.

Jadi menurut gue, Pronoia adalah album Hip-Hop, tapi emang alternatif aja.

Pronoia udah di level yang berbeda, gimana untuk selanjutnya?

Kalau taglinenya salah satu makanan cepat saji kan “I’m Loving It” tuh, tapi kalo buat Pronoia, the tagline would be “Pronoia Forever”. Jadi next step gue adalah bikin Pronoia Deluxe yang akan keluar di digital streaming platforms, dengan teknik mixing & mastering yang berbeda, dan nambahin beberapa lagu. Ide-ide menarik yang berhubungan dengan teknologi, NFT, merchandise juga ada di kepala gue, buat Deluxe.

Lo sebenernya besar di music Metal, gimana merubah persona lo?

Gue emang dari dulu di Jacobs In The Trunk & Forever/Always emang udah lumayan aneh sih ya, dengan rambut gimbal, baju The Beatles pas manggung, dan ngebawain “You’re Dead!” nya Flying Lotus waktu di Forever/Always. Dari dulu emang gue nggak pernah suka dengan konsep “lo tuh apa sih, musik lo kayak gimana sih”

Dulu emang ada fase di hidup gua dimana gue ga dengerin apapun selain musik metal, sampai akhirnya gue nulis skripsi yang berjudul “Komponen kebermaknaan hidup pada vokalis metal”. Akhirnya gue sadar kalau stress release yang keluar saat gue manggung loncat-loncatan & teriak-teriakan, nggak ada bedanya sama Taylor Swift, Eric Clapton, Kevin Parker, atau Paul McCartney ketika mereka perform. Stress release juga mereka.

Di titik mana lo yakin kalau lo akan pindah Haluan?

Awalnya, gue nyoba nyoba nulis lirik rap, ngumpulin satu tahun, sampai gue ngeberaniin diri buat ngeluarin lagu lagu di SoundCloud tahun 2016. Terus sekitar 2017, Dipha Barus ngajak gue ngisi di lagu dia. Jujur dari situ (dan setelah kita menang AMI karena lagu itu) gue yakin gue mau nyoba disini.

Sedekat apa lo sama Dipha Barus?

Dia udah gua anggap abang gue sih, I also consider him one of my mentors. Dulu gue bareng terus sama Dipha. Sampe akhirnya gua memutuskan buat balik fully independent lagi. Ketika gue bilang gue mau independent, Dipha malah sangat mendukung, sampai nawarin invest buat mengejar mimpi gue. Dipha salah satu orang yang dari awal percaya banget sama apa yang gue punya, dan kita masih deket sampai sekarang. He made this songwriting team where im grateful to be a part of. I love that guy, he’s the big bro.

Lo nyaman tidak dengan label sebagai seorang rapper?

Balik lagi, gue mau ngedorong Hip-Hop ini sampai mana. Gue nge-rap tapi bukan label itu yang gue inginkan, gua pengen jadi seorang seniman, titik. Berakar dari situ, gue ngedorong diri gue buat involved di berbagai macam projek, dari featuring di band projekan nya Dochi PWG, sampai ngerap di music Jazz bareng Adhikara.

Gue juga involved di banyak side project. Man, trust me, I can rap all day, tapi yang gue kejar bukan jadi the best rapper in Indonesia. Laze is the best rapper in Indonesia menurut gue. Gue pengen bisa performing & producing art, while having a good business out of it. Kayak Kanye West dengan brand-nya dan berbagai macam hal yang dia lakukan.

Kanye influence besar buat lo?

Sangat besar.

Selain dia?

Allow me to speak in third person, Matter Mos itu sangat mencintai Kanye, Jay-Z, Kendrick, J.Cole, Frank Ocean, dan legendary rapper lain. Tapi Fadhil, suka sama semua musik. Dari kombinasi itu lah muncul Pronoia. Masih banyak inspirasi gue buat Pronoia, ada band, komedian, Dj electronic dan lain-lain (gue bikin playlist buat ini). Gue bener bener dengerin apa aja, jadi banyak banget yang menginspirasi gue.

But for Pronoia, Kanye, Jay-Z, Tame Impala, and Pink Floyd are some of the main ones.

Kenapa Kanye, Jay-Z, Tame Impala, dan Pink Floyd?

Jay-Z buat gue adalah the best rapper of all time. Gue cinta mati sama Eminem, tapi kalo ada yang mau ngedebatin gue tentang ini, gue berani. Hahahaha. I love Kanye because he is Kanye. Tame Impala, selain musiknya bagus banget, is [many] rapper’s favourite musician. Banyak banget rapper yang suka sama Tame Impala. Buat gue, Tame Impala is something else.

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Declan McKenna: What Happened to the Beach?

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Album Review

Music

Ariana Grande: Eternal Sunshine Ariana Grande: Eternal Sunshine

Ariana Grande: Eternal Sunshine Album Review

Music

Java Jazz Festival 2024: Embracing Unity Through Music

Entertainment

Green Day: Saviors Album Review

Music

Connect