Connect with us
Euphoria Season 2 Review
Photo: Eddy Chen/HBO

TV

Euphoria Season 2 Review: Terlalu Eksplisit untuk Serial Remaja

Terlalu banyak nudity dan plot kriminal dengan kekerasan.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Ketika para remaja terjebak di dalam rumah dengan keterbatas sosial untuk menikmati masa muda, “Euphoria” season kedua akhirnya kembali. Season perdana pada 2019 dan episode spesial akhir tahun “Euphoria” telah menghadirkan naskah yang relevan, mengungkap problematika remaja generasi Z dan skenario terburuk yang bisa dialami dengan internet serta kebebasan mengekspresikan diri.

Serial ini juga telah memiliki sederet karakter remaja yang kita cintai (dan kita benci). Mewakili setiap kepribadian, gaya hidup, hingga latar belakang seorang remaja. 

“Euphoria” season kedua kembali dengan deretan karakter yang masih sama, masih dengan Rue (Zendaya) sebagai pembawa cerita, ditambah dengan beberapa karakter baru. Masih menginjak episode 2 dan rilis per episode setiap minggunya di HBO Max, apa “Euphoria” masih mempertahankan pesonanya sebagai serial kehidupan remaja yang relevan dan artistik? 

Euphoria Season 2 Review

Skenario Cinta Segitiga dan Misteri ala Drama Kriminal

(Slight Spoiler) Pada episode perdana season keduanya, “Euphoria” tidak membawa kita pada dunia familiar. Masih dengan pola kilas balik karakter pada bagian prolog, kali ini kita di bawah ke dalam masa kecil Fezco yang keras. Dengan latar strip club dan para gangster, adegan pembuka serial remaja ini menghadirkan visual yang terlalu keras dan vulgar. Kita mulai meragukan label ‘serial remaja’ pada karya Sam Levinson ini. Dengan bergabungnya Fezco, pengedar obat terlarang sekaligus sahabat Rue, dalam gang Euphoria, cukup mempengaruhi plot cerita yang terkandung dalam serial ini. 

Tak lagi hanya melibat karakter remaja, orang dewasa dan para kriminal secara perlahan ambil peran besar dalam cerita Rue dan kawan-kawan. Meski baru dua episode, tampaknya rekaman tape kontroversial milik ayah Nate akan menjadi objek yang diperebutkan layaknya kotak pandora. Menjadi plot misteri ala drama kriminal, namun tanpa polisi yang terlibat. 

Ada juga perkembangan skenario yang menjadi cinta segitiga, baik untuk Rue dan Jules, serta pasangan lainnya. Belum terlalu mengganggu, skenario cinta ala opera sabun seperti ini sudah biasa diaplikasikan dalam serial remaja dengan kelabilan emosi mereka. Ketika hasrat fisik masih sering disalah artikan sebagai cinta sejati. 

Euphoria Season 2 Review

Tidak Seartistik Season Pertama, Penuh Darah dan Nudity

Aspek yang paling mengganggu pada “Euphoria” season kedua adalah konten nudity dan kekerasan yang semakin berlebihan. Serial ini selalu memberikan pembelaan sebagai ‘serial remaja yang otentik’, mengeksplorasi sisi terkelam dan kekalutan yang terjadi dalam kepala seorang remaja, kemudian dimanifestasikan ke dalam visual yang jujur dan raw. Prinsip tersebut membuat serial ini semakin berani menampilkan fantasi seks yang diglamorisasi, nudity, hingga adegan kekerasan yang dewasa. 

Zendaya, sebagai aktris utama serial ini pun telah memberikan peringatan pada penggemarnya bahwa “Euphoria” season 2 mengandung cerita yang lebih emosional dan mampu memicu penontonnya. Ia juga menyebutkan bahwa season ini memiliki segmentasi penonton yang lebih dewasa. 

Namun, apa yang menjadi motivasi “Euphoria” mengubah segmentasi penontonnya di season kedua? Meski dengan peringatan terbuka oleh bintang utamanya sekalipun tak akan mengurung niat para penggemar season pertama untuk menonton season kedua. Sebagai serial tentang remaja, tampaknya produser “Euphoria” lupa bahwa remaja cenderung melakukan hal yang dilarang, apalagi sekadar menonton serial favorit mereka. 

Ini bukan perkara “Euphoria” tidak sesuai dengan budaya timur dan memang dikhususkan untuk remaja barat, bahkan media barat juga mengkhawatirkan konten yang terlalu eksplisit dari serial ini. 

Terlalu Eksplisit untuk Remaja, Terlalu Edgy untuk Penonton Dewasa

Sekalipun telah mengeluarkan pernyataan sebagai serial dengan materi dewasa, “Euphoria” memiliki naskah yang terlalu edgy untuk penonton dewasa. Mulai dari plot cinta segitiga hingga gejolak pencarian jati diri remaja yang disajikan, akan terlihat menyebalkan bagi kita yang berusia di atas 20 tahun. Karena kita telah melalui fase tersebut dan tak lagi ambil pusing tentang dilemma yang dialami tiap karakter dalam serial ini.

Yang ada kita malah geregetan dengan kelabilan pada setiap karakter yang sebetulnya wajar-wajar saja. Penonton dewasa tidak akan mendapatkan apapun dari “Euphoria” selain mengingat masa remaja yang sudah tidak kita alami lagi. 

Namun, bagi penonton remaja, “Euphoria” season 2 bisa menjadi kisah yang pada skenario terburuk, relevan bagi remaja dengan dilema serupa. Sayangnya, ada banyak aspek kekerasan dan nudity yang terlalu vulgar dan seharusnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi esensi cerita.

Kita telah melihat banyak film maupun serial bertema remaja yang mampu menyampaikan pesan dengan sempurna, tanpa harus menggunakan visual eksplisit.

A Town Without Seasons Review: Suka Duka Warga Hunian Sementara yang Eksentrik

TV

Hazbin Hotel Hazbin Hotel

Hazbin Hotel Review: Balada Hotel di Neraka

TV

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

House of Ninjas House of Ninjas

House of Ninjas Review: Laga Ninja Berlatar Thriller Spionase Modern

TV

Connect