Yuele memikat orang-orang melalui musiknya yang membawa pendengarnya memasuki dimensi dimana kita bisa menemukan diri kita serta mencari ‘penyembuhan’ dari apapun yang kita alami dalam kehidupan.
Nat Ćmiel memiliki masa kecil yang terisolasi karena memiliki asma dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Tumbuh besar, ia tidak bermain dengan banyak teman sebaya, musisi yang kini berusia 25 tahun lebih banyak menghabiskan waktu di internet untuk mencari ketenangan. Pada masa itu pula ia menemukan nama untuk personanya sebagai seniman, Yeule, yang terinspirasi oleh karakter video game Final Fantasy.
Sang musisi mulai membangun dunia khayalannya dimana ia merasa leih bebas dan nyaman untuk mengembangkan bakat musiknya tanpa tekanan sosial. Melalui ‘dunia’ ini, Yeule bisa fokus dengan minat serta hasratnya yang unik untuk musik dan seni. Karena jelas, musisi sepertinya merupakan salah satu idola hyperpop yang eksentrik dan membutuhkan waktu untuk diterima di skenanya. Metode ‘isolasi’ dan ‘melarikan diri’ tersebut kini telah berbuah manis.
Semuanya dimulai dengan “Serotonin II”, kemudian dilanjutkan degan album edgy dengan tekstur yang kasar dalam “Glicth Princess”. Album-album ini memberikan kesan original yang semakin relevan, dimana kita membaca buku harian cyborg, dimana mengibaratkan usaha Yeule dalam menaklukan rahasa sakit yang ia pendam di masa lalu hingga saat ini, melalui cara berpikir yang virtual. Sempat menjadi tema estetika yang ‘aneh’, tema ini mulai menginvasi tren musik mainstream (melihat musisi serupa seperti Grimes, Ashnikko), dan Yeule menjadi salah satu generasi pertama di era modern dari gerakan musik ini.
Musisi asal Singapura ini sempat menghadapi kesulitan dengan emosinya dan sering menemukan diri mereka tidak menemukan tempatnya di masyarakat, membenci diri sendiri, hingga pikiran untuk melukai diri sendiri. Meski demikian, “Softscars” menjadi album yang membuktikan bahwa Yeule telah mengambil waktu untuk merenung dan mulai merasa lebih baik secara emosinal.
Jika “Glitch Princess” merupakan musisi yang berusaha melarikan diri dari dunia, “Softcars” menunjukan perkembangan dengan mengangkat tema tentang intropeksi dan mengingat masa lalu daripada berusaha mengalihkan diri dari masalah utama dengan melupakannya. Melihat rekam jejak karyanya dengan persona cyborg atau sejenisnya, ini menjadi album yang lebih manusiawi ketika Yeule mengijinkan diri untuk menyadari kemudian menyembuhkan lukanya.
Memperkenalkan diri sebagai makhluk digital yang ‘tidak nyata’ pada awal karirnya, menarik melihat Yeule mulai bertransformasi, kembali ke dunia nyata, kembali ke tubuh dan perasaannya sebagai manusia.
“Softscars” menjadi album yang mengurangi pandangan nihilistik dari musisinya, sementara musiknya lebih banyak menghadirkan aransemen akustik, cukup serupa dengan ‘Don’t Be So Hard on Your Own Beauty’ dari album “Glitch Princess”. Track tersebut mengangkat kisah tentang seseorang yang merasa tidak berarti karena penampilan mereka, namun seorang teman membantunya untuk merasa lebih baik dan menerima diri mereka apa adanya.
Dalam “Softscars”, track seperti ‘ghosts’, ‘software update’, hingga lagu penutup, ‘aphex twin flame’, memiliki komposisi yang didominasi dengan gitar, bisa didengar seakan cyborg yang mulai mengalami emosi dan kerinduan sebagai manusia, menggunakan instrumen yang lebih konvensional. Setelah mengenal Yeule, lagu-lagu terasa seperti perkenalan pendengar pada sosok di balik persona, Nat Ćmiel. ‘ghost’ menjadi lagu dimana ia mengungkapkan hasrat untuk menjadi lebih ‘nyata’ untuk mencintai seseorang. ‘sulky baby’ juga jadi track yang mengandung pesan sentimental dimana Yeule ingin memaafkan dirinya di masa remaja. Lepas dari emosi yang meluap-luap, bisikan yang lembut dan breathy, hingga nyanyian dengan high-pitch, musisi lebih terdengar lebih lega dalam lagu-lagu melankolis ini.
Ekspresi emosi yang terlihat lebih melegakan dan damai tersampaikan dengan baik melalui track-track dengan pengaruh alternative rock 2000an, kemudian dipadukan dengan aransemen electronic futuristic. Ini menjadi perkawinan antara nostalgia, dari musik-musik yang menemaninya di masa remaja dan masa kini, dengan lagu-lagu yang ia temukan, bahkan ciptakan. Lagi-lagi ini menjadi buku jurnal Yeule dalam proses bertumbuh dan menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Pada track pembuka, ‘x w x’, ia mengungkapkan amarah dan frustasi menggunakan musik emo punk, teriakan yang keras, dan pengaruh rock yang kuat. Namun seperti yang telah dibahas, kita juga akan mendengat track tenang seperti ‘sulky baby’ yang dreamy, dengan arahan vokal yang lembut dan gitar yang menghadirkan suasana berbeda. “Softscars” mengandung materi variatif, termasuk indie pop yang bisa kita dengan dalam ‘cyber meat’ dengan bagian synth. ‘dazies’ memiliki aransemen yang gitar dan melodi yang lebih enerjik.
“Softcars” menjadi album yang menandai perkembangan berikutnya dari sang musisi baik dalam segi musik maupun pendekatan lirik. Satu yang menjadi isu dari album ini adalah struktur tracklist yang dipresentasikan.
Terangkai dari berbagai track dengan aransemen yang bermacam-macam, ada track yang lantang, ada yang tenang dengan aransemen akustik, disusun tanpa memikirkan mood dari track satu ke track berikutnya. Contohnya saja ‘x w x’ sebagai track pembuka yang kasar penuh distorsi, dilanjutkan dengan track kedua, ‘sulky baby’ dengan gitar akustik. Ini bisa menjadi pengalaman audio yang mengejutkan di bagian awal album. Seandainya tracklist disusun dengan lebih rapi, “Softscars” bisa jadi album yang lebih baik.
Namun isu ini tidak terlalu krusial jika kita melihat album ini secara keseluruhan, serta intisari utama dari albumnya. Perjalanan musik ini menjadi rekaman yang menampilkan perkembangan personal Yeule, memadukan alternative rock dengan musik electronic yang menjadi ciri khasnya. Sama seperti bagaimana Nat Ćmiel memadukan persona cyborg dengan sisi manusianya kali ini.
Mulai dari judul, musik, hingga sajian materi dalam setiap lirik lagunya, “Softscars” memiliki konsep yang solid tentang tranformasi dan dualitas yang masih misterius dari Yeule, karena ini baru permulaan baginya memperdengarkan kita pikirannya yang lebih humanis.
![](https://www.cultura.id/wp-content/uploads/2024/03/cultura-logo-big.png)