“Unicorn Store” merupakan film debut Brie Larson sebagai sutradara. Dirilis pada 11 September 2017 silam, film ini dipromosikan ulang dan baru masuk Netflix pada 2019 lalu. Brie Larson sebelumnya sudah terkenal sebagai pemain film. Namanya mulai diindsutri film setelah penampilan memukaunya dalam film “Room” (2014). Ia pun berhasil memenangkan piala Oscar berkat aktingnya yang memukau. Ia terkenal sebagai Captain Marvel dalam MCU. Meski performanya dalam film superhero tidak terlalu diidolakan oleh banyak penggemar Marvel.
Kembali ke root-nya, “Unicorn Store” merupakan film drama kehidupan dengan tema quarter-life crisis. Setelah gagal masuk sekolah seni, Kit harus menjadi pengangguran di rumah orang tuanya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk bekerja seperti orang pada umumnya di sebuah perusahaan barang sebagai pegawai public relation.
Kit adalah perempuan dengan jiwa seni dan sifat yang masih kekanak-kanakan. Salah satu hal yang paling ia sukai adalah unicorn, makhluk mistis dalam rupa kuda dengan tanduk. Suatu hari, ia mendapatkan undangan ke sebuah toko unicorn dan bertemu dengan seorang salesman yang diperankan oleh Samuel L. Jackson. Sang salesman misterius menawarkan Kit unicorn sungguhan untuk dipelihara.
Dalam kesibukannya mempersiapkan kedatangan unicorn, Kit juga harus menghadapi tuntutan sosial dimana ia harus menjadi dewasa dan meninggalkan impian gilanya tentang unicorn.
Kit yang Menghadapi Masa Quarter Life Crisis
Quarter life crisis adalah situasi yang biasanya dialami oleh orang berusia 20-an ketika mengalami krisis kehidupan. Ketika belum merasa sukses dan ketakutan akan masa depan yang tidak menentu. Permasalahan itulah yang diangkat oleh “Unicorn Store’. Tampak sekali Brie Larson sebagai sutradara hendak menyampaikan film dengan kisah yang jujur dan apa adanya. Hal tersebut pun tersampaikan dengan cukup baik dalam film ini.
Berbeda dengan film bertema motivasi pada umumnya, kisah ini akan menyuguhkan berbagai kegagalan demi kegagalan yang tampak sangat realistis. Bahkan tidak terlalu komedi atau parodi dengan penulisan yang hiperbola. “Unicorn Store” bukan cerita yang heroik dan membuat kita merasa optimis, namun secara sederhana hanya menyuguhkan kisah yang akan membuat penonton tertentu merasa relevan dengan perjuangan Kit.
Konten Komedi yang Ironis Sekaligus Menghibur
Banyak dialog dalam film “Unicorn Store” yang memuat konten komedi. Didominasi dengan materi komedi yang bersifat ironi dan sarkasme. Mampu membuat kita merasa miris sekaligus terhibur. Seperti menertawakan diri sendiri jika pernah berada di situasi seperti Kit. Melihat Samuel L. Jackson dan Brie Larson beradu akting dalam “Unicorn Store” akan menjadi pengalaman yang menarik. Karena kedua karakter ini juga memiliki interaksi spesial dalam skena MCU. Dimana Jackson menjadi Nick Fury, serta Larson sebagai Captain Marvel.
Dua karakter dengan tanggung jawab besar untuk menyelamatkan alam semesta, keduanya lebih sering melakukan komunikasi akan permasalah yang serius. Namun, dalam “Unicorn Store” keduanya menjadi karakter paling kekanak-kanakan dan tidak memiliki sense of duty. Hanya berimajinasi dan berbicara tentang unicorn dalam balutan pakaian warna warni.
Brie Larson dan Samuel L. Jackson berhasil menjadi badut dalam skenario kali ini. karakter Kit mungkin mengalami berbagai kesialan dan perundungan yang menyesakan bagi dirinya. Sebagai penonton kita hanya bisa menertawakan kesialan yang ia alami, namun kalau ingin memperhatikan lebih lagi, kita tak akan tertawa jika berada di posisi Kit. Begitulah gaya komedi yang dibawakan dalam “Unicorn Store”.
Premis Imajinatif dengan Akhir Anti Klimaks
Film ini memiliki premis yang akan menimbulkan pertanyaan yang sama pada semua penonton. Apa Kit akan benar-benar mendapatkan seekor unicorn impiannya? Karena rasa penasaran tersebut kita akan menonton untuk menemukan jawabannya. Kemudian mengharapkan makna atau metafora apa yang sebetulnya hendak diangkat dari film bertema quarter life crisis ini.
Melalui ide ceritanya, film ini cukup mengundang bagi para penggemar film dengan kisah drama kehidupan yang realistis. Prinsip realistis pun terus ditekankan dalam berbagai adegan dan alur cerita dalam film ini. Hal ini membuat kita sebagai penonton akan mengharapkan akhirnya cerita yang masuk logika namun tetap memberikan efek mengejutkan atau plot twist.
“Unicorn Store” memiliki pengembangan naskah yang cukup rapi dan natural sejak awal. Semakin mendekati akhir, film ini berhasil membuat penonton semakin penasaran dan menanti jawaban. Bahkan hingga detik terakhir sebelum film ini berakhir, excitement yang dibangun masih terasa.
Namun, akhir dari kisah Kit akan membuat kita kembali clueless bahkan kecewa karena anti klimaks. Cukup disayangkan untuk ide cerita yang original dengan kualitas akting yang cukup mumpuni. Secara keseluruhan, film ini cukup layak untuk ditonton jika sedang ingin menonton bertema quarter life crisis.