“The Quiet Girl” merupakan film drama childhood yang disutradarai oleh Colm Bairead. Film asal Irlandia ini masuk nominasi Best International Feature Film pada Academy Awards ke-95. Termasuk kandidat kuat setelah “All Quiet on the Western Front” yang dinobatkan sebagai pemenang, serta “Close” film drama asal Belgium tentang toxic masculinity pada remaja laki-laki.
Berlatar pada 1980an di pedesaan Irlandia, Cait (Catherine Clinch) adalah gadis pendiam dari keluarga disfungsional, Cait tidak diperhatikan oleh orang tuanya dan diasingkan oleh saudara-saudara kandungnya sendiri. Musim panas tiba, ibu Cait semakin kerepotan karena sedang bersiap untuk melahirkan anaknya yang kesekian. Hingga akhirnya sepupu jauh ibunya menawarkan bantuan untuk merawat salah satu anaknya.
Cait sebagai anak paling pendiam pun dikirim untuk menghabiskan liburan musim panasnya di hunian saudara jauhnya tersebut, pasangan paruh baya, Eibhlin (Carrie Crowley) dan Sean (Andrew Bennett). Selama tinggal di rumah mereka, Cait menemukan cara hidup baru yang sebelumnya tidak pernah ia alami. “The Quiet Girl” diangkat dari cerita pendek bertajuk “Foster” oleh penulis Irlandia, Claire Keegan.
Ketika Kebaikan Sederhana Mampu Mengubah Kehidupan Seorang Anak
Meski ada beberapa skenario dan latar belakang cerita dengan realita yang suram dalam film ini, plot tidak terlalu memberi spotlight pada poin-poin tersebut. Karena pada titik ini, banyak dari kita sudah paham realita yang membuat hati miris tentang keluarga disfungsional dan kesedihan orang tua yang ditinggal oleh anaknya.
Naskah film ini lebih memilih fokus pada satu topik sederhana namun dampaknya besar; kebaikan. “The Quiet Girl” merupakan film drama yang tenang, minim dialog, namun mengandalkan visual dalam menyampaikan ceritanya di setiap adegan. Seperti halnya kebaikan harus dibuktikan melalui perbuatan, bukan omong kosong.
Naskah menggunakan kebaikan untuk kita simpati maupun terkesan pada karakter seperti Ebhlin dan Sean. Kebaikan pula yang secara perlahan tumbuh di kediaman mereka, bersama dengan Cait sebagai tamu musim panas. Menyetir plot ke berbagai rutinitas dan peristiwa yang heartwarming. Kemudian memberikan perkembangan emosional pada karakter utama, Cait.
Belakangan ini mungkin banyak dari kita terpapar oleh film laga penuh kekerasan, sinikal pada peradaban manusia, dan berbagai topik sosial yang depresif. Film seperti “The Quiet Girl” terasa sebagai netralisir yang berkualitas. Meski ada beberapa indikasi pada adegan-adegan yang berujung pada konflik, film ini memilih untuk meminimalisir hal tersebut tanpa mengurangi esensi cerita secara keseluruhan.
Kembali mengingatkan kita bahwa kita tidak selalu butuh pahlawan atau revolusi besar untuk mengubah kehidupan, kebaikan sederhana saja mampu memberikan perubahan dan dampak yang besar untuk seorang anak.
Singgung Isu Parenting dan Penelantaran Anak
Film ini juga mengangkat isu parenting dan penelantaran anak. Tidak disajikan dengan materi yang terlalu berlebihan. Cait termasuk anak yang mengalami penelantaran subtle, dimana lebih relevan dengan realita sekitar kita. Cait tidak sampai mengalami kekerasan fisik maupun verbal. Karena sikap tak acuh juga bisa menjadi salah satu bentuk penelantaran juga.
Kedua orang tua Cait lebih terlihat seperti pasangan yang buruk dalam mengatur rumah tangga mereka. Akibatnya tidak terlalu memberikan perhatian maksimal pada anak-anak mereka. Sudah begitu pula, mereka masih akan punya anak lagi.
Ironisnya, pasangan yang makmur serta bertanggung jawab seperti Eibhlin dan Sean justru tidak memiliki anak. Melihat bagaimana mereka berdua memperlakukan Cait akan membuat kita merasa pasangan ini lebih memenuhi kriteria sebagai orang tua yang ideal. Keduanya bahkan tidak terlalu memanjakan Cait, hanya secara sederhana melakukan apa yang benar dan pantas. Pada akhirnya, kita akan menyaksikan afirmasi tersebut dari sudut pandang Cait sebagai salah satu momen besar pada babak terakhir.
Interaksi Sederhana Cait dengan Eibhlin dan Sean yang Emosional
Seperti yang telah disebutkan, “The Quiet Girl” merupakan film drama yang tenang. Plot secara keseluruhan juga didominasi oleh masa liburan Cait di kediaman Eibhlin dan Sean. Melalui perspektif Cait, kita juga akan dibuat gugup dan takut pada masa-masa pertama di rumah saudara yang asing. Plot secara bertahap mengajak kita melihat perkembangan hubungan antara ketiga karakter ini dengan pacing yang pas.
Melalui sekuen-sekuen kegiatan sederhana, seperti sarapan bersama, memasak, melakukan tugas rumah, merawat peternakan sapi, hingga berkunjung ke kota. Justru dari kegiatan-kegiatan sederhana tersebut, kita akan melihat bagaimana Cait dirawat, dididik, dan diberi perhatian sebagaimana seorang anak berhak diperlakukan demikian. Tak hanya Cait yang merasakan dampaknya, Eibhlin dan Sean pun juga merasakan dampak positif secara emosional dengan kehadiran Cait di musim panas tersebut.
Kebaikan yang telah dibangun sejak awal Cait berinteraksi dengan Eibhlin dan Sean pun akhirnya berbuah pada ledakan emosional yang akan penonton rasakan pada babak terakhir. Ibarat sedih ketika liburan telah berakhir, kembali pada realita yang suram. Film ini memiliki salah satu adegan penutup paling indah yang mengundang air mata haru hingga ending credit diputar.