Soichiro Takakura merasa bahwa segala hal yang Ia cintai akan menghilang dalam hidupnya, mulai dari orang tua kandungnya, hingga orang tua angkatnya yang menginspirasi Soichiro untuk menjadi pencipta robot. Ketika penemuannya mulai mendapatkan pengakuan dan menjadi hal terpenting dalam hidupnya, prestasi tersebut harus direnggut oleh pihak tak bertanggung jawab.
“The Door into Summer” dibintangi oleh Kento Yamazaki, protagonis dalam serial “Alice in Borderland”. Mengandung kisah drama yang melankolis khas Jepang, film ini dibalut dengan semesta fiksi ilmiah dan tema futuristik.
Tak banyak film drama Jepang menyajikan cerita dengan plot yang jelas di Netflix. Meski sudah mulai ada beberapa judul seperti “Inuyashiki”, “Rurouni Kenshin”, dan yang terbaru, “Asakusa Kid”. Apakah “The Door into Summer” merupakan judul baru yang menyajikan naskah berkualitas?
Materi Fiksi Ilmiah dengan Plot Time Loop yang Prematur
Berlatar pada 1995, dalam kisah yang diadaptasi dai novel ini, peradaban manusia telah mengalami perkembangan bahkan sebelum era milenium. Dimana persaingan menciptakan humanoid sudah dimulai, hingga terciptanya kapsul untuk membuat manusia tertidur hingga 30 tahun lamanya.
Narasi yang disajikan pada prolog film cukup memikat, terutama kita yang menyukai tema drama. Peleburan antara genre drama emosional dengan tema fiksi ilmiah juga sudah banyak dieksekusi di dunia perfilman modern. Tak sedikit judul-judul yang telah rilis berhasil membuktikan bahwa gabungan dari kedua tema tersebut mampu menciptakan naskah yang menyentuh sekaligus memutar otak. Namun, “The Door into Summer” memiliki naskah fiksi ilmiah yang prematur.
Bagi kita yang memiliki ekspektasi dan telah menonton banyak tema bertema fiksi ilmiah yang lebih bagus, film ini tidak akan memuaskan kita dengan naskahnya. Menciptakan semesta dimana 1995 sudah lebih maju dibandingkan kenyataan bukan masalahnya, begitu juga latar 2025 yang lebih canggih.
Ada banyak plot hole dan teknologi yang tidak dibekali dengan latar belakang yang niat. Seakan berharap penonton akan memahami semuanya karena informasi yang sudah populer di skena budaya pop.
Film semacam ini membutuhkan penulisan hukum semestanya sendiri. Entah karena materi sumbernya, atau “The Door into Summer” telah memangkas banyak dari novel yang menjadi adaptasi naskah.
Banyak Karakter Asing untuk Penonton Memahami Keseluruhan Kisah
Pada babak pertama yang dimulai pada 1995, karakter yang muncul masih mudah untuk dikenal. Terutama duo Soichiro Takakura dan adik angkatnya, Riko Matsushita (Kaya Kiyohara), serta kucing peliharaan mereka yang lucu, Pete. Namun, begitu memasuki babak kedua dengan latar masa depan pada tahun 2025, mulai bermunculan karakter asing yang akan membuat kita bingung.
Mungkin hanya kehadiran PETE, humanoid yang diperankan oleh Naohito Fujiki menjadi karakter baru yang masuk dalam plot dengan sopan. Dengan tema time loop dan perjalanan antar waktu, kemunculan beberapa karakter bisa dikategorikan sebagai salah urutan. Bisa terlihat bahwa naskah hendak memberikan kejutan melalui plotnya. Namun, plot twist yang disajikan gagal membuat penonton terkejut karena plot yang tidak mudah dipahami. Belum lagi kemunculan plot hole yang tidak dijelaskan, membuat cerita jadi tidak masuk akal.
Inginnya Romantis dan Melankolis, Namun Kurang Menyentuh
Ada cukup banyak hal terjadi dalam plot “The Door into Summer”, namun justru cepat bikin penonton bosan. Kisahnya juga seperti hendak menyoroti kisah romantis antara Soichiro dan Riko. Membuat objektif pertama protagonis kita adalah untuk menyelamatkan Riko. Sayangnya, setiap momen kecil maupun krusial antara kedua karakter ini kurang menggigit. Cerita yang disuguhkan membuat kita tidak terlalu peduli dengan nasib akhir dari Soichiro dan Riko. Kita mungkin bakal lebih khawatir dengan nasib Pete si kucing yang lucu.
Pada akhirnya, “The Door into Summer” tak hanya gagal menyajikan film fiksi ilmiah yang memukau, plot romansa yang diharapkan menyentuh sisi melankolis penonton juga terasa hambar.