Connect with us
Asakusa Kid
Netflix

Film

Asakusa Kid Review: Keringat dan Air Mata di Balik Panggung Komedi

Film biopik Takeshi Kitano, komedian Jepang yang kita kenal melalui ‘Benteng Takeshi’.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Takeshi Kitano merupakan komedian Jepang yang terkenal melalui manzai-nya di bawah nama duo komedian Beat Takeshi. Kalau di Indonesia, para generasi millennial akan lebih familiar dengan sosok komedian ini melalui reality show “Takeshi’s Castle” atau ‘Benteng Takeshi’ pada era 2000an.

Selain memiliki bakat tampil sebagai komedian, Ia juga aktor film, presenter, sutradara, dan penulis buku. “Asakusa Kid” merupakan film yang diangkat dari autobiografi Takeshi Kitano dengan judul serupa.

Dengan kehidupan masa lalu yang penuh lika liku, “Asakusa Kid” lebih fokus pada masa dimana Takeshi bekerja di district Asakusa, sebagai janitor di teater bernama France-za. Teater tersebut dimiliki oleh seorang komedian yang akhirnya menjadi mentor Takeshi, Senzaburo Fukami (diperankan oleh Yo Oizumi). Yuya Yagira menjadi aktor yang memerankan Takeshi muda.

Asakusa Kid

Kisah Takeshi Kitano Selama Berada di Teater France-za, Asakusa

Pada 1965, Takeshi Kitano muda masih bekerja sebagai petugas elevator di teater France-za. Ia bahkan belum yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan sebagai komedian maupun penghibur. Hingga akhirnya Senzaburo Fukami, komedian legendaris di Asakusa sekaligus pemilik teater tersebut, bersedia mengajari Take beberapa trik menari dan memberikan kesempatan untuk tampil di panggung sebagai komedian. Memfokuskan naskah film biopik ini di France-za menjadi pilihan tepat, kita juga bisa melihat bagaimana fase ini menjadi titik paling penting bagi Takeshi dalam kehidupannya.

Daripada menyajikan kronologi masa kecil, masa remajanya dimana Ia hengkang dari universitas, segala hal yang terjadi pada Take di France-za lebih menarik untuk dieksplorasi secara maksimal. Lebih dari sekadar kisah yang inspiratif, “Asakusa Kid” adalah film yang mengekspos keringat dan air mata para pekerja seni di balik panggung dan riuh tawa penonton.

Bagi kita yang kurang menikmati drama slow pace dan minim musik latar, “Asakusa Kid” mungkin akan terasa terlalu sunyi dan membosankan. Kita juga mungkin akan sulit memahami gaya komedi Jepang yang disajikan dalam film ini. Namun, materi humor yang disajikan bukan objek utama dalam naskah, hal tersebut hanya bagian kecil dari kisah Takeshi secara keseluruhan.

Interaksi Takeshi dan Mentornya, Fukami yang Seru untuk Disimak

Diangkat dari buku yang ditulis sendiri oleh Takeshi Kitano, kita bisa melihat bahwa Ia ingin memberikan tribute pada Senzaburo Fukami. Tanpa Fukami, Take mungkin tidak akan pernah menemukan potensi besar dalam dirinya. Fukami memiliki persona sebagai ‘The Greatest Showman’, layaknya pemimpin sirkus yang memastikan teaternya terus berjalan.

Selalu tampil necis dan berkharisma, ada banyak kutipan kalimat darinya yang sangat bermakna bagi seorang komedian. Bukan mentor yang penuh dengan kasih sayang frontal, Fukami memiliki sikap yang tarik ulur antara keras dan peduli pada Take.

Sementara Take, berawal dari janitor yang hanya bisa menurut, secara perlahan juga mulai terbentuk karakter dan keberaniannya dalam bermimpi. Interaksi hingga perkembangan hubungan antara Take dan mentornya menjadi cerita utama yang seru untuk disimak.

Cukup mengingatkan kita pada interaksi mentor-murid seperti dalam “Whiplash” (2014). Yuya Yagira dan Yo Oizumi juga memiliki chemistry yang bagus sebagai dua karakter utama. Layaknya duo komedian yang berada dalam satu frekuensi, setiap dialog yang terjadi mampu menghasilkan emosi tertentu. Kita akan dibuat tertawa, terinspirasi, hingga terharu.

Sajian Biopik yang Sentimental, Padat Materi, dan Personal

“Asakusa Kid” tak hanya fokus pada kisah Takeshi Kitano membangun karirnya sebagai komedian, namun juga mengeksplorasi dunia hiburan secara umum. Lebih spesifiknya pada era peralihan hiburan teater yang kalah bersaing dengan acara televisi. Kemudian sesuai dengan prinsip Fukami dan Take yang ternyata berbeda.

Jika Fukami sangat berbakat, berkharisma, dan idealis, Take memiliki jiwa komedian yang lebih bebas sebagai pemuda, serta terbuka untuk kesempatan baru. Namun keduanya tetap memiliki hubungan baik dan kelakar akrab yang membuat kita tersenyum. Tak hanya sosok Fukami, teater France-za juga memiliki tempat spesial dalam hati dan kenangan Takeshi.

Ada satu adegan yang memiliki konsep one long shot, dieksekusi dengan sinematografi yang smooth, kita bisa melihat kenangan sentimental pribadi dari Take.

Daripada membuat kita tertawa, “Asakusa Kid” lebih mengeksplorasi perjuangan seorang komedian yang bukan di tertawakan, namun membuat orang tertawa. Ada keringat dan air mata yang mereka curahkan di balik panggung, tersembunyi dari kita sebagai penonton yang hanya terima tertawa saja.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect