Sekuel horor karya Parker Finn ini berhasil mengembangkan konsep dari film pertama dengan pendekatan lebih ambisius dan emosional. Film ini memperkenalkan protagonis baru, Skye Riley (diperankan Naomi Scott), seorang bintang pop yang sedang mencoba kembali ke panggung musik setelah melalui masa rehabilitasi dan trauma akibat kecelakaan tragis.
Kisah ini menggabungkan elemen horor psikologis dengan kritik sosial terkait tekanan ketenaran dan kesehatan mental.
Cerita berpusat pada perjuangan Skye menghadapi “kutukan senyum” yang menghantui dan mengancam karir serta hidupnya. Kutukan tersebut berfungsi sebagai metafora kuat untuk rasa bersalah dan penyesalan, yang terus menghantuinya setelah kematian kekasihnya dalam kecelakaan mobil. Konflik batin Skye diperparah oleh tuntutan dari manajer sekaligus ibunya (Rosemarie DeWitt) agar ia tetap tampil di tur dunia, meskipun kondisi mentalnya semakin memburuk.
Film ini mempertahankan elemen jump scare dari film pertama, tetapi fokus lebih banyak diberikan pada eksplorasi emosional sang protagonis. Finn juga menyelipkan momen dark comedy untuk menyeimbangkan intensitas, meski beberapa adegan seperti tarian penuh senyum mungkin terasa lebih campy daripada menyeramkan.
Naomi Scott memberikan penampilan yang luar biasa sebagai Skye Riley, memperlihatkan spektrum emosi kompleks antara kecemasan, rasa bersalah, dan kehancuran mental.
Penampilannya mendapat pujian karena membawa kedalaman emosional, yang tidak hanya menghidupkan ketakutan tetapi juga menggambarkan betapa rapuhnya seorang figur publik di bawah tekanan ketenaran. Naomi berhasil menghidupkan karakter yang penuh konflik, membuat penonton bersimpati pada perjuangan Skye melawan kutukan dan tekanan sosial.
Secara visual, film ini tampil memukau dengan sinematografi tajam dan atmosfer mencekam yang menangkap suasana klaustrofobik dari kehidupan Skye. Penggunaan kamera eksperimental membuat beberapa adegan terlihat seperti mimpi buruk, memperkuat nuansa psikologis cerita.
Komposisi musik elektronik dari Cristobal Tapia de Veer juga memainkan peran penting, menciptakan suasana tidak nyaman melalui campuran suara industri dan ambient noise yang mengganggu.
Meskipun ‘Smile 2’ berhasil meningkatkan intensitas emosional dan visual dibandingkan film pertamanya, beberapa kritik diarahkan pada alurnya yang terkadang terkesan repetitif dan kurang inovatif dalam menghadirkan ketegangan baru.
Meskipun demikian, eksekusi horornya tetap efektif dan membuat penonton selalu waspada hingga akhir. Sayangnya, durasi yang cukup panjang dan elemen plot yang mudah ditebak menjadi kelemahan kecil dari film ini.
Secara keseluruhan, ‘Smile 2’ adalah sekuel yang berhasil mempertahankan daya tarik film pertama sambil menambahkan lapisan emosional baru. Dengan performa luar biasa dari Naomi Scott dan eksekusi horor yang cerdas, film ini menjadi salah satu horor terbaik tahun 2024. Meskipun beberapa elemen terasa kurang orisinal, ‘Smile 2’ tetap mampu memberikan pengalaman sinematik yang menggugah dan mendalam.
Film ini sangat direkomendasikan bagi penggemar horor yang mencari lebih dari sekadar jump scare, menawarkan eksplorasi mendalam tentang rasa bersalah dan trauma melalui lensa ketenaran.
