Connect with us
Run Rabbit Run
Netflix

Film

Run Rabbit Run Review: Manifestasi Horor dari Trauma Masa Kecil

Psychological horror yang membosankan dengan plot mudah ditebak.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Run Rabbit Run” merupakan film psychological horror terbaru di Netflix. Film produksi Australia ini disutradarai oleh Daina Reid, dibintangi oleh Sarah Snook sebagai ibu tunggal yang juga bernama Sarah.

Setelah ulang tahunnya yang ke-7, Mia (Lily LaTorre), anak perempuan satu-satunya, mulai menunjukan perubahan sifat yang tidak biasa. Seperti ia memiliki memori orang lain. Hal tersebut membuat Sarah paranoid karena berpotensi mengungkap trauma masa kecil yang ingin ia lupakan.

Salah satu daya tarik film ini pastinya popularitas Sarah Snook sebagai bintang utama. Perannya sebagai Shioban dalam “Succession” menjadi salah satu yang memikat penonton seiring berakhirnya serial ini. Dari serial terbaik HBO, mampukah Snook kembali bersinar di film terbarunya?

Run Rabbit Run

Sarah Snook Perankan Ibu Tunggal di Film Horor

Seperti film psychological horror pada umumnya, “Run Rabbit Run” juga memiliki protagonis wanita sebagai ibu tunggal, sedang menghadapi kesulitan serta masa berkabung setelah ayahnya meninggal.

Ketika kejanggalan mulai terjadi dalam hidupnya, satu-satu fokusnya adalah melindungi anaknya, Mia. Peran ini tidak terlalu memberikan banyak kesempatan untuk Sarah Snook berakting dengan peran yang menantang. Sarah adalah protagonis yang sangat generik dalam naskah ini.

Tentu akting emosional yang dieksekusi baik oleh Snook maupun aktris muda, Lily LaTorre sudah ekspresif. Namun semuanya selalu kembali pada kualitas dan bobot dari naskah. Karena naskah “Run Rabbit Rin” terasa kosong dan hampa. Sarah sebagai protagonis tidak memiliki plot dimana ia mebangun chemistry dengan anaknya, mantan suaminya, hingga sosok ayah yang sepertinya sangat berarti baginya.

Run Rabbit Run

Plot Slow Burn yang Membosankan

Semenjak opening-nya, “Run Rabbit Run” memiliki prolog yang belum berhasil memikat penonton. Namun dalam film horor seperti ini, biasanya kita akan memberikan sedikit kesempatan untuk plot yang tenang berkembang, setidaknya hingga seperempat durasi pertama. Sayangnya, film ini memiliki plot slow burn yang membosankan. Seiring berjalannya durasi, kita jadi semakin memahami pola adegan dengan editing transisi yang sangat generik dan repetitif.

Hanya berpindah dari satu momen ke momen yang lain tanpa ada adegan yang memikat secara bertahap. Atau sekadar petunjuk dari teka-teki misteri yang hendak disajikan pada final act. Untuk babak pertama film, plot isinya hanya hari berlalu demi hari. Dengan Mia yang terus berusaha menyakinkan Sarah dan penonton, bahwa ia hidup dengan memori orang lain, seorang gadis misterius seumurnya dari masa lalu Sarah.

Mungkin film ini hendak memberikan treatment horror slow burning tanpa mengandalkan jumpscare. Namun film ini tak menyajikan trik alternatif untuk memberikan nuansa suspense maupun teror tanpa jumpscare, jatuhnya jadi membosankan.

Berusaha Keras Mengulur Misteri yang Sudah Tertebak

“Run Rabbit Run” memiliki plot yang sangat dragging. Premisnya sedikit menarik, namun ternyata tidak mengandung materi yang padat. Baik ceritanya hingga sekuen horor, terasa seperti materi yang kurang dari 1 jam namun diulur-ulur selama 1 jam 40 menit tanpa benar-benar menyajikan teka-teki atau penjelasan yang jelas dan informatif.

Meski pada akhirnya misteri terjawab, plotnya sudah bisa ditebak sebelumnya. Jadi terasa aneh karena cerita seakan berusaha keras menyembunyikan cerita yang sebetulnya sudah bukan rahasia lagi.

Pasti banyak penonton yang tertarik karena Sarah Snook, mungkin tidak keberatan jika filmnya biasa aja. Sayangnya, “Run Rabbit Run” bukan lagi film horor standard, namun di bawah standar dan sangat membosankan.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect