Ketika kita mendengar tentang Royal Blood, permainan bass Mike Kerr yang unik dan dentuman Ben Thatcher yang mantap. Dalam memutuskan rekaman album keempat mereka, “Back To The Water Below”, keduanya memilih untuk kembali percaya dengan insting mereka daripada bermain aman.
Royal Blood baru saja menyelesaikan tur untuk album ketiga, “Typhoons”, tampil di panggung-panggung besar. Mereka bisa saja mengulang kesuksesan, menunggangi pamor dengan formula yang sama, namun Kerr dan Thatcher memutuskan untuk kembali mengeksekusi pendekatan idealis mereka.
Kerr dan Thatcher kembali ke studio rekaman di rumah mereka di Brighton. Mereka yakin dengan pilihan ini karena menyadari bahwa ikatan dan kepercayaan satu sama lain selalu menjadi kekuatan utama mereka. Itu yang membuat album debut mereka pada 2014 dan “How Did We Get So Dark?” membuat nama Royal Blood menjadi salah satu yang mencolok dalam skenanya. Setelah “Typhoons” para penggemar pasti juga mulai rindu mendengarkan warna musik hard rock Royal Blood kembali.
The Gist:
“Back To The Water Below” menjadi album dengan materi tentang perjuangan personal Mike Kerr dalam menghadapi kehidupan yang penuh agenda selagi bertahan untuk tidak kembali kecanduan setelah sembuh sejak 2019.
Judul dari album ini sendiri menjadi metafora untuk perjuangan tiada akhir melawan dorongan dan ketahanan. Kerr mengambil inspirasi dari sisi gelap dari memorinya, kemudian merangkainya menjadi tracklist dalam album yang mengajak kita menjelajahi siklus dari pengalaman tersebut.
“Back To The Water Below” menjadi album yang memiliki aplikasi dari setiap elemen tiga album sebelumnya secara musikal. Ini bukan rekaman hard rock yang seratus persen kembali ke era debut, namun juga tidak mengulang “Typhoons”. Dikerjakan dengan semangat menampilkan bakat individual Kerr dan Thatcher dan kekompakan duet mereka. Pada akhirnya, meski sempat disebut kembali ke root mereka, ini bisa jadi album Royal Blood yang juga melahirkan materi musik rock yang baru.
Sound Vibes:
Royal Blood kembali ke root hard rock mereka untuk “Back To The Water Below” setelah bereksperimen dengan musik funky dance rock dalam “Typhoons”. Kerr dan Thatcher meninggalkan lantai dansa yang agresif, kembali ke garasi dengan musik rock yang riuh dan mentah. Dengan proses produksi dimana keduanya kembali memegang kendali dan melakukan semua sendiri, mereka kembali meracik musik yang selama ini menjadi keunggulan mereka; heavy rock dan track slow burners.
Ini bukan menjadi album dengan banyak resiko, sejak track pertama pendengar lama Royal Blood akan seperti disambut ke panggung underground rock dengan ‘Mountains at Midnight’. Namun mereka juga mencoba mengkomposisi lagu-lagu lembut dengan instrumen piano. Dimana cukup menambahkan variasi dalam track, membuat tracklist jadi lebih menarik dan tidak monoton. Meski demikian, musik rock yang kencang dan rancak masih mendominasi album secara keseluruhan.
Ini menjadi deklarasi pendekatan Royal Blood sebagai musisi. Meski menjadi salah satu unit yang idealis di skenanya, mereka juga terbuka akan eksperimen dan perubahan setelah melalui proses tertentu. Dari keempat album mereka sejauh ini, Kerr dan Thatcher terlihat tidak takut menyajikan sesuatu yang baru; baik gagal maupun berhasil.
Best Tracks:
‘Mountains At Midnight’ menjadi track pembuka yang memperjelas indikasi arah komposisi dari album ini. Penggemar Royal Blood akan disambut dengan alunan distorsi dan drum yang kalut, sembari Kerr berteriak ‘I’m a bruise you soothe, in your dancing shoes’. Seiring berjalananya track, akselerasi terasa berputar dan menghantam, kemudian semakin menemukan pijakan ketika hook, ‘Crawling out on my bones, till the break of the daylight’. Ini benar-benar menjadi track sambutan yang menyulut semangat penggemar setia Royal Blood, the boys are back!
‘Triggers’ dan ‘Tell Me When It’s Too Late’ juga menjadi dua track dengan aransemen heavy rock yang bakal jadi favorit pendengar. ‘Triggers’ menjadi track showcase drum dari Thatcher sebagai hook instrumen. Sementara ‘Tell Me When It’s Too Late’ adalah showcase bass ikonik Kerr. Untuk track-track rock kencang dalam “Back To The Water Below”, memang membawa kita kembali pada cita rasa hits lama unit ini. Namun ada elemen dalam mastering-nya yang membuat setiap track lebih immersive sebagai suatu rekaman.
Sementara ‘The Firing Lane’ menjadi track selingan yang lebih rendah temponya. Ini menjadi salah satu track yang menunjukan perkembangan Royal Blood dalam memproduksi musik. Tak melulu drum dan bass yang kencang, melodi piano dimasukan dalam aransemen yang melahirkan cita rasa alternatif rock menenangkan. Kemudian ditambah dengan nuansa atmospheric dalam mixing-nya. Melengkapi makna lirik tentang keadaan dimana kita tersesat, namun tetap ada harapan untuk selalu kembali ke jalan yang benar.
“Back To The Below” menjadi album dengan durasi yang pendek, sekitar 30 menit, namun menyajikan tracklist paling komprehensif dalam diskografi Royal Blood. Serasi dengan eksplorasi lirik seputar dosa dan penebusan, seperti ombak yang menghantam maupun air pasang yang mengangkat Mike Kerr dan Ben Thatcher.
