Bulan November mendatang, tepatnya pada tanggal 11 film “The Fabelmans” yang disutradarai oleh Steven Spielberg rilis. “The Fabelmans” merupakan film semi-autobiografi yang notabene adalah curhatan sutradara mengenai kehidupan di masa kecil atau di masa lalunya. Dinamakan semi-autobiografi karena sang sutradara biasanya menciptakan karakter yang menggambarkan dirinya meskipun karakter tersebut tidak ada di kehidupan nyata.
Biasanya sutradara menciptakan karya semi-autobiografi di awal-awal karirnya semacam sutradara tersebut menyodorkan curriculum vitae kepada calon penonton filmnya. Itulah kenapa film semi-autobiografi biasanya dalam bentuk coming-of-age.
Tak jarang pula ketika sutradara tersebut sudah melangkah jauh di dalam karir penyutradaraan, ia akan memutuskan membuat film semi-autobiografi untuk mengenang kembali masa lalunya atau menyalakan percikan kreativitasnya dengan melihat kembali alasannya terjun ke dunia film.
Berikut ini adalah daftar film semi-autobiografi terbaik yang memang akan membuat para penonton menjadi lebih memahami konsep pemikiran dan kreativitas sutradara dengan karya-karyanya.
Almost Famous (2000), curhatan Cameron Crowe ketika menjadi Jurnalis
Film keempat dari Cameron Crowe yang rilis pada tahun 2000 ini menceritakan tentang William Miller (Patrick Fugit), seorang jurnalis musik yang masih muda dan mengikuti perjalanan tour band fiksi bernama Stillwater. Karakter William di film ini memang berdasarkan perjalanan Cameron Crowe ketika menjadi jurnalis majalah Rolling Stone di masa remajanya.
Dilansir dari situs pribadinya Crowe, The Uncool selain Will, karakter Elaine Miller berdasarkan dari ibunya Crowe yang dimainkan dengan cemerlang oleh Frances McDormand.
Film “Almost Famous” masuk dalam daftar ini selain karena kita seperti diajak ke masa lalunya Crowe, film ini juga mengajak kita di masa ketika musik rock sedang berjaya. Crowe seakan ingin berbicara kepada kita sebagai penonton bahwa kedewasaan memang tidak terpatok umur tapi kematangan mental.
Will yang masih muda mengikuti perjalanan tour bersama sekelompok orang dewasa hingga akhirnya Will jatuh cinta dengan perempuan yang lebih tua dari dirinya. Istilah lainnya adalah ‘dewasa belum waktunya’.
The Squid and the Whale (2005), melihat perceraian di mata Noah Baumbach
Perceraian bukanlah hal yang mudah untuk dilupakan terutama bagi sang anak yang menjadi saksi perceraian atas orang tuanya. Sang anak harus menjalani kehidupan yang berbeda dari sebelumnya karena tidak lagi melihat orang tuanya hidup satu rumah dan harus memilih salah satu dari mereka.
Noah Baumbach mungkin dikenal publik lewat film “Frances Ha” (2012) atau yang baru saja rilis “Marriage Story” (2019). Bahkan jauh sebelum “Marriage Story”, terdapat satu film yang terasa begitu personal dari Baumbach yaitu “The Squid and the Whale” yang rilis pada tahun 2005.
“The Squid and the Whale” menceritakan tentang kehidupan perceraian suatu keluarga di Brooklyn di tahun 80an. Dampaknya yang begitu keras kepada anaknya yang dimainkan oleh Jesse Eissenberg dan Owen Kline. Karakter Walt Berkman (Jesse Eissenberg) merupakan substansi ketidaksadaran Baumbach di masa remajanya ketika menjalani hidupnya sebagai anak dari keluarga yang telah berpisah.
Menurut Baumbach di situs IndieWire, cerita “The Squid and the Whale” begitu dekat dengan kenyataan hidupnya hingga kedua orang tuanya menyukai film tersebut. Ironis.
Rushmore (1998) dan cerita cinta Wes Anderson dengan gurunya
“Rushmore” rilis pada tahun 1998 dan menjadi cetak biru Wes Anderson untuk karya-karya selanjutnya. Seperti percintaan tidak lazim, penggunaan musik 70an, gambar yang simetris dan karakter yang kontradiktif (anak kecil seperti orang dewasa dan orang dewasa bertingkah seperti anak kecil). Ada satu lagi yang menarik dari “Rushmore” yaitu film ini merupakan semi autobiografi dari Wes Anderson sendiri.
“Rushmore” menceritakan tentang Max Fischer, siswa paling rajin di ekstrakurikuler tapi lemah di akademik. Suatu hari ia bertemu dan jatuh cinta terhadap guru SD bernama Rosemary Cross. Meskipun film ini tidak sepenuhnya dekat dengan realita Wes Anderson tapi karakter Max Fischer begitu dekat dengan Wes Anderson.
Ambisi Max yang harus selalu sempurna dengan apapun yang ia kerjakan selaras dengan visi Wes Anderson ketika menciptakan filmnya. Dilansir dari situs SFgate, “Rushmore” merupakan penggambaran dirinya terutama penggunaan sekolah St. John sebagai latar tempat filmnya yang mana Wes adalah alumni dari sekolah tersebut.
Roma (2018) dan kisah haru biru Alfonso Cuaron tentang kehidupan masa kecilnya
Alfonso Cuaron, sutradara berkebangsaan Meksiko yang terkenal karena berhasil mengubah film “Harry Potter” menjadi lebih dewasa dan kelam, membuat film bertemakan distopia “Children of Men” dengan one long take yang begitu indah dan film bertemakan angkasa luar yang indah sekaligus menegangkan berjudul “Gravity”. Hingga akhirnya Cuaron menciptakan film semi-autobiografi berjudul “Roma” yang rilis pada tahun 2018.
Menariknya dari “Roma” adalah film ini justru mengambil karakter utama asisten rumah tangga keluarga Cuaron. Dari sudut pandang ini, kita pada akhirnya akan menggali kehidupan Cuaron di masa kecil sekaligus diperlihatkan situasi politik di masanya.
Dilansir di Variety, Cuaron menyatakan bahwa “Roma” selain memperlihatkan masa lalunya dia juga ingin memperlihatkan luka di masa lalu yang tak akan kunjung pulih meski wakut telah berlalu begitu lama.
Keindahan sekaligus kekelaman film ini disajikan dalam warna hitam putih yang tentu saja akan menambah sisi emosional yang berlebih dibanding jika film ini berwarna warni. Tidak begitu kaget juga ketika film ini masuk ke dalam nominasi Best Picture di Oscar meskipun gagal meraihnya.
Minari (2020) dan kisah imigran Korea di Amerika
Film kedua dari Lee Isaac Chung yang rilis pada tahun 2020 mengisahkan tentang kehidupan imigran Korea Selatan di Amerika pada tahun 90an. Mereka hidup dengan bercocok tanam untuk meraih American dream di Arkansas. Cerita “Minari” berdasarkan kehidupan masa kecil Chung. Bagaimana Chung menghadapi tahun-tahun pertamanya di Amerika ketika masih kecil dengan keterbatasan Bahasa Inggris dalam komunikasi dan kejutan budaya dari Korea Selatan ke Amerika Serikat.
“Minari” tidak hanya sekadar menceritakan alienasi dari keluarga Yi tapi juga menunjukkan tentang rasisme meski bukan hal utama. Menariknya keluarga Yi bukan sebagai korban rasial tapi justru dari Jacob Yi sendiri yang melakukan tindak rasial terhadap orang-orang Amerika.
Menariknya, proses pembuatan film ini ternyata tidak diketahui oleh keluarga Chung karena begitu tertutupnya keluarga Chung sampai di proses editing barulah Chung memberitahu keluarganya tentang film “Minari”.
Belfast (2021) dan kisah konflik etnis di tanah Belfast
Film “Belfast” yang rilis pada tahun 2021 memiliki kemiripan dengan film “Roma”. Keduanya sama-sama sebagai film semi-autobiografi dan sama-sama dalam wujud hitam putih. Bedanya adalah sudut pandang di dalam filmnya. “Belfast” mengambil sosok anak kecil sebagai sosok sentral di “Belfast” yang menjadi saksi peristiwa The Troubles di Belfast, Irlandia Utara.
Sosok anak kecil bernama Buddy merupakan bagian dari fragmen masa lalu Kenneth Brannagh selaku sutradara film. Dilansir dari situs Deadline Brannagh menciptakan karakter Buddy untuk menggambarkan kehilangan Brannagh dengan sosok kota yang ia tinggali sedari kecil karena perpecahan tersebut.
“Belfast” tentu menjadi film yang sangat personal bagi Brannagh. Setelah jatuh bangun sebagai aktor maupun sebagai penulis, Brannagh merasa ia harus segera membuat film yang menceritakan sosok rumah masa lalunya.
Narasi “Belfast” yang dianggap meniru “Roma” mungkin akan berlangsung lama, tapi Brannagh berhasil meyakinkan penonton bahwa “Belfast” cenderung berbeda dengan “Roma”. Yang jelas keduanya sama-sama memberikan pesan yang mendalam dan membekas.