Connect with us
Belfast review
Focus Features

Film

Belfast Review: Tak Ada Tempat Senyaman Kampung Halaman

Drama tentang keluarga, masa kanak-kanak, dan kampung halaman.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Belfast” merupakan film terbaik 2021 yang kini masuk dalam nominasi Best Picture dalam ajang Oscar mendatang. Film yang ditulis dan disutradarai Kenneth Branagh ini juga telah mengantongi prestasi dari Toronto International Film Festival sebagai juara pertama People Choice’s Award.

Dalam Golden Globe ke-79 lalu, film ini menang dalam nominasi Best Screenplay, ketika “The Power of the Dog” menang sebagai Best Motion Picture. “Belfast” bisa dibilang kandidat terkuat yang mampu bersaing dengan film western drama karya Jane Campion dalam Oscar 2022. 

Kenneth Branagh menyebutkan bahwa film ini merupakan karya yang memiliki makna personal baginya. Dari sudut pandang seorang bocah bernama Buddy (Jude Hill), Ia tinggal di Belfast dan sangat mencintai kampung halamannya tersebut. Pada 1969, terjadi konflik antara umat Protestan dan Katolik di Belfast, membuat pemukiman dimana Buddy tinggal tidak aman lagi. Buddy pun dihadapkan oleh kegelisahan besar ketika keluarganya hendak pindah ke Inggris untuk kehidupan yang lebih baik.

Belfast

Kembali Mengingat Kegelisahan Ketika Kita Pindahan di Masa Kecil

Pindahan merupakan pengalaman baru bagi setiap anak yang cukup sulit untuk dihadapi. Terutama pindah ke kota atau bahkan negara lain yang membuat mereka harus meninggalkan saudara dekat, teman, dan sekolah. Bagi kita yang pernah mengalami hal serupa saat masih kecil, akan mudah memahami kesedihan dan tantrum yang diekspresikan oleh Buddy ketika menghadapi hal tersebut. Mulai dari babak pertama, kita akan langsung dihadapkan oleh adegan kerusuhan dari sudut pandang Buddy. 

Namun setelah itu, akan lebih banyak adegan yang membuat kita paham mengapa Buddy mencintai tempat tinggalnya tersebut, lepas dari berbagai masalah keluarga dan konflik besar yang mengitarinya.

“Belfast” merupakan film drama kehidupan yang cukup serupa dengan “Roma” (2013) dan “Boyhood” (2014). Film-film seperti ini memiliki plot yang terbentuk dari potongan-potongan adegan sentimental bagi protagonis, dalam skenario ini dari memori seorang bocah yang naif. Mulai dari manis dan lucunya cinta pertamanya dengan teman satu kelas hingga hubungan baiknya dengan kakek-nenek yang tinggal tak jauh dari rumahnya. 

“Belfast” memiliki cerita dengan alur yang pas untuk kita memahami konflik utama yang hendak diangkat oleh film ini, yaitu beratnya meninggalkan kota asal yang kita cintai.

Belfast

Film Drama dengan Konflik Keluarga dan Sentuhan Komedi yang Natural

Melalui sudut pandang Buddy, kita akan melihat konflik yang terjadi di antara karakter dewasa. Meski Buddy tidak tahu apa-apa, keberadaan dalam setiap adegan ibarat ‘kamera’ bagi kita untuk memahami keseluruhan cerita. Hingga pada akhirnya kita memahami bahwa kegelisahan yang Ia rasakan bukan hal kekanak-kanakan.

Ibu Buddy (Caitriona Balfe), juga berat hati untuk meninggalkan Belfast dengan alasan yang lebih dewasa. Caitriona Balfe kerap menghasilkan adegan terbaik setiap kali menyampaikan sebuah dialog narasi. Tak heran Ia memang layak masuk dalam nominasi Best Supporting Actress dalam Oscar mendatang.

Sama seperti ayah Buddy (Jamie Dornan), kita juga akan berat hati setiap kali istrinya mengungkapkan perasaannya, tentang betapa Ia mencintai Belfast sebagai tempat asal mereka. Keluarga Buddy diperlihatkan sebagai keluarga kelas menengah yang realistis. Kita paham bahwa keluarga Buddy adalah keluarga bahagia yang normal, komplit dengan konflik yang kerap terjadi meski dalam keluarga yang baik-baik sekalipun. 

Kekonyolan kerap menjadi bagian dari kenaifan seorang bocah. Sama halnya “Jojo Rabbit” (2019), sentuhan komedi terasa kental dalam naskah film tersebut meski dalam latar peristiwa yang serius. Namun “Belfast” merupakan film yang lebih ringan jika dibandingkan dengan film Perang Dunia II tersebut. Buddy kerap mengeluarkan pernyataan polos yang membuat kita tertawa. Baik ketika Ia berinteraksi dengan sepupunya, maupun anggota keluarga lain yang lebih dewasa. Setiap dialog humoris yang dilontarkan juga selalu tepat sasaran untuk membuat penonton tertawa. 

Suasana Nostalgia yang Dibangkitkan Melalui Sinematografi Hitam-Putih

Banyak sutradara kerap menerapkan sinematografi hitam-putih untuk menimbulkan kesan nostalgia. Begitu juga dengan film berlatar pada 1960-an ini, visual dan produksi desain yang ditampilkan akan membawa kita kembali ke masa lalu. Permainan cahaya dan warna film sebetulnya tidak terlalu fenomenal jika dibandingkan dengan beberapa film dengan visual serupa.

Meski tidak semuanya, beberapa kamera work yang diterapkan dalam adegan tertentu memberikan statement yang kuat. Salah satunya adegan pertama ketika Buddy melihat pecahnya kerusuhan di jalan besar pemukiman. Transisi dari pemukiman yang tenang dan ramah berubah menjadi kericuhan dengan cara paling dramatis. 

Secara keseluruhan, “Belfast” merupakan film drama selera The Academy. Ada banyak pemenang dan kandidat kuat di masa lalu dengan konsep yang cukup serupa dengan film ini, dan tak sedikit yang keluar sebagai pemenang dalam nominasi bergengsi.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect