Connect with us
Rony Rahardian Rebellionik

Culture

Rebellionik, Ketidaksengajan yang Menguntungkan

Pada satu kesempatan di sore hari Cultura berhasil menodong Onik untuk berbicara.

Banyak yang mengatakan pernikahan membawa rezeki, sepertinya hal ini betul terjadi dalam kehidupan seorang Rebellionik. Moniker yang sudah sepuluh tahun terakhir digunakan oleh Rony Rahardian—kerap dipanggil Onik—untuk berkarya. Nama yang Onik dapatkan tanpa sengaja karena keliaran ide yang ada di kepalanya.

Rebellionik sangat gagah digunakan ketika mengetahui Onik adalah pencinta roda dua. Onik mengaku bahwa dirinya sudah bermotor ria sejak remaja dan lebih mencintai motor daripada mobil. Sayangnya, ketika mengenal seorang Onik nama gagah dan garang tersebut langsung bias. Nyatanya Onik adalah seorang yang ramah dan tidak ada gaharnya sedikitpun, karyanya saja tidak mencerminkan hal tersebut. Onik gemar menggunakan warna stabilo dalam karya-karyanya.

Pada satu kesempatan di sore hari Cultura berhasil menodong Onik untuk berbicara mengenai latar belakang, perjalanan, karya, dan rencana dari desainer kelahiran Cilacap ini.

Se-rebel apa sih lo sampe berani menggunakan kata itu di nama lo?

Tahun 2010 gue foto pre-wedding, konsepnya tidak mau kayak yang pre-wedding nunjuk bulan di sawah atau pantai dengan baju yang rapih. Konsep gue kepingin rebel gitu dengan background mural kalau sekarang kayak di Blok M gitu lah. Konsepnya “Rebellious Romantic”.

Jadi nama Rebellionik baru ditemukan tahun 2010?

Bisa dibilang gitu karena ada satu majalah pingin nge-feature konsep pre-wedding gue yang tidak umum pada waktu itu. Gue kebingungan untuk ngasih nama, istri gue nyeletuk “Rebellionik”. Yaudah, karena unik juga kepake sampai sekarang.

Latar belakang lo arsitek kok belok jadi seni rupa?

Gue nyari kenyamanan bekerja. Menurut gue agak susah untuk bekerja di dunia itu, gue suka dengan metodenya tapi tidak terlalu suka dengan beberapa hal di lapangannya. Gue tidak punya energi untuk berdebat dengan tukang, supplier, negosiasi dan hal lainnya.

Ada tidak hal yang dari arsitektur yang akhirnya lo implementasikan di karya?

Sebenernya gue berarsitektur melalui seni rupa, jadi gue tetap beraksitektur tapi bukan berupa bangunan atau hal yang common dalam bidang arsitektur. Jadi kalau lo perhatikan karya gue, proses dan metodologi yang gue gunakan, pemahaman ruang, komposisi dan apa pun itu menurut gue itu arsitektur banget.

Jadi lo arsitek?

Gue desainer aja karena aktivitas yang sekarang gue jalanin designing dan membuat karya. Jadi dua hal itu yang sekarang mendefinisi gue.

Sejak kapan lo tertarik seni rupa?

Dari kuliah, dulu gue sering ngerjain poster acara fakultas lain. Emang, gue ambil arsitektur tapi kok merasa tertarik dengan seni rupa tapi tidak mungkin untuk cabut dari arsitektur. Mungkin yang membuat gue bertahan, tongkrongan saat itu yang isinya sekarang ada di dunia seni rupa atau jauh dari arsitektur, jadi kita emang kuliah arsitek tapi jiwa kita kemana-mana.

Warna dalam karya lo sangat ikonik, gimana penemuannya?

Jadi dulu di jurusan arsitek kampus gue, ospek itu selama setahun. Di akhir tahun semester dua, kita akan mempertunjukan teater musikal. Selama satu tahun itu gue ngeliat lampu Ultraviolet secara tidak sadar otak gue dicuci yang akhirnya ketika lulus warna tersebut terbawa ke karya-karya gue.

Jadi tidak disengaja?

Ya selama ospek itulah, kebayang selama setahun gue terpapar ultraviolet selama kurang lebih 5 jam. Pengalaman itulah yang menjadikan Rebellionik sekarang.

Influence besar lo siapa?

Judul skripsi gue cukup aneh, jadi gue membahas pop culture di arsitektur. Kenapa memilih judul itu karena gue sangat suka dengan Andy Warhol, Roy Lichtenstein, dan Basquiat. Era pop culture dengan warna mereka yang nabrak menjadi influence besar untuk gue. Gue ngulik banget Andy Warhol untuk kebutuhan skripsi.

Apa yang menarik dari Andy Warhol?

Sebenernya dari skripsi gue itu yang diambil pop culture-nya. Ketika gue ambil sampling seniman yang paling jelas karyanya dari perspektif arsitektur adalah Warhol, Lichtenstein dan seniman lain.

Pop culture dan arsitektur itu lahir karena revolusi industri jadi ketika precast ditemukan untuk arsitektur, di seni rupa menemukan print screen. Sebelum revolusi industri semua diciptakan satu-satu contohnya di seni rupa itu lukisan tapi setelah revolusi industri semua bisa dicetak saring, jadi mereka semua udah bisa mengindustrikan karya mereka. Selain itu, gue suka Warhol karena dia menyelamatkan hidup kita sekarang dengan mempopulerkan seni pop.

Rebellionik juga sangat komersial, gimana lo membedakan karya untuk ekspresi diri dan komersial?

Di seni rupa gue ngambil jalur commission, kalau diperhatikan sedikit banget karya gue yang dibuat terlebih dahulu sebelum dijual. Kebanyakan yang gue bikin karena pesenan, ini satu jalur yang gue ambil karena cukup berat untuk gue hidup dari karya yang dibuat terlebih dahulu kemudian dijual. Secara bisnis emang gue commission artist, terbuka untuk segala bentuk commission dari siapa pun, jadi emang karya gue kebanyakan by request.

Penyambutan Rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah di Pelabuhan Benteng Selayar-1 Penyambutan Rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah di Pelabuhan Benteng Selayar-1

Selayar dan Kejayaan Maritim Nusantara

Culture

Interview Mandy Interview Mandy

MANDY Interview: Bersemangat Tebarkan Energi Positif di Pertunjukan Live

Entertainment

Sky Sky Sky Sky

Sky Sky Interview: Dubstep, Rock & Alam Semesta

Entertainment

Eksplorasi Pesona Kebudayaan Jepang Melalui Anime

Culture

Connect