Connect with us
Prince
Prince onstage in 2009 | (Photo: Kristian Dowling/Getty Images)

Music

Prince: Welcome 2 America Album Review

Album posthumous dari sang legenda kental akan komentar dan opini isu sosial.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Jauh sebelum kepergiannya di tahun 2016, rumor berhembus tentang banyaknya album-album, demo, dan single Prince yang belum dirilis. ‘Welcome 2 America’ menjadi posthumous album pertama dari sang musisi legendaris dengan materi yang belum pernah diperdengarkan sebelumnya.

Album ‘Welcome 2 America’ melewati cerita panjang, dimulai dari pertemuan Prince dengan Tal Wilkenfeld di tahun 2008. Berujung dengan proses rekaman bersama drummer Chris Coleman dan Morris Hayes. Prince juga menggandeng penyanyi New Power Generation, Liv Warfield, Shelby Johnson dan Elisa Fiorillo sebagai backing vokal. Sekaligus berbagi ruang untuk lead vokal dan harmonisasi di beberapa track.

‘Welcome 2 America’ melalui proses rekaman pada Maret 2010 sebelum Prince menggelar tur ‘Welcome 2 America’ di Amerika Serikat, Eropa, Kanada, dan Australia.

Kala itu, album ‘Welcome 2 America’ justru berakhir tidak dirilis. Tanpa ada yang tahu pasti alasannya. Hingga akhirnya archivist Michael Howe menemukan kembali materi ‘Welcome 2 America’ dalam bentuk CD-R dengan track list tertulis pada permukaannya.

‘Welcome 2 America’ berisikan 12 track yang belum pernah dirilis maupun diperdengarkan ke publik sebelumnya. Prince menulis nyaris keseluruhan track. Kecuali “Stand Up and B Strong” yang ditulis oleh Dave Pirner, dan hadirnya Shelby Johnson sebagai co-writer untuk “Same Page, Different Book.”

Prince menuliskan track demi track ‘Welcome 2 America’ dengan komentar maupun opini mengenai berbagai isu sosial. Mulai dari tentang politik, industri hiburan terutama musik di Amerika Serikat, hingga mengenai Tuhan, obat-obatan terlarang, seks. Sampai narasi untuk pajak dan teknologi.

Luasnya tema yang disoroti Prince dalam album ini, di satu ini memberikan berbagai sisi eksplorasi berbeda. Sedangkan di sisi lain cukup membuat pendengar kehilangan arah. Apa yang sebenarnya dikritik atau dikomentari Prince? Isu sosial apa yang membuatnya begitu muak dan marah?

Opener “Welcome 2 America” langsung menyambut pendengar dengan cerita berisikan kelamnya kehidupan di Amerika Serikat. Bait lirik di lagu ini, seperti “Truth is a new minority,” dan “Land of the free, home of the brave / Oops, I mean / Land of the free, home of the slave / Get down on your knees” memiliki potensi menjadi kontroversi. Dimana sama sekali tak mengherankan mengingat lagu ini menarasikan tentang sistemik rasial, korupsi, dan misinformasi.

Perpaduan dari permainan instrumen bass dan drum menjadi pencuri perhatian tersendiri. Terlebih bila kita mendengarkan tanpa mempedulikan isi lirik di dalamnya.

Prince melontarkan kritik tajam pada industri musik melalui “Running Game (Son of a Slave Master).” Track ini terutama mengomentari tentang eksploitasi pada kultur Afrika-Amerika dari para kulit hitam, “How much do you want for that real dope beat? / Another A&R man lying through their teeth.”

Track berikutnya, “Born 2 Die” mengusung irama soul-funk ala Curtis Mayfield. Sayangnya vokal Prince tenggelam di antara harmonisasi apik sang backing vokal. Falsetto khas Prince di lagu ini sebenarnya cocok dengan tema lagu. Sejalan bersama lirik tentang upaya seorang wanita untuk “free from the hustle of the streets.”

“1000 Light Years From Here” menghadirkan aura lagu hits musim panas dengan lirik tentang American Dream. Sedangkan “Hot Summer”, yang mengusung irama pop rock dari tahun 70an, justru tak memberikan gambaran tentang hot summer. Vokal Prince lagi-lagi kurang terdengar maksimal bila dibandingkan dengan hits-hits lain rilisannya.

‘Welcome 2 America’ memberi kejutan dengan adanya track cover “Stand Up and B Strong” dari Soul’s Asylum. Kali ini suara Prince cukup memberi harapan akan hari-hari cerah yang lebih baik. “Check the Record” juga terdengar sangat khas Prince, terlebih dengan melodi funk yang digunakan. Genre ini memang layaknya playground untuk sang musisi legenda.

Irama P-funk disisipkan pula dalam lagu yang mempertanyakan tentang Tuhan dan agama, “Same Page, Different Book.” ‘Welcome 2 America’ memang bukan karya song-writing terbaik dari Prince; Namun lirik “we’re on the same page but a different book / So much more in common if you’d only look” cukup menyentuh isu sosial tentang perbedaan dalam keberagamaan.

Prince mengambil langkah mundur dari isu sosial dengan track “When She Comes.” Lagu ini mengenai sex, namun tidak berisi kritikan maupun opini seperti dalam “Born 2 Die.” Prince justru meramu “When She Comes” sebagai sex jam dengan lirik-lirik nakal yang terdengar terlalu filosofis.

“1010 (Rin Tin Tin)” mengedepankan synth kelam dengan kesan misterius yang juga tak asing lagi dalam diskografi Prince. Permainan bass dengan melodi funk rock diteruskan hingga track penutup, “One Day We Will All B Free.”

Sebelum ‘Welcome 2 America,’ Prince sudah memiliki sederet lagu-lagu berisikan protes akan berbagai isu sosial. Sebut saja “Sign o’ the Times,” “1999,” “America,” “Ronnie, Talk to Russia,” dan “Love Sign.” Meski tak bisa dikatakan sebagai song writer terbaik untuk lagu-lagu dalam koridor ini, Prince tetap berhasil menyampaikan sentimennya secara lirikal. Seperti bait lirik “Abraham Lincoln was a racist,” “Let’s take all the guns away,” atau “Don’t let your children watch television until they know how to read.”

Dalam ‘Welcome 2 America’ pun, maksud dari opini dan komentar Prince berhasil tersampaikan. Hanya saja seperti disebutkan di atas, tema yang diangkat terlalu luas. Sehingga terkesan ia hanya ingin sekedar mengomentari dan beropini tanpa esensi.

Secara musikalitas, Prince meniupkan nafasnya dalam hampir semua track. Walau di beberapa bagian, peranan backing vokal New Power Generation jauh lebih dominan dan mencuri spotlight sang bintang utama.

Pada akhirnya ‘Welcome 2 America’ cukup untuk menumpaskan kerinduan akan karya-karya orisinil Prince. Suara khas dengan vokal falsetto sang legenda dengan iringan bass, string, dan drum berirama funk dan rock pun masih berhasil menghadirkan rasa cinta tersendiri.

Green Day: Saviors Album Review

Music

The Smile: Wall of Eyes The Smile: Wall of Eyes

The Smile: Wall of Eyes Album Review

Music

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy Album Review

Music

Zara Larsson: Venus Zara Larsson: Venus

Zara Larsson: Venus Album Review

Music

Connect