Connect with us
Rega Ayundya

Perjalanan Proses Berkarya Rega Ayundya

Kedekatannya dengan skena musik lokal mempunyai pengaruh yang cukup signifikan baginya.

Seperti banyak orang yang terjun dan berkarir dalam dunia seni rupa, perjalanan Rega Ayundya sebagai seniman bermula karena ia suka menggambar. Ketertarikan itu membawanya mempelajari berbagai hal—termasuk seni murni dan seni patung—yang sempat ia tekuni dengan mendalam. Tapi baru setelah mulai sering mengikuti pameran, Rega akhirnya memutuskan untuk fokus berkarir di seni rupa.

“Mungkin karena orang-orang sekitar juga pada support—jadi kayak, Yaudah deh.”

Selain karena atmosfer seni dan kreatif kota Bandung—tempat di mana ia tinggal—yang cukup hidup, lingkungan orang-orang seni di sekeliling Rega jugalah yang ia anggap banyak memengaruhi perkembangannya sebagai seniman.

Mungkin hal itu juga yang membuat Rega cukup dikenal lewat rilisan-rilisan musik yang menggunakan artwork buatannya. Berawal dari bantu-bantu teman yang membutuhkan artwork untuk proyek grindcore atau sekadar untuk artikel blog, Rega kerap memberikan karyanya untuk digunakan secara cuma-cuma. Kemudian sejak dimintai artwork untuk sampul album mini dari seorang tokoh musisi indie yang mengadakan pernikahan sekaligus merilis karya duet dengan pasangannya, Rega mulai jadi langganan banyak musisi untuk dimintai artwork buat rilisan.

“Sejak itu jadi kayak langganan aja, kayak banyak yang minta tolong gitu. Awalnya cuma buat bantu-bantu temen gitu, terus lama-lama jadi kayak mulai ada timbal balik.”

Menurut Rega, kedekatannya dengan skena musik lokal mempunyai pengaruh yang cukup signifikan baginya. Ia melihat skena musik cukup berbeda dengan skena seni rupa, karena mempunyai spirit yang lebih D.I.Y (Do It Yourself). Kedekatan itu ia anggap sebagai refreshing dari lingkup seni rupa. Rega bisa menemukan persimpangan yang cukup ia nikmati dengan kolaborasi-kolaborasi yang menghasilkan sejumlah artwork sampul album untuk rilisan teman-temannya. Ibarat sebuah fan-art yang diminta teman-temannya—perasaan itu mutual.

Bagi Rega, proses ini punya kelebihan tersendiri—yaitu lebih exciting. Excitement itu muncul karena saat diminta untuk membuat artwork untuk sampul album, ia juga harus mencoba memahami karya orang lain dengan medium yang berbeda dan menerjemahkannya lagi menjadi sebuah karya tersendiri.

“Kalo misalnya lo berkarya sendiri kan lo nerjemahin isi pikiran lo sendiri. Serunya, (di sini) lo coba ngertiin isi pemikiran si musisinya gitu, dari lirik-liriknya. Soalnya kan kadang mereka ada yang misalnya orangnya seneng bercanda tapi ternyata lagunya depresif banget, yang gitu-gitu.”

Walaupun dalam perjalanannya sebagai seniman ia pernah mendalami seni patung, Rega Ayundya kini lebih dikenal dengan karya-karya yang menggunakan elemen pola yang detail dan repetitif serta medium seperti ballpoint dan watercolor. Ia menyampaikan alasannya untuk kembali lagi menggunakan disiplin-disiplin tersebut karena proses drawing adalah proses yang selalu ia nikmati.

Ia beranggapan bahwa seni patung punya tantangan tersendiri yang cukup tricky—banyaknya material yang dilibatkan; tingginya tingkat presisi yang dibutuhkan; serta proses yang bertahap. Sedangkan dalam drawing, ia bisa cukup spontan dan menghasilkan sesuatu yang ekspresif dengan cepat. Namun ia tetap beranggapan bahwa dalam dunia seni, medium hanyalah bahasa untuk menghasilkan sebuah karya.

Bicara tentang pendekatannya dalam berkarya, ia juga menggangap ketertarikannya pada tema-tema kosmologi dan foto-foto mikroskopik dalam tubuh manusia punya pengaruh terhadap pendekatannya dalam berkarya. Ia percaya bahwa gak cuma galaksi kita yang punya tata surya, tapi di dalam tubuh manusia juga terdapat tata surya tersendiri yang terdiri dari atom atau partikel-partikel terkecil dalam tubuh kita.

Ornamen-ornamen organik yang ia gambar juga punya kemiripan dengan bagian-bagian kecil dalam tubuh manusia. Melalui pola-pola repetitif yang ia gambar, bentuk-bentuk sederhana bisa memberikan impresi yang masif karena pengulangan detail yang terus-menerus.

Selain pendekatan yang menggunakan tema paralel tersebut, peran teknologi sendiri juga sedikit banyak memengaruhi proses Rega dalam berkarya. Ia banyak menggunakan teknologi era internet seperti media sosial dalam mengumpulkan referensi visual dan sebagai sarana pendistribusian karya. Selain itu, ia juga sering menggunakan tools seperti mikroskop elektronik untuk mengumpulkan sampel-sampel yang nantinya ia gunakan sebagai bahan visual dalam berkarya.

“Gue lagi suka ngumpulin bahan-bahan masakan busuk gitu di kulkas terus gue foto pake mikroskop gitu, electronic microscope. Gue masih pake yang kecil gitu sih, lagi pengen coba yang lebih detail lagi biar zoom-nya bisa lebih dahsyat.”

Inovasi yang didukung oleh teknologi untuk menghadapi situasi era social distancing seperti sekarang ini seperti banyaknya virtual exhibition atau maraknya NFT juga ia anggap penting dalam perkembangan industri seni rupa itu sendiri.

“Menurut gue sebenernya balik lagi ke senimannya. Jadi misalnya kalo mereka ada ajakan pameran digital, ya gimana caranya biar karya mereka yang sebelumnya keliatan menarik pas pameran offline jadi keliatan menarik pas pameran online juga. Jadi kita harus bisa adaptasi juga.”

Teknologi memang merupakan sebuah elemen penting yang membantu para seniman membuka kemungkinan-kemungkinan eksplorasi baru dan luas dalam dunia seni. Mau coba rasakan virtual experience menarik seperti yang dimaksud Rega Ayundya? Jangan lewatkan keseruan-keseruannya dalam dunia 3D penuh karya di sini.

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Declan McKenna: What Happened to the Beach?

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Album Review

Music

Ariana Grande: Eternal Sunshine Ariana Grande: Eternal Sunshine

Ariana Grande: Eternal Sunshine Album Review

Music

Java Jazz Festival 2024: Embracing Unity Through Music

Entertainment

Green Day: Saviors Album Review

Music

Connect