Connect with us
Potret Obsesi Tidak Sehat dalam Film
Whiplash

Entertainment

Passion to Obsession: Potret Obsesi Tidak Sehat dalam Film

Ketika ingin mewujudkan mimpi malah jadi obsesi, berikut contohnya dalam film. 

Kalau kata orang masa kini, ‘passion’ menjadi alasan utama seseorang merasa bahagia. Mendedikasikan hidup pada profesi atau mengerjakan sesuatu yang benar-benar kita sukai. Bukan karena materi atau tuntunan orang lain.

Passion’ dalam kasus ini memiliki makna yang sama dengan mimpi atau cita-cita. Semua orang punya impiannya masing-masing. Ada yang ingin menjadi musisi terkenal, aktris dengan banyak penghargaan, seniman di panggung yang mereka inginkan, dan masih banyak lagi bidang profesi yang menjadi mimpi setiap orang.

Namun, passion yang benar harus disertai dengan mawas diri. Tak hanya mengikuti idealisme yang tidak realistis, atau mengabaikan berbagai aspek dalam kehidupan yang tak kalah penting. Passion yang berubah menjadi obsesi kerap membawa kita pada situasi burn out, bahkan disorientasi pada realita.

Ada beberapa film drama psikologi yang mampu menjadi mengingatkan kita akan isu ini. Menjadi potret sempurna untuk pembahasan. Kita akan menganalisa film terbaik Hollywood, “Black Swan” (2010) dan “Whiplash” (2014). Ada juga film anime klasik, “Perfect Blue” (1997) oleh Satoshi Kon. “Bandersnatch” (2018) juga bisa menjadi episode hybrid “Black Mirror” yang dijadikan contoh kasus sempurna. Setiap film ini juga memiliki latar profesi yang berbeda.

Black Swan (2010)

Black Swan (2010) | Fox Searchlight

Black Swan: Penari Balet yang Terobsesi untuk Mendapatkan Peran

Natalie Portman berperan sebagai Nina Sayers, seorang wanita lugu yang menyimpan ambisi besar sebagai penari balet. Konflik internal menjadi intisari dalam “Black Swan” ketika Nina ingin mendapatkan peran sebagai penari balet utama dalam pertunjukan “Swan Lake”. Dimana penari utama harus bisa berperan sebagai Odette, angsa putih yang lugu dan lembut, sekaligus Odile, angsa hitam dengan kepribadian yang lebih sensual dan menggoda. Nina bisa jadi pemeran sempurna sebagai Odette, namun Ia menghadapi masalah ketika kesulitan mendalami peran sebagai Odile, si angsa hitam.

Memiliki ambisi untuk menjadi penari balet terbaik dan mampu memerankan berbagai peran merupakan hasrat yang wajar. Sebagai seniman yang selalu ingin mengembangkan diri menuju kesempurnaan. Namun, ketika Nina mulai mengalami disorientasi dan episode psikotik, kita bisa melihat Ia mengalami kesulitan membedakan mana yang nyata dan mana yang fantasi. Kita pun mulai mempertanyakan, bagaimana Nina benar-benar menikmati proses ini? Dimana Ia berusaha untuk memenuhi syarat sebagai Odile.

Kesalahan Nina adalah Ia tidak bisa membedakan bahwa Odile adalah peran fiksi, Ia harus bisa secara profesional memerankan sisi gelap dari karakter tersebut. Menjadi pemeran utama dalam “Swan Lake” merupakan seni menjadi aktris yang fleksibel dalam segala peran. Bukan menyelaminya dan melihatnya sebagai bagian dari kepribadian Nina yang sesungguhnya.

Tanpa menyebutkan contohnya, kita bisa melihat beberapa aktor method yang tenggelam dalam perannya. Mengalami gangguan mental hingga mampu mengakhiri kehidupannya sendiri.

Whiplash: Drummer dengan Pelatih Keras dan Toxic

Dalam “Whiplash”, kita akan melihat kisah drummer muda, Andrew yang diperankan oleh Miles Teller. Pada babak awal, kita bisa melihat bahwa Andrew bermain drum karena Ia mencintai musik. Ia juga ingin bergabung dengan band dimentori oleh Terence Fletcher, karena Fletcher memiliki reputasi bagus.

Ia ingin bergabung dalam band jazz terbaik di kota. Ada banyak energi positif dalam passion Andrew. Ia juga memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya dan masih bisa cukup peduli untuk menggaet hati seorang perempuan. Berbeda dengan Nina dalam “Black Swan”, Andrew tidak memiliki konflik internal. Kisahnya berubah setelah Ia dimentori oleh Terence Fletcher.

Whiplash

Kalau dalam kasus ini, obsesi tidak sehat yang muncul dari dalam diri Andrew berasal dari luar. Mengangap serius arahan Fletcher, secara perlahan mimpinya berubah menjadi obsesi untuk menjadi drummer sempurna sesuai dengan penilaian Fletcher. Ia mulai menelantarkan mimpinya sendiri, hubungannya dengan orang tua, dengan kekasihnya, karena terlalu fokus untuk membuktikan pada Fletcher bahwa Ia mampu membuat mentornya tersebut terpukau. Andrew bahkan tak memiliki rasa positif terhadap Fletcher, hubungan benci-cinta mereka terlihat toxic dalam skenario ini.

Dalam kasus seperti ini, Andrew seharusnya tidak melupakan hasratnya sendiri. Terus mempertanyakan pada diri sendiri, mimpi dan standar kesempurnaan siapa yang sedang ia jalani. Dirinya sendiri atau Fletcher? Kalau mendapatkan pengaruh toxic dalam usaha mewujudkan mimpi, lebih baik cepat sadar diri dan cari lingkungan yang lebih membangun secara positif.

Perfect Blue: Seorang Mantan Idol yang Mengalami Krisis Identitas

Ada asumsi dari para penikmat film bahwa Darren Aronofsky bisa jadi terinspirasi oleh “Perfect Blue” dalam menciptakan “Black Swan”. Anime Satoshi Kon ini memang rilis lebih dulu dari film Hollywood tersebut yang kini masuk dalam katalog klasik. Dikarenakan keduanya memiliki template protagonis dan plot yang sama.

Aronofsky sepertinya juga penggemar dari karya Satoshi Kon. Ia sempat meminta izin copyright untuk adegan dalam “Perfect Blue” yang aplikaskan dalam filmnya, “Requiem for a Dream”. Sebagai dua film dengan kesamaan yang cukup banyak, otomatis “Perfect Blue” bisa masuk dalam topik pembahasan ini.

Mima Kirigoe terkenal sebagai member idol grup Jepang, sebelum akhirnya memutuskan untuk banting setir menjadi aktris yang lebih dewasa. Sama seperti Nina, Mima mengalami konflik personal dalam proses transformasi perempuan lugu yang harus bisa tampil lebih dewasa dan sensual. Dimana dalam budaya idol Jepang, kemurnian harus dijunjung tinggi. Mima tidak memahami konsekuensi demikian ketika hendak menjadi aktris di skena hiburan yang lebih dewasa.

Perfect Blue 1997 Review

Perfect Blue (1997)

Dengan sentuhan thriller, Mima juga mengalami disorientasi dengan realita dan fantasi, dimana ada berbagai kasus pembunuhan di sekitar tempat kerja barunya. Mima tak tahu lagi apa dirinya seharus tetap menjadi idol saja, aktris dewasa, atau berakhir sebagai pembunuh dengan gangguan psikotik.

Dalam “Perfect Blue”, Mima Kirigoe dihadapkan dengan transisi passion, namun Ia tidak siap dengan transisi yang harus dijalani. Membuatnya kelelahan dan kehilangan dirinya sendiri. Kita bisa melihat pada adegan terakhir, Ia melihat dirinya sendiri di kaca dengan percaya diri, menandakan bahwa Ia telah mengetahui siapa dirinya.

Bandersnatch: Programmer Game yang Hanyut dalam Permainannya Sendiri

“Bandersnatch” menjadi episode spesial “Black Mirror” dengan eksekusi interaktif yang unik. Dimana penonton mampu menentukan plot dan ending dari episode spesial ini. Meski ada banyak variasi cerita dan ending, inti dari masalah yang dihadapi protagonis sebetulnya tetap sama; programmer game yang terobsesi dengan permainannya sendiri. Stefan (Fionn Whitehead) menjadi protagonis kita, anak laki-laki yang tinggal bersama ayahnya, dan memiliki ambisi untuk menjual game-nya pada perusahan pengembang besar.

Tidak gila dalam proses, kita diperlihatkan latar belakang Stefan yang memiliki masalah pribadi sejak awal. Ia tidak dalam kondisi terbaiknya baik secara internal maupun situasinya di rumah bersama sang ayah. Belum lagi tekanan dari perusahaan yang mulai mempekerjakannya. Singkat cerita, Stefan bisa dibilang mengalami burn out karena tidak pernah istirahat dari pekerjaannya. Mengalami kegagalan demi kegagalan dalam memecahkan masalah program game-nya hanya semakin menambah stress level-nya. Apalagi Stefan mengerjakan game dengan latar cerita yang kelam. Dimana Ia mengadaptasi buku fantasi bertema gelap dengan iblis dan pembunuhan untuk game-nya.

Black Mirror: Bandersnatch Review

Netflix

Kita tak melihat apa itu passion dan kesenangan dalam membuat game dari kisah Stefan. Karena ambisinya telah berubah menjadi obsesi pada pekerjaan yang semakin tidak sehat. Kita bisa bekerja dalam keadaan tidak sehat, baik secara fisik maupun psikis. Dari kasus Stefan, kita bisa belajar untuk mengambil waktu sejenak untuk istirahat ketika lelah bekerja. Bahkan untuk pekerjaan yang kita sukai, terkadang kita juga bisa mengalami jenuh dan burn out.

Itu tadi berbagai potret atau contoh kasus passion yang berubah menjadi obsesi tidak sehat. Isu ini bisa terjadi dalam berbagai bidang profesi atau apapun yang menjadi passion kita. Tidak selalu identik dengan pekerja seni, karena rasa jenuh, lelah, dan burn out bisa terjadi pada siapapun. Sumber stress dan obsesi juga bisa berasal dari diri sendiri maupun orang lain.

Dari berbagai contoh film di atas, kurang lebih kita bisa melihat solusi mana yang bisa kita terapkan dalam kehidupan agar mendapat ending yang lebih bahagia.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect