Connect with us
hooligans dan sepak bola indonesia
Photo by Hasan Almasi on Unsplash

Culture

Hooligans Tak Bisa Dilepaskan dari Sejarah Panjang Sepak Bola

Dua hari lalu terjadi kerusuhan antara suporter Indonesia dengan Malaysia. Bagaimana sejarahnya?

Kerusuhan yang terjadi antara suporter bola Indonesia dengan Malaysia membuat Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia, Syed Saddiq, protes keras. Indonesia kabarnya akan dilaporkan ke FIFA. Sebenarnya kasus kerusuhan semacam ini bukan hal baru atau pertama kali terjadi. Bahkan tak hanya terjadi dengan suporter dari negara tetangga saja, fenomena ini pun terjadi di tingkat nasional. Salah satu yang terburuk mungkin adalah kasus Haringga Sirla. Meski kasus ini tergolong pengeroyokan karena korbannya satu dan melawan pelaku yang sangat banyak tetapi ini menunjukkan betapa berbahayanya fanatisme yang berlebihan. Lalu, bagaimana sejarahnya?

Sejarah panjang Hooligans—istilah yang merujuk pada suporter bola yang rusuh—tak bisa dipisahkan dengan sejarah sepak bola. Definisi Hooligans yang umumnya dikenal adalah pembuat onar berusia muda dan biasanya tergabung dalam geng. Umumnya kerusuhan yang terjadi aksi kekerasan random melainkan terencana dan terorganisir. Selain itu jumlah pelakunya bukan satu dua orang melainkan sejumlah besar fans club tertentu. Istilah hooligans sendiri telah dikenal sejak abad ke-19.

Semua berawal dari rasa cinta masyarakat terhadap sepak bola. Olahraga ini dipercaya telah ada di Inggris sejak abad ke-13. Pertandingan biasanya dilakukan antarkampung di hari-hari besar keagamaan. Namun pada masa itu sepak bola sangat jauh berbeda dengan yang kita kenal sekarang. Di masa itu, sepak bola belum memakai bola melainkan ginjal babi. Olahraganya sendiri sangat brutal dan tidak etis karena target sasaran tendangan bola adalah gereja dari kampung lawan.

Tujuan dari pelaksananan sepak bola di masa itu bukan semata-mata untuk mencari keringat belaka. Pertandingan justru dilakukan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah kesukuan atau perebutan lahan. Sejak kelahirannya, sepak bola memang dilabeli olahraga yang manly. Ritual kerusuhan yang dilakukan suporter tak jarang dibarengi oleh tegukan miras. Pertandiangan sepak bola semacam itu sempat dilarang oleh Raja Edward III dari Inggris pada 1349. Ia merasa sepak bola membuat masyarakat kurang fokus terhadap pelatihan militer mereka.

Salah satu kerusuhan antarsuporter sepak bola pertama yang terekam dengan baik dalam sejarah terjadi di Kota Derby, Inggris, pada 1846. Sebenarnya pertandingan sepak bola sendiri semakin diperketat aturannya sehingga tidak lagi aneh-aneh di masa lampau seperti menendang bola ke gereja. Namun kerusuhan antarsuporter tetap saja terjadi. Salah satu aksi Hooligans terburuk terjadi pada 1909 ketika penyelenggara pertandingan menolak memberikan tambahan waktu. Laporan berita ketika itu menyebutkan enam ribu suporter terlihat dalam kerusuhan. Sampai-sampai seluruh lampu jalan di Hampden, Glasgow, Skotlandia ditemukan hancur. Berbagai fasilitas umum rusak. Lebih dari 50 polisi terluka parah.

Namun aksi kerusuhan antarsuporter ini tak hanya terjadi ketika suporter tidak puas terhadap pertandingan. Aksi ini dilakukan karena memang direncanakan. Pada 1960-an aksi ini menyebar luas di Inggris terutama oleh generasi pemuda paskaperang dunia. Tujuannya hanya satu: menyerang suporter dari klub rival. Inggris dianggap tak hanya melahirkan sepak bola sebagai olahraga yang dicintai dunia tetapi juga ikut melahirkan aksi hooligans. Beberapa sosiologis asal Italia beranggapan aksi hooligans di negaranya tak terjadi hingga era 1970-an dan budaya itu dianggap berasal dari Inggris.

Aksi hooligans sendiri memang tersebar luas karena adanya modernisasi. Ketika publik dari berbagai belahan dunia dengan mudah mengakses media dan mendapatkan informasi, kita tak dapat menyangkal adanya konten negatif yang ikut tersebar. Begitu pula dengan aksi hooligans yang terekam oleh media. Bersamaan dengan modernitas dan perkembangan media, hooligans pun tumbuh dengan aksi yang lebih sistematis.

Mereka paham untuk menghindari polisi maka penyamaran tertentu harus dilakukan. Mereka tak selalu datang ke pertandingan dengan seragam klub kesayangan. Bahkan kerusuhan sengaja dilakukan jauh dari stadion dan justru menyasar fasilitas umum misalnya kereta api. Para hooligans pun semakin solid misalnya dengan bersiap meneriakkan fanchant penyemangat di tiap pertandingan. Tentunya fanchant ini telah dilatih sehingga terdengar kompak.

Aksi hooligans sendiri bukanlah sesuatu yang sengaja ditutupi dari mata publik. Mereka secara terbuka “mengumumkan” aksinya melalui forum atau situs resmi yang mereka miliki. Salah satu situs hooligans terbesar di dunia adalah Ultras-Tifo. Ingat kasus hooligans dengan bom molotov di Kota Athen? Mereka sudah membicarakannya di situs tersebut. Insiden itu telah dibicarakan sebelum terjadi dan threadnya mencapai sepuluh halaman. Situs ini juga menjual produk-produk yang umumnya dianggap sebagai barang khas Hooligans. Meski demikian memakai brand tertentu bukan berarti orang itu sudah pasti hooligans. Tak hanya memposting kegiatan kerusuhan—atau rencana dalam melakukan kerusuhan—situs ini juga menjadi sebuah wadah bagi para hooligans dari berbagai negara untuk berinteraksi.

Doktor Sander van der Linden, akademisi dari Universitas Cambridge, menjelaskan bahwa aksi hooligans adalah hal yang terkait dengan sejarah evolusi manusia. Kita sebagai makhluk sosial terdorong untuk hidup berkelompok. Hal itu menumbuhkan sense of belonging yang menuntun kita pada rasa persatuan. Kita secara natural menjadi anti pada pihak yang berada di luar kelompok. Selain rasa memiliki terhadap kelompok, kita juga cenderung mengindetifikasi diri sebagai bagian dari kelompok sekaligus memilah mana yang bukan bagian dari kelompok.

Bila kita mengira aksi hooligans terburuk hanya berada di Eropa, sebenarnya aksi berskala mega juga terjadi di benua lain. contohnya pada Juni 1969 antara El Savador dengan Honduras yang merupakan pertandingan kualifikasi untuk World Cup. Pertandingan ini justru memicu peperangan antara kedua negara selama empat hari dengan jumlah korban tewas 2100 orang dan korban terluka 12 ribu orang. Sejak 1980-an hingga 2012 angka aksi hooligans naik 16 hingga 17 persen per dekadenya. Di Benua Asia, banyak pihak menuding bahwa Indonesia adalah negara dengan aksi hooligans terburuk.

Selain karena faktor evolusi kita sebagai manusia, ada banyak dugaan terkait maraknya aksi hooligans. Beberapa akademisi menduga aksi hooligans terkait pula dengan latar belakang suporter yang berasal dari kelas menengah ke bawah. Sayangnya belum ada jawaban pasti yang dapat menjelaskan fenomena ini dengan baik.

Penyambutan Rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah di Pelabuhan Benteng Selayar-1 Penyambutan Rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah di Pelabuhan Benteng Selayar-1

Selayar dan Kejayaan Maritim Nusantara

Culture

Eksplorasi Pesona Kebudayaan Jepang Melalui Anime

Culture

Steven Spielberg Steven Spielberg

Mengenal Steven Spielberg dari Filmografinya

Culture

Virgin The Series Virgin The Series

Virgin The Series vs Euphoria: Menilik Lika-liku Kehidupan Generasi Muda di Era Modernisasi

Current Issue

Connect