Connect with us
Disenchanted
Cr. Jonathan Hession/Disney

Film

Disenchanted Review: Reuni Semarak yang Kehilangan Keajaiban Musikalnya

Lebih meriah dan semarak  namun tidak semenawan “Enchanted”.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Sudah 15 tahun semenjak “Enchanted” yang rilis pada 2007 silam. Film komedi romantis musikal arahan Kevin Lima menuai ulasan positif pada masanya. Tiga original soundtrack-nya bahkan masuk nominasi Best Original Song pada Oscar 2008.

Amy Adams juga menerima pujian sebagai bintang utama, memerankan putri Giselle dari Andalasia. Mempesona penonton dengan penampilannya sebagai putri menawan yang ternyata berbakat pula dalam menyanyi. “Enchanted” menjadi film dengan konsep meta yang kala itu lain daripada yang lain.

Kini “Disenchanted” muncul sebagai film sekuel yang masih dibintangi oleh aktris dan aktor originalnya. Selain Amy Adams,  ada Patrick Dempsey, Idina Menzel, dan James Marsden, yang juga reuni dalam film ini. Berbeda dengan ‘bahagia selamanya’ di negeri dongeng, Giselle yang menikah dengan Robert di New York harus menghadapi berbagai tantangan baru dalam kehidupan. Mulai dari merawat bayi baru mereka, hingga tantangan baru Giselle untuk menjalin hubungan dengan Morgan (Gabriella Baldacchino), anak pertama Robert yang kini telah beranjak remaja.

Ketika tidak puas dengan kehidupan barunya dan merindukan negeri dongeng yang sempurna, Giselle pun mengajukan permintaan dengan kekuatan sihir. Tanpa memahami konsekuensi yang mengancam Andalasia.

Disenchanted

Lebih Semarak dan Meriah Secara Presentasi Visual

Dalam “Enchanted”, kita melihat Giselle sebagai karakter negeri dongeng yang kontras dengan latar New York. Salah satu daya tarik spesial dari konsep meta yang diadaptasi oleh film fantasi ini. “Disenchanted” memiliki konsep yang sama dengan aplikasi sebaliknya, yaitu negeri dongeng yang menerobos kehidupan nyata. Konsep latar tersebut membuat film sekuel ini memiliki penampilan seperti film live-action khas Disney.

Dimana setiap karakter memiliki penokohan satu dimensi yang standar, dengan putri, pangeran, ksatria, ratu jahat, dan ibu tiri. Masing-masing dipermak dengan tata rias dan tata kostum yang memikat mata. Latar lokasi dalam setiap frame “Disenchanted” juga terlihat lebih menarik dengan warna-warni yang bertebaran di setiap sudut. Kemudian dilengkapi dengan visual efek yang membuat sinematografi fantasi semakin meriah.

Namun, justru daya tarik “Enchanted” adalah bagaimana berbagai hal klise dan “keajaiban” negeri dongeng dipatahkan oleh realita. Dengan begini, kisah “Disenchanted” hanya membuktikan bahwa Giselle tidak mengalami perkembangan karakter dan masih terjebak dalam mindset negeri dongeng dengan ‘bahagia selamanya’, bahkan setelah lebih dari satu dekade hidup di New York.

Disenchanted

Reuni “Enchanted” yang Tidak Terjaga Keseruannya Hingga Akhir

Menonton “Disenchanted” pastinya menjadi kesempatan penggemar film utamanya untuk reuni dengan aktor dan aktris dari film pertama. Hype tersebut setidaknya hanya muncul beberapa saat sampai akhirnya semakin hambar. Mau digolongkan sebagai reuni pun, sebagian besar kita hanya mengikuti petualangan Giselle dalam kekacauan yang ia ciptakan sendiri. Kita tidak akan dimanjakan dengan interaksi Giselle dan Robert. Bahkan Robert juga akhirnya hanya muncul sebagai karakter ksatria yang lebih ‘membosankan’ dibandingkan dengan Pangeran Edward.

Masih mengaplikasikan genre musikal, lagu-lagu baru yang ditampilkan juga kurang memikat dan mudah dilupakan. Tidak ada lagu yang berkesan seperti ‘Happy Working Song’, ‘That’s How You Know’, hingga lagu pengiring dansa Giselle dan Robert, ‘So Close’. Setidaknya Idina Menzel memberikan penampilan musikal terbaik dalam lagu ‘Love Power’. Duet villainous antara Amy Adams dan Maya Rudolph, ‘Badder’, juga cukup menarik untuk disaksikan.

Terlalu Banyak Hal yang Terjadi Dalam Plot

“Enchanted” merupakan film komedi romantis dengan plot yang lebih fokus, yaitu Giselle yang mencari cinta sejati. “Disenchanted” pada akhirnya tidak memiliki satu pesan yang solid dari presentasinya yang semarak. Masih berpusat pada Giselle, namun terlalu banyak hal yang terjadi disekitarnya. Mulai dari skenario persaingan dengan Malvina Monroe, hubungan Giselle sebagai ibu tiri Morgan, serta masalah utama yang menjadi latar cerita, sihir negeri dongeng yang mengubah realita. Ada banyak objektif, namun tidak jelas juga mana yang menjadi prioritas Giselle sebagai protagonis.

Kalau ditonton secara santai, mungkin “Disenchanted” masih bisa menjadi tontonan keluarga yang seru, dengan sedikit porsi reuni. Cukup menyenangkan setidaknya bisa melihat karakter original masih dilibatkan dalam film sekuel ini. Seandainya penampilan keempatnya bisa lebih banyak, terutama untuk Giselle dan Robert.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect