“Choose or Die” (2022) merupakan film thriller horror tentang game retro mematikan yang memengaruhi realita pemainnya. Kayla adalah seorang mahasiswi yang mengalami kesulitan finansial dan krisis keluarga. Menemukan game retro dengan hadiah uang dalam jumlah besar, Ia pun mencoba peruntungannya dengan memainkan Curs>R. Ketika nyawa mulai menjadi taruhannya, Kayla tak lagi bermain demi uang, namun demi hidup dan keselamatan orang yang Ia cintai.
Film Original Netflix terbaru ini dibintangi oleh Iola Evans dan Asa Butterfield. “Choose or Die” memberikan ekspektasi akan perpaduan antara “Ready Player One” dengan “Saw”. Tak hanya dikemas dengan estetika game retro yang khas, namun memuat sekuen visual gore yang kerap bikin ngilu penontonnya.
Ini juga bukan pertama kalinya Netflix mengeksekusi naskah retro game bergenre thriller. “Black Mirror: Bandersnatch” merupakan film dengan konsep game serupa, dimana protagonist (kita, sebagai penonton sekaligus pemain) memilih jawaban yang dirasa paling tepat untuk mengakhiri permainan.
Meski tidak bisa diapresiasi seratus persen sebagai ‘film’, ‘Bandersnatch’, merupakan film interaksi hibrida yang sukses menghibur kita sebagai pelanggan Netflix. Mampukah “Choose or Die” memberikan ketegangan dan unsur survival death game yang tak kalah seru?
Survival Death Game Tanpa Latar Belakang dan Tujuan Jelas
Curs>R merupakan game retro horror dengan genre survival. Kelanjutan cerita dan nasib kita sebagai pemain utama ditentukan oleh pilihan kita. Namun, permain mulai terasa mengerikan ketika pilihan pemain dalam game memengaruhi realita hingga mengancam nyawa.
Ada banyak game puzzle horror seperti Curs>R yang bisa kita mainkan. Seperti game puzzle horror, “Stories Untold” dengan konsep yang nyaris serupa. ‘Bandersnatch’ secara teknis juga bisa kita kategorikan sebagai game. Kedua judul tersebut tak perlu menjadi nyata untuk membuat pemainnya ketakutan. Curs>R sendiri sebetulnya game horror yang membosankan dan tidak memiliki fitur dan cerita menarik untuk dimainkan, apalagi untuk kita tonton.
Film berdurasi kurang lebih satu setengah jam ini tidak memberikan materi yang cukup jelas untuk kita percaya akan kebenaran Curs>R. Bahkan tanpa skenario kutukan pun, dijamin tidak akan ada yang tertarik untuk memainkan game yang tak memuat cerita sama sekali ini. Setiap level permainan yang disajikan dalam skenario merupakan konsep game yang terasa abstrak, tanpa objektif maupun elemen urgensi. Semua pilihan terasa salah. Bagi kita yang sudah terlalu banyak mengonsumsi film atau serial survival death game, “Choose or Die” tidak akan memberikan apa yang kita harapkan.
Kronologi Skenario yang Membosankan dan Adegan Gore yang Tanggung
Bukan film dengan durasi yang terbilang panjang, film ini masih diisi dengan banyak adegan yang terlalu diulur. Misalnya adegan dimana ibu Kayla terlalu takut untuk mengikuti arahan Kayla, hingga adegan mencari teman di kolam berkabut. Kita mungkin akan lebih sibuk bermain dengan ponsel sendiri karena bosan. Tahu-tahu film sudah berakhir dan akan segera kita lupakan. Trik horor yang diaplikasikan dalam “Choose or Die” juga termasuk trik basi. Mulai dari musik latar yang memekak telinga, hingga serangan tiba-tiba.
Adegan gore yang disajikan juga tak lebih dari yang telah kita lihat di trailer. Menciptakan adegan gore yang maksimal tampaknya terlalu memakan biaya. Setiap adegan terasa sangat murahan. Mulai dari minimnya adegan gore yang tak sesuai ekspektasi, hingga set lokasi yang kelewat minimalis.
Protagonist Film Horror yang Tidak Pandai Mengambil Keputusan
Tanpa berpihak pada kesuksesan protagonis yang diteror, kita tidak akan bisa menikmati film horor secara maksimal. Kita harus menyukai karakternya, Kayla bukan karakter utama yang akan kita dukung dalam film survival horror. Ia ditulis sebagai sosok anak perempuan tulang punggung keluarga dengan trauma. Terjebak dalam situasi yang sangat tidak nyaman dan suram. Namun, pada akhirnya, apapun aspek dalam karakter Kayla tidak berkembang kemana-mana. Mulai dari traumanya, hingga skenario hubungan spesialnya dengan Isaac yang tanggung.
Setiap reaksi dan keputusan yang diambil Kayla juga tidak membuat kita puas. Contohnya saja bagaimana Ia langsung muntab ketika Isaac tidak percaya dengan ceritanya setelah bermain Curs>R untuk pertama kalinya. Siapa yang akan langsung percaya bahwa ada game survival horror yang mempengaruhi realita? Tak hanya pilihan-pilihan sepele, hingga akhir cerita pun Kayla mengambil keputusan yang membuat kita mempertanyakan prinsipnya sebagai protagonist. Namun kita tak akan peduli dengan penjelasannya.
“Choose or Die” merupakan film bertema game dengan konsep yang sudah tidak asing. Film maupun game dengan genre serupa terbukti mampu memiliki eksekusi yang menghibur. “Choose or Die” tidak memiliki materi maupun konsep yang siap untuk dieksekusi sebagai naskah film dar awal. Berakhir sebagai film survival death game Netflix yang membosankan dan akan segera dilupakan.
