“Anoksia” merupakan film Indonesia arahan sutradara Indra Gunawan dengan naskah oleh Alfian N. Budiarto. Film produksi platform streaming lokal, KlikFilm ini sempat tayang perdana dalam festival film Jakarta World Cinema Week pada 26 Oktober kemarin. Kini sudah tersedia untuk di-streaming di KlikFilm.
Dibintangi oleh Dwi Sasono dan Prisia Nasution, keduanya adalah pasangan suami istri yang sedang dalam situasi darurat di malam berhujan deras. Keadaan semakin memburuk ketika mobil mereka tertimbun tanah longsor, keduanya harus bertahan hidup dengan oksigen terbatas sembari menunggu tim penyelamat.
Ketika kita berpikir keduanya adalah pasangan yang saling mencintai dan bisa mengandalkan satu sama lain, rahasia mengejutkan terungkap dalam pernikahan mereka. Terjebak dan tidak bisa melakukan apa-apa, situasi memaksa mereka untuk menyelesaikan masalah di antara keduanya.
Latar Cerita Seperti “Buried”, Namun dengan Plot Drama Pernikahan
Jika mengangkat film dengan skenario terkubur dan plot survival dari awal hingga akhir terjebak di dalam satu tempat yang sama, maka kita bisa melupakan film yang dibintangi oleh Ryan Reynolds, “Buried” (2010). Meski pada akhirnya tidak full di dalam mobil saja, “Anoksia” didominasi dengan adegan sepasang suami istri yang berusaha bertahan hidup tanpa bisa melakukan banyak hal. Namun bisa dibilang unsur survivalnya tidak terlalu ditonjolkan secara teknis, ada unsur ‘survival’ dengan makna berbeda yang dipilih menjadi intisari dari film drama ini.
Belakangan ini sedang marak drama seputar pernikahan di skena hiburan lokal. Begitu pula “Anoksia” juga pada akhirnya lebih fokus pada tema tersebut. Dimana sepasang suami istri terjebak dalam situasi yang mau tak mau harus berbicara dan saling terbuka. Film ini jadi lebih mengandalkan interaksi atau dialog sebagai konten yang mengisi latar tidak biasa. Pada akhirnya jatuhnya tetap drama percintaan yang medioker. Hanya latarnya saja yang ekstrim.
Film ini berhasil menghasilkan nuansa claustrophobic. Terlebih karena akting Prisia Nasution yang menyakinkan sebagai istri dengan gangguan pernafasan. Lighting film ini sudah bagus untuk menggambarkan situasi pengap namun tetap nyaman di mata, tidak terlalu gelap dan visual masih terlihat tajam meski kita tahu kedua karakter sedang berdiam dalam gelap.
Mengandalkan Pola Narasi dan Pengembangan Plot yang Standar
Masih menjadi penyakit film lokal, bahwa setiap cerita dieksekusi secara linear. Ada awal, pertengahan, dan akhir. Harus ada adegan yang menunjukan latar belakang tertentu,begitu pula narasi atau adegan penutup dengan afirmasi yang jelas. Penulis naskah terlalu peduli dengan plot secara kronologi. Kemudian mempresentasikannya dalam bentuk transisi flashback. Pada akhirnya plotnya memang jelas, namun ceritanya jadi terasa kurang cinematic dan sekadar story telling tanpa materi yang berbobot.
Padahal latar seperti ini masih jarang sekali diadaptasi di perfilman Indonesia. Bisa dijadikan ajang fokus pada penulisan naskah padat dialog yang lebih artistik. Padahal yang menarik dari premis “Anoksia” adalah pasangan suami istri yang terjebak dalam mobil. Pada akhirnya presentasinya juga tidak berbeda dengan film-film drama pernikahan Indonesia pada umumnya.
Intisari Konflik Memiliki Banyak Potensi untuk Dieksekusi Lebih Rapi
(Spoiler Alert!) Meski pada akhirnya “Anoksia” tidak bisa digolongkan sebagai film dengan sajian cerita yang unik dan baru. Setidaknya film ini memiliki potensi untuk menjadi film drama problematika rumah tangga yang disampaikan dengan lebih rapi. Transisi flashback yang banyak diaplikasikan seakan menjadi jalan pintas yang diambil oleh penulis untuk menjelaskan segalanya. Padahal ada banyak momen yang sudah bagus di-reveal melalui adegan-adegan selama di dalam mobil.
Ketika kita berpikir film ini tidak akan membawa kita kemana-kemana, tiba-tiba ponsel selingkuhan sang suami ditemukan di dalam mobil. Memecah konflik pertama dalam plot. Kemudian adegan yang sudah dapat tensinya tersebut dipatahkan dengan adengan flashback. Begitu pula plot twist bahwa sebetulnya sang istri telah mengetahui kebenaran dalam pernikahan mereka.
Baik Dwi Sasono dan Prisia Nasution saja sebetulnya sudah bersinar sebagai dua karakter utama. Aktingnya keduanya sudah sangat berkualitas dan chemistry-nya dapat. Justru terganggu karena kehadiran karakter-karakter pendukung yang aktingnya hanya sekelas sinetron. Mengungkit tentang sinetron, musik latar dalam “Anoksia” juga annoying dan kerap merusak suasana.
“Anoksia” memiliki konsep latar cerita yang menarik, sayang saja tidak didukung dengan naskah yang setia dengan latarnya. Setidaknya penampilan Dwi Sasono dan Prisia Nasution patut diacungi jempol, sayang sekali tidak diimbangi dengan kualitas dialog dan plot yang seharusnya bisa lebih berbobot. Buat yang penasaran, bisa saja tetap streaming “Anoksia” di KlikFilm.