“White Snake 2: The Tribulation of the Green Snake” (Green Snake) merupakan sekuel dari “White Snake” yang rilis pada 2019 lalu. Namun, kita tetap bisa menonton ‘Green Snake’ meski belum menonton film pertamanya, karena kita akan dibawa menuju latar waktu, protagonis, dan objektif cerita yang berbeda.
Setelah mengenal asal mula Blanca (White Snake) dan adiknya, Venta (Green Snake) di film sebelumnya dalam latar cerita Cina klasik, ‘Green Snake’ lebih fokus pada petualangan Venta di negeri distopia modern, dengan karakteristik menyerupai alam baka.
Setelah Blanca dikurung di sebuah pagoda oleh biksu sakti pemberantas siluman, Fahai, Venta terlempar ke sebuah negeri distopia bernama Shura City. Tak hanya siluman seperti dirinya, disana banyak siluman-siluman lain hingga manusia yang terjebak jiwanya.
Memiliki objektif untuk bertahan hidup, kota tak pernah sepi dan dipenuhi dengan perang antar klan serta tindakan menjarah persediaan, hingga saling menghabisi antar klan siluman maupun manusia. Terjebak di tengah situasi tersebut, Venta juga ingin bertahan hidup untuk menyelamatkan kakaknya.
Penuh Adegan Aksi dan Ledakan Dinamis, Didukung Animasi Spektakuler
“White Snake” pertama memiliki latar China klasik yang khas, begitu juga ceritanya yang masih tidak jauh dari adaptasi legendanya. Sebaliknya, ‘Green Snake’ menghadirkan materi cerita yang sangat baru, bisa jadi lebih sesuai dengan penokohan Venta yang lebih keras, dinamis, dan sesuai untuk menjadi protagonis dalam film aksi.
Shura City merupakan latar distopia fantasi yang membuat kita seperti masuk dalam game “Fortnite”. Dengan berbagai area, kubu pertahanan, hingga tempat mistis, memadukan tema legenda yang klasik dengan gedung-gedung bertingkat modern. Ditambah dengan berbagai klan siluman dan manusia yang bervariasi. Mulai dari siluman banteng, kuda, kadal raksasa, kemudian ada klan siluman burung yang dipimpin oleh manusia berkharisma. Peleburan karakter-karakter yang eksentrik dengan penampilan fisik khas survival battle royale, cukup menimbulkan nuansa yang mirip dengan film “Mad Max” dan sejenisnya.
Creator dari film animasi ‘Green Snake’ tampaknya lebih mengutamakan konten aksi untuk sekuel kali ini. Daripada naskah naratif yang kronologis, film ini didominasi dengan lebih banyak adegan bertarung, aksi kejar-kejaran yang dinamis, perang antar klan, hingga teror “bencana alam” misterius setiap malam di Shura City.
Tak sekadar hadir, animasi yang ditampilkan untuk mengeksekusi setiap adegan aksi sudah sangat berkualitas tinggi. Sangat memanjakan mata bagi kita pecinta animasi action tiga dimensi yang immersive.
Desain Karakter Unik yang Menawan Secara Visual
Satu lagi yang menjadi daya tarik dari ‘Green Snake’ adalah desain karakternya yang unik-unik. Mulai dari Venta yang khas dengan outfit hijau dan kuncir kuda tingginya, dengan detail lonceng yang tak pernah kelupaan diberi sound effect dalam setiap gerakan. Kemudian ada Simon, manusia pemimpin klan yang berkarisma, laki-laki bertopeng misterius, hingga Baoqing Fox dan Spider Goblin dengan desain ala siluman wanita yang menggoda, berfusion dengan desain outfit klasik dan modern yang eye candy.
Keseluruhan elemen dalam ‘Green Snake’ lebih terkesan seperti adaptasi game dengan lokasi, halang rintang, dan sederet karakter yang ikonik. Sayangnya, penokohan setiap karakter hanya kuat secara desain animasinya, namun kurang dieksplorasi menjadi materi cerita yang terasa lebih berkembang. Bisa dibilang hanya Simon dan Baoqing Fox yang memiliki penokohan kuat dan menarik.
Alur Cerita yang Terlalu Hibrida dan Cukup Melelahkan untuk Disimak
Perpaduan antara elemen modern distopia dengan legenda China yang sudah mengandung banyak lore, membuat ‘Green Snake’ terlalu hibrida dan ambisius dalam segi narasi naskah. Sebetulnya protagonis sudah jelas, begitu juga dengan objektifnya, namun gimmick yang diselipkan dalam alur cerita terlalu banyak dan tidak to the point. Membuat kita sebagai penonton pusing mengikuti petualangan Venta yang memakan hati serta melelahkan secara fisik.
‘Green Snake’ juga bukan film animasi yang pendek, durasinya sekitar 2 jam lebih. Bahkan setelah sekuel kedua ini berakhir, pencarian Venta masih belum berakhir dan akan segera ada kelanjutannya baru di tahun depan.
Pada akhirnya, ‘Green Snake’ bisa menjadi tontonan animasi aksi seru untuk bagi penggemar genre ini, cukup aman juga ditonton bersama anak-anak karena hanya mengeksploitasi petualangan dan aksi.
Namun, bagi kita yang lebih menyukai film animasi yang didominasi dengan narasi dan dialog, ‘Green Snake’ mungkin justru membosankan dan terlalu melelahkan untuk disimak sampai akhir.