Connect with us
White Noise
Netflix

Film

White Noise Review: Film Eksperimental Noah Baumbach

Petualangan keluarga Amerika menghadapi permasalahan sehari-hari di era 80an.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“White Noise” merupakan film Netflix Original terbaru dari sutradara kawakan, Noah Baumbach. Terkenal melalui film drama kehidupan yang raw seperti “The Squid and the Whale” (2005), “Frances Ha” (2015), hingga “Marriage Story” (2019), kali ini kita akan melihat sajian Baumbach yang cukup berbeda dari film-film tersebut. “White Noise” sendiri merupakan film adaptasi novel berjudul serupa oleh Don DeLillo. Dibintangi oleh Adam Driver, Greta Gerwig, dan Don Cheadle.

Berlatar pada 1984, Jack Gladney adalah seorang profesor ahli studi tentang Hitler di suatu universitas di Ohio. Suatu hari, kehidupan tenang mereka terusik ketika ada insiden gas beracun yang melanda pemukiman mereka. Jack, Babette, beserta anak-anak mereka berusaha mengevakuasi diri agar tidak terpapar gas beracun yang mengkontaminasi udara.

Sekilas, “White Noise” mungkin terlihat seperti film drama survival keluarga dengan sentuhan komedi. Namun, film ini menyajikan berbagai cerita lintas genre di dalamnya. Dengan sentuhan keabsurdan yang cukup bikin penonton merasa diombang-ambing sepanjang plot.

White Noise

 

Film Noah Baumbach dengan Eksekusi Paling Eksperimental

Film ini merupakan tipe film absurd komedi yang akan membuat kita bertanya; “White Noise” sebetulnya film tentang apa? Terkadang membuat tertawa, terkadang membuat tegang. Ada saatnya sajikan monolog puitis dan brilian, namun ada kalanya kita mendengarkan ocehan absurd level anak-anak. Awalnya kita berpikir film ini memiliki latar epic apocalypse, namun tak lepas juga dari sekuen kehidupan yang biasa saja.

Pada akhirnya, sebetulnya “White Noise” adalah kisah tentang kehidupan pada umumnya. Terkadang semua terasa biasa saja, namun ada kalanya kita menemukan di diri kita di tengah peristiwa yang monumental. Sebetulnya cukup relevan dengan apa yang kita alami beberapa tahun belakangan. Pandemi yang pecah pada awal 2020 telah membuat kita berada di situasi yang terasa aneh, mengerikan, dan mengubah gaya hidup kita secara keseluruhan. Padahal sebelum pandemi, kehidupan kita bisa jadi terasa biasa-biasa saja.

Noah Baumbach memiliki materi adaptasi literasi post-modern yang unik, kemudian wujudkan sebagai film dengan eksekusi yang unik. Tak semudah itu mengadaptasi materi yang sudah unik untuk menjadi naskah film yang sama uniknya. “White Noise” menjadi karya adaptasi yang menunjukan keberanian Baumbach keluar dari zona nyamannya.

White Noise

 

Aneka Genre Cerita dalam Satu Naskah Kohesif

Menonton “White Noise” kita akan merasakan sensasi melompati genre demi genre sepanjang plot. Awalnya kita melihat film ini sebagai komedi keluarga 80an, kemudian epic apocalypse, lalu horror, thriller, hingga problematika dalam pernikahan. Ada pula pembahasan seputar cinta, kehidupan, dan kematian, membawa kita pada perjalanan krisis keberadaan yang cukup gelap.

Bagi beberapa penonton, “White Noise” mungkin akan menimbulkan perasaan overwhelming. But isn’t that life? Terkadang kehidupan terasa begitu cepat, begitu riuh, dan tidak terhentikan. Pada situasi tertentu, “White Noise” bisa menjadi petualangan menonton film yang seru. Namun sangat wajar jika ada penonton yang tidak merasa nyaman bahkan kalut saat menonton. Bukan karena film ini mengandung gore atau adegan-adegan disturbing, terkadang kehidupan memang problematik saja dan itulah horornya melihat dari perspektif orang ketiga.

Meski dengan deskripsi plot dan genre yang terkesan campur aduk, “White Noise” tetap memiliki kesinambungan dari adegan per adegan. Plot yang disajikan juga kronologis dan alurnya maju, termasuk sangat mudah disimak. Bahkan dengan segala keabsurdannya. Mengapa judulnya “White Noise”, karena film ini adalah segala hal tentang kehidupan dan kematian, it’s everywhere like white noise.

Produksi Latar Amerika Era 80an Otentik dan Sound Mixing Terbaik

Satu elemen dengan pujian mutlak adalah produksi film ini yang sangat maksimal. Dengan latar 80an, latar, make up, hairdo, wardrobe, dan detail-detail kecil lainnya benar-benar presentasi Amerika era 80an yang sempurna. Semakin terlihat otentik dengan pemilihan sinematografi dan filter film yang mirip dengan film dari era tersebut. Sekilas kita akan seperti melihat “The Shining” (1980) atau “E.T, the Extra-Terrestrial” oleh Steven Spielberg dari tahun 1982.

Kualitas sound mixing dalam film ini juga patut beri apresiasi. Dengan judul “White Noise”, tentu saja kita memiliki ekspektasi tentang sajian sound atau audio seperti apa yang akan kita alami dalam film ini. Selain makna ‘white noise’ sebagai sesuatu yang filosofis, white noise juga diaplikasikan sebagai ambience film. Memang akan sangat membuat kepala pening dalam beberapa adegan. Kita akan mendengar banyak orang berbicara dalam satu adegan namun disitulah seninya. Ketika semuanya audio yang terekam tidak asal riuh, namun mixing-nya sangat clean.

“White Noise” mungkin bukan film yang bisa dinikmati oleh semua orang. Namun jelas menjadi pengalaman yang terlalu menarik untuk dilewatkan. Keberanian Noah Baumbach untuk mengeksekusi naskah seunik ini juga patut diapresiasi, karena secara keseluruhan film ini memiliki presentasi yang berkualitas.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect