Disutradarai oleh Kim Sang-man, ‘Uprising’ (Jeon, Ran) adalah film epik berlatar Korea abad ke-16 selama Imjin War, yang menggabungkan drama historis dengan aksi intens. Naskahnya ditulis oleh Shin Cheol dan Park Chan-wook, yang terkenal dengan karya-karya seperti ‘Oldboy’ (2003).
Film ini menyoroti persahabatan tragis antara dua karakter dengan latar belakang yang sangat berbeda: Cheon-yeong, seorang budak yang bermimpi bebas, dan Jong-ryeo, anak bangsawan militer. Konflik di antara mereka memicu perjalanan emosional dan berujung pada perpecahan di tengah invasi Jepang dan kerusuhan sosial yang menghancurkan.
Cerita ‘Uprising’ berfokus pada relasi kompleks antara Cheon-yeong dan Jong-ryeo. Awalnya bersahabat meski ada batasan status sosial, hubungan mereka retak saat kesalahpahaman dan pengkhianatan muncul. Di tengah kekacauan perang, Cheon-yeong memimpin gerakan milisi rakyat, sementara Jong-ryeo menjadi tangan kanan raja yang pengecut.
Film ini secara efektif menggambarkan tema tentang kekuasaan, status sosial, dan harga persahabatan. Namun, narasi yang mencoba mencakup berbagai elemen—invasi, pemberontakan, dan drama personal—terkadang terasa tumpang tindih dan membingungkan.
Visual dalam film ini adalah salah satu kekuatan utamanya. Dengan pemandangan alam yang megah dan atmosfer era Joseon yang hidup, film ini memanjakan mata penonton. Aksi pertarungan dengan pedang, yang dikoreografikan dengan detail, menjadi daya tarik utama.
Film ini menghadirkan adegan pertempuran penuh intensitas dengan estetika brutal, menambah dimensi emosional dan fisik bagi karakternya. Namun, sebagian besar perhatian penonton mungkin akan terserap oleh aksi dan koreografi, meninggalkan plot sebagai latar belakang saja.
Penampilan para pemeran—terutama Gang Dong-won sebagai Cheon-yeong dan Park Jeong-min sebagai Jong-ryeo—membawa kedalaman emosional pada film ini. Chemistry antara keduanya sangat terasa, meskipun beberapa bagian awal film gagal membangun keterikatan emosional yang cukup kuat. Cha Seung-won dan Kim Shin-rok juga tampil menonjol, dengan peran pendukung yang memperkuat konflik sosial dan politik dalam cerita.
Meski aksi dan visual menjadi kekuatan utama, beberapa kritikus menilai bahwa ‘Uprising’ terlalu ambisius dalam mencoba menggabungkan elemen-elemen yang beragam. Ketegangan antara drama personal dan skala epik terkadang tidak seimbang, sehingga bagian emosional terasa kurang memuaskan.
Film ini juga mengisyaratkan kritik sosial, terutama terhadap sistem perbudakan dan kekuasaan monarki, tetapi pesan-pesan tersebut tidak selalu tersampaikan dengan halus.
‘Uprising’ adalah karya ambisius yang menggabungkan drama sejarah dengan aksi mendebarkan. Meskipun narasinya tidak selalu fokus, film ini tetap memberikan pengalaman sinematik yang mengesankan melalui sinematografi memukau dan adegan aksi yang intens.
Bagi penggemar film epik dengan latar sejarah, ‘Uprising’ adalah tontonan yang layak dan menawarkan perspektif menarik tentang persahabatan, status sosial, dan perjuangan melawan tirani.