Sebagai frontman Radiohead, solo album dari Thom Yorke selalu dinanti-nanti. Terlebih setelah 2 album sebelumnya, The Eraser yang merupakan debut Yorke sebagai solo artist, dan rilisan 2014 Tomorrow’s Modern Boxes memuaskan para pendengar. Hanya saja dari 2 album tersebut, masih terasa ada yang kurang dari Yorke. Sesuatu yang memberikan rasa kosong tersendiri di hati penggemar saat mendengarkan track demi track. Pada 2 album sebelumnya, Yorke seakan belum menemukan jati dirinya sebagai soloist, di luar embel-embel nama besar Radiohead.
Masa promosi album ini pun diiringi dengan gimmick yang menarik. Dimulai dari sebuah perusahaan bernama ANIMA Technology yang memasang iklan besar-besaran di London untuk “Dream Camera.” Gadget yang diklaim mampu merekam mimpi penggunanya. “Just call or text the number and we’ll get your dreams back,” dalam iklan tersebut.
Tentu saja, sederet orang tergoda dan mengirimkan pesan, bahkan menelepon. Namun mereka hanya disambut pesan suara yang samar, berisi janji untuk adanya gencatan dan penghentian High Court. Walaupun pesan ini sampai sekarang belum terjabarkan, namun ini menjadi penanda dimulainya era ANIMA untuk Thom Yorke.
Membandingkan ANIMA dengan 2 album rilisan sebelumnya dari Yorke, tak banyak garis merah yang bisa didapatkan. Selain musisi papan atas ini tetap mengunggulkan luapan perasaan cemas, kekhawatiran, ketidakpuasan pada keadaan sosial saat ini, sampai rasa risau yang berkembang di kerongkongan seakan dapat didengarkan secara gamblang. Bila Yorke masih setia dengan sisi emosional di album solo kali ini, secara musikalitas ANIMA justru terdengar seperti Radiohead.
Pengaruh Radiohead terdengar dari beberapa bagian di album ini sendiri. Satu hal yang mungkin tak akan memuaskan banyak orang, namun sangat dapat dipahami mengingat ANIMA digarap oleh Yorke bersama personil lain, Nigel Godrich. Hanya saja, perpaduan antara sisi emosional dan kerisauan Yorke yang menjadi ciri khas di album solo, dengan warna musik yang dipengaruhi oleh Radiohead, James Holden, dan bahkan mengingatkan akan rilisan Four Tet dan Floating Points menjadikan album ini terdengar begitu kaya.
Dari satu track ke track lain, Yorke bermain-main dalam perpaduan electronic drum, white noise, synthesizer, dan juga vokalnya sendiri. Bisa dibilang vokal dari Yorke yang justru banyak bermain di dalam track album ini.
“Impossible Knots” menjadi track yang menarik berkat adanya electric bassline dan permainan desert blues guitar pada bagian akhir. Vokalisasi dari Yorke saat membawakan lirik “Runwayaway” justru memberikan elemen trance yang terduga pada track satu ini. Berpindah pada lagu berikutnya, “The Axe” mengusung musik tropical yang saat ini sedang sangat mainstream. Tapi ini album Yorke dan pastinya tak ada yang mainstream di dalamnya. Musik tropical pada “The Axe” dibalut dengan manis melalui warna suara Yorke (yang mungkin dipoles sedikit dengan auto tune) yang dreamy. Lirik dari track ini, “Goddamned machinery, why don’t you speak to me?/One day I am gonna take an axe to you” juga yang menunjukan emosi paling jujur dari sang musisi.
Track selanjutnya “Twist” justru memberikan vibe lagu yang diambil dari sebuah film horror. Sisi “gelap” dari track ini pun nampak dari pemilihan liriknya sendiri, “A boy on a bike who is running away/An empty car in the woods, the motor left running.” Lagu satu ini seakan membawa pendengar kembali pada iklan promosi besar-besaran ANIMA, “Dream Camera” sebelumnya.
Film pendek di Netflix dari Paul Thomas Anderson mengikuti peluncuran album ini. Sekaligus juga menjadi visual untuk track “Not the News,” “Traffic,” dan “Dawn Chorus”. Dari tiga track tersebut, “Dawn Chorus” mungkin menjadi rilisan terbaik dari 3 album solo Yorke. Track ini terdengar sederhana. Begitu sederhana bila dibandingkan dengan lagu lainnya di dalam tracklist. Justru dalam kesederhanaan synthesizer harmonies, Yorke menarik perasaan para pendengarnya di dalam nyanyian “If you could do it all again”. Sepenggal lirik yang akan terngiang-ngiang bahkan setelah lagu ini berhenti.
Secara keseluruhan, ANIMA merupakan album solo paling ambisius dari Yorke. Serta yang terbaik dengan segala gimmick yang menyertainya. Adanya warna Radiohead di album ini mungkin akan mengecewakan beberapa pendengar, yang berharap mendapatkan sentuhan lain dari Yorke di luar band. Namun sejujurnya, tak ada yang salah dengan influenced tersebut.