Quantcast
The Platform 2 Review: Sekuel Horor Distopia Netflix Yang Gagal - Cultura
Connect with us
The Platform 2
Cr. Netflix

Film

The Platform 2 Review: Sekuel Horor Distopia Netflix Yang Gagal

Kekacauan naratif membuatnya tidak bisa menyaingi kualitas orisinalitas film pertama.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

‘The Platform 2’ hadir sebagai sekuel dari film distopia populer tahun 2019, ‘The Platform’. Disutradarai kembali oleh Galder Gaztelu-Urrutia, film ini membawa penonton kembali ke penjara vertikal yang dikenal sebagai The Hole atau The Pit, di mana makanan didistribusikan dari atas ke bawah menggunakan platform mengambang.

Meskipun film ini mempertahankan elemen alegoris dan kekerasan yang intens, sayangnya beberapa aspek alur dan karakterisasi membuat sekuel ini terasa kurang fokus dan melelahkan dibandingkan pendahulunya.

The Platform 2

Cerita kali ini berfokus pada tokoh utama baru, Perempuan (diperankan oleh Milena Smit), yang terjebak dalam sistem penjara dengan aturan baru yang disebut The Law.

Aturan ini berusaha menciptakan keadilan, di mana setiap tahanan hanya boleh mengambil jatah makanan yang telah ditentukan. Namun, ketegangan muncul karena kelompok ekstremis bernama The Anointed Ones, dipimpin oleh sosok fanatik buta, Dagin Babi, yang menegakkan aturan dengan kekerasan. Seiring waktu, Perempuan menemukan dirinya terlibat dalam konflik sipil melawan kelompok tersebut, yang membawa kisah film menuju kekacauan.

Meskipun film ini mencoba mengeksplorasi tema lebih kompleks—mulai dari kapitalisme, komunisme, hingga agama—alur ceritanya sering kali terasa kacau dan terlalu ambisius. Perpaduan flashback, sekuen mimpi, dan mitologi yang tidak jelas membuat penonton sulit mengikuti atau merasa terhubung dengan karakter.

The Platform 2

Milena Smit tampil solid sebagai Perempuan, seorang seniman dengan latar belakang misterius. Di sisi lain, Hovik Keuchkerian sebagai Zamiatin memberikan dinamika menarik sebagai rekan satu sel Perempuan. Namun, meskipun ada beberapa penampilan menonjol, banyak karakter di film ini terasa tidak berkembang dengan baik.

Sosok Natalia Tena sebagai narapidana dengan satu tangan menjadi salah satu momen kuat, tetapi tidak cukup untuk menyelamatkan film dari kritik tentang alur yang tersendat dan karakterisasi yang dangkal.

Seperti pendahulunya, ‘The Platform 2’ menyajikan sinematografi dengan atmosfer yang suram dan menekan, selaras dengan latar penjara vertikal yang membatasi ruang gerak.

Adegan-adegan penuh kekerasan dan set-piece yang mengesankan tetap menjadi daya tarik utama, dengan salah satu momen klimaks yang dibandingkan dengan visual kompleks ala Inception. Namun, film ini juga dipenuhi dengan simbolisme yang kadang berlebihan, membuat pesan sosialnya terasa kurang efektif dan membingungkan bagi sebagian penonton.

Secara keseluruhan, ‘The Platform 2’ adalah upaya ambisius untuk memperluas dunia dan tema yang diperkenalkan di film pertama. Namun, alur yang kacau dan pengembangan cerita yang kurang jelas membuatnya terasa tidak sekuat film sebelumnya. Meskipun ada momen-momen menegangkan dan akting solid dari beberapa pemeran, film ini cenderung berakhir dengan lebih banyak kebingungan daripada pemahaman.

Jika menyukai film dengan tema sosial yang gelap dan simbolisme berat, ‘The Platform 2’ tetap bisa menjadi tontonan menarik, tetapi bagi penonton umum, film ini mungkin terasa terlalu rumit dan melelahkan. Kekacauan naratif membuatnya tidak bisa menyaingi kualitas orisinalitas film pertama.

den of thieves 2: pantera den of thieves 2: pantera

Den of Thieves 2: Pantera Review

Film

Mufasa: The Lion King Review Mufasa: The Lion King Review

Mufasa: The Lion King Review – Asal-Usul Mufasa dalam Visual Spektakuler yang Kurang Menggigit

Film

Nosferatu 2024 Nosferatu 2024

Nosferatu Review: Kisah Klasik Vampir yang Dibalut Visual Gotik Modern

Film

Presence Review: Pendekatan Unik Dari Sudut Pandang Hantu

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect