Quantcast
The Great Flood Review: Spektakel Air Bah yang Terjebak di Permukaan Ambisi - Cultura
Connect with us
The Housemaid Korea
the great flood netflix
Cr. Netflix

Film

The Great Flood Review: Spektakel Air Bah yang Terjebak di Permukaan Ambisi

Film bencana yang megah secara visual, namun goyah ketika harus menyelami kedalaman manusia dan gagasannya sendiri.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Sebagai salah satu rilisan ambisius Netflix di tahun 2025, “The Great Flood” datang dengan janji besar: film bencana yang tidak hanya menyajikan kehancuran spektakuler, tetapi juga refleksi sosial tentang krisis iklim, kegagalan sistem, dan rapuhnya peradaban modern. Namun di balik skala produksinya yang mengesankan, film ini justru memperlihatkan paradoks klasik sinema bencana kontemporer: semakin besar air yang meluap, semakin dangkal emosi dan pemikirannya.

Plot “The Great Flood” mengikuti kota metropolitan yang lumpuh akibat banjir kolosal, hasil akumulasi perubahan iklim, tata kota yang korup, dan peringatan ilmiah yang diabaikan. Film memilih struktur ensemble dengan banyak karakter dari berbagai lapisan sosial—pejabat publik, ilmuwan, warga kelas pekerja, hingga keluarga biasa. Secara konsep, pendekatan ini menjanjikan potret komprehensif tentang dampak bencana. Namun dalam praktiknya, narasi justru terasa terfragmentasi dan kurang fokus. Banyak karakter diperkenalkan dengan potensi konflik menarik, tetapi kemudian ditinggalkan sebelum berkembang secara emosional.

The Great Flood Review

Script film ini bekerja secara fungsional, namun jarang terasa tajam. Dialog cenderung informatif dan eksplanatif, sering kali terdengar seperti ringkasan isu ketimbang percakapan manusia nyata. Ketika film mencoba menyampaikan kritik sosial—tentang kelalaian pemerintah, keserakahan korporasi, atau ketimpangan kelas—pesannya terasa terlalu langsung dan nyaris verbal, alih-alih muncul organik dari situasi dramatik. Screenplay-nya lebih sibuk memastikan penonton “mengerti” daripada mengajak mereka merasakan atau merenung.

Sinematografi menjadi elemen paling konsisten sekaligus paling problematik. Secara teknis, “The Great Flood” tampil impresif. Visual banjir digarap dengan skala besar, efek air terasa berat dan mengancam, dan beberapa wide shot kota yang tenggelam memang memukau. Namun, keindahan kehancuran ini sering kali justru mengalihkan perhatian dari drama manusia di dalamnya. Kamera terlalu jatuh cinta pada spektakel, sehingga penderitaan karakter berubah menjadi latar, bukan pusat emosi. Dalam banyak adegan, kita melihat air naik dengan detail luar biasa, tetapi gagal benar-benar peduli pada siapa yang tenggelam di dalamnya.

The Great Flood Review

Dari sisi akting, para pemain bekerja dengan profesionalisme yang solid namun jarang melampaui batas aman. Performanya terasa terkendali, bahkan terlalu terkendali, seolah terkungkung oleh karakter yang ditulis setengah matang. Tidak ada akting buruk, tetapi juga nyaris tidak ada momen yang benar-benar membekas. Rasa takut, kehilangan, dan putus asa hadir sebagai gestur dan ekspresi standar, bukan pengalaman emosional yang mendalam.

Pacing film juga menjadi persoalan tersendiri. Dengan durasi yang panjang, “The Great Flood” terasa repetitif di paruh kedua. Pola kepanikan, evakuasi, konflik singkat, lalu kehancuran visual berulang tanpa eskalasi dramatis yang signifikan. Film ini tampak ragu antara menjadi drama manusia yang intim atau tontonan bencana masif, dan akhirnya terjebak di tengah—tidak sepenuhnya berhasil menjadi keduanya.

Secara tematik, film ini jelas ingin berbicara tentang krisis iklim dan tanggung jawab kolektif. Namun keberanian tematik tersebut tidak diimbangi dengan kedalaman analisis. Kritik terhadap sistem terasa permukaan, nyaris klise, dan jarang menantang perspektif penonton. “The Great Flood ingin” relevan, tetapi memilih jalur paling aman dan mudah dicerna, khas produksi streaming berskala global.

Sebagai tontonan, “The Great Flood” tetap efektif dan menghibur. Ia bekerja sebagai film bencana modern dengan produksi besar dan pesan moral eksplisit. Namun sebagai karya sinema yang ingin dikenang, film ini kekurangan keberanian untuk benar-benar menyelam lebih dalam—ke dalam karakter, konflik, dan ide-ide yang diusungnya.

Stranger Things: Season 5 Vol. 1: Kembalinya Hawkins dalam Pertempuran Gelap dan Emosional

TV

Spy Game: Di Balik Dapur Gelap Intelijen Amerika

Film

Trash Review: Ketika Harapan dan Ketidakadilan Bertabrakan di Lorong-Lorong Kumuh Rio

Film

Unthinkable Review: Teror, Moralitas, dan Batas Kemanusiaan yang Diuji Sampai Titik Terakhir

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect