Connect with us
Sufjan Stevens
Photo via NME.com

Music

Sufjan Stevens: Convocations Album Review

Album instrumental menggambarkan 5 bagian dari rasa kehilangan.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Kehilangan masih menjadi salah satu inspirasi terbesar Sufjan Stevens. Setelah kematian sang ayah tahun kemarin, ia meluapkan kesedihan dan rasa kehilangan dalam album ‘Convocations.’

‘Convocations’ merupakan album instrumental dengan total 49 track, yang terbagi dalam 5 bagian. Masing-masing part dalam album ini menggambarkan bagian dan tahapan dari rasa kehilangan itu sendiri.

Sesuai hipotesis psikiater Swiss-Amerika Elisabeth Kübler-Ross dalam buku “On Death and Dying”, kehilangan dibagi dalam 5 bagian. Five stages of grief ini terdiri atas denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance. ‘Convocations’memanifestasikan 5 bagian dari kehilangan tersebut dalam Meditations, Lamentations, Revelations, Celebrations, dan Incantations.

Stevens menggunakan musik sebagai kanal untuknya mempelajari perasaan hancur, kesedihan, hingga keputusasaan setelah kehilangan sosok orang tersayang. Kelima volume ‘Convocations’ menjadi penggambaran akan kesedihan, penyembuhan, hingga katarsis akan penerimaan. Keikhlasan untuk merelakan kepergian.

Album ini nyaris mengambil nyawa sama dengan masterpiece ‘Carrie & Lowell’, yang ditulis tak lama setelah kematian sang ibu. Hanya saja ‘Convocations’ terdengar jauh lebih raw dan personal. Tak lain karena album ini menjadi proyek solo pertama sang musisi ternama selama hampir satu dekade.

Digarap selama lockdown di tengah pandemi, 49 track dalam ‘Convocations’ memang sepenuhnya dikerjakan sendiri oleh Stevans. Hal yang tidak biasa mengingat album hingga rilisan sebelumnya selalu dipenuhi oleh nama-nama musisi ternama sebagai kolaborator.

Volume pertama, ‘Meditations’ mengusung chord dan progresif elektronik. Beberapa track, dari total 10 track, menggunakan melodi sama dengan rilisan Stevens sebelumnya. “Meditations I” misalnya, mengadopsi progresif melodi “Video Game” dari ‘The Ascension’.

Tekstur dan synth masing-masing track dibangun untuk saling terhubung satu sama lain. Sayangnya ini tidak memberikan kesan satu kesatuan major chord dalam bagunan suara yang sama. Melainkan justru terdengar berbelit, hingga beberapa track seakan berbaur jadi kesatuan membingungkan.

Efek suara helikopter drone yang digunakan dalam “Meditations V”; maupun efek fade instrumental di “Meditations XI” sayangnya tetap tidak mampu membawa track lebih koheren.

‘Lamentations’ diramu sebagai bagian kedua tahapan rasa kehilangan: anger atau amarah. Namun Stevens masih belum berhasil membawa aransemen lebih baik dari sekedar permainan instrumental dengan efek synth elektronik. Bila ‘Meditations’ membingungkan, maka ‘Lamentations’ layaknya puisi dengan frasa kosong tanpa arti.

“Revelations II” meluncur dalam permainan string yang kompleks. Kali ini Stevans tidak sekedar mengandalkan permainan emosi dalam track demi track. Melodi dari perkusi menjadi buaian tersendiri bagi pendengar hingga “Revelations IX.”

Entah disengaja atau tidak, setiap volume di album ini bukan saja menggambarkan tahapan demi tahapan rasa kesedihan. Melainkan bagaimana Stevens melalui tahapan tersebut. ‘Meditations’ menunjukan rasa duka hingga proses kreatif sang musisi terdengar jauh dari koheren. Sedangkan ‘Lamentations’ menjadi amarah kosong, tanpa ada objek meluapkan kemarahan itu sendiri.

Tahap depression di ‘Celebrations’ hadir dalam disonansi serta permainan piano cantik untuk “Celebrations II.” Sedangkan hadirnya vokal alarm hingga efek robot memberikan perasaan tidak pasti. Ambience yang sepertinya memang ingin dihadirkan Stevens dalam album ini.

‘Celebrations’ menjadi volume terbaik dibandingkan dengan tiga sebelumnya. Sayangnya ‘Incantations’ tidak sanggup menyamai kualitas yang dihadirkan.

“Incantations I” dan “Incantations II” menjadi track paling menarik di keseluruhan album. Tidak lain berkat aransemen minimal dari musik jazz berpadu irama elektronik layaknya slow-motion game. Komposisi ini lagi-lagi tidak diproduksi sempurna hingga transisi menjadi kurang enak didengar. Terlebih beberapa synth hingga melodi dalam track di volume ini mengingatkan pada sound bite sample dari GarageBand.

‘Convocations’ bukan album layaknya biasa didengar. Album ini berbeda dari rilisan Stevens sebelumnya; bahkan dari album instrumental sekalipun. ‘Convocations’ tidak sekedar hadir sebagai album instrumental maupun ambience. Campur aduk dari permainan instrumen, elektronik, sounds effect dan sounds bite, berbaur dalam luapan perasaan serta perjalanan state of mind di setiap volumenya.

Pada akhirnya, Stevens kembali berhasil melahirkan karya dengan patah-hati sebagai inspirasi. Hanya saja kali ini patah hati tersebut berupa rasa kehilangan teramat besar.

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Declan McKenna: What Happened to the Beach?

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Album Review

Music

Ariana Grande: Eternal Sunshine Ariana Grande: Eternal Sunshine

Ariana Grande: Eternal Sunshine Album Review

Music

Java Jazz Festival 2024: Embracing Unity Through Music

Entertainment

Green Day: Saviors Album Review

Music

Connect