Connect with us
Sissy
Cr. Arcadia

Film

Sissy: Horor Satir Mengkritisi Budaya Influencer, Queer, dan Perundungan

Queer satire horror dengan plot psikologi trauma dan sekuen insiden brutal.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Sissy” adalah film indie horror asal Australia arahan sutradara Hannah Barlow dan Kane Senes. Awalnya tayang di platform streaming horor, Shudder (yang tidak tersedia di Indonesia), kini sudah bisa kita tonton di KlikFilm.

Dibintangi oleh Aisha Dee, ia berperan sebagai influencer bernama Cecilia. Suatu hari, ia bertemu dengan sahabat masa kecilnya, Emma yang sudah bertunangan dengan kekasih wanita. Dalam rangka reuni (dan pengaruhi minuman alkohol), Emma pun mengundang Cecilia untuk liburan bersama. Ketika beripikir ini bisa menjadi kesempatan untuk menjalin pertemanan kembali, trauma masa kecil menghantam di situasi yang tidak terduga.

“Sissy” kental dengan genre psychological horror dan komedi satir. Nuansa indie-nya sangat terlihat dalam keseluruhan produksi, dimana sutradara tidak takut merangkul trik-trik horor ‘murahan’ yang akhirnya memberikan keunikan tersendiri. Ini tipikal hidden gems horror yang sayang untuk dilewatkan oleh penggemar genrenya.

Sissy

Cecilia, Si Influencer Self-Care dengan Trauma Masa Kecil

Aisha Dee bermain peran sebagai Cecilia, seorang influencer dengan konten self-love dan self-care. Ironisnya, sebagai mental health guru, Cecilia sebetulnya juga memiliki masalah mental sendiri. Ia tidak terlihat memiliki gaya hidup yang sehat dan terisolasi dari interaksi sosial. Ia juga memiliki trauma masa kecil yang ternyata masih sangat membekas dalam psikisnya. Ini saja sudah menjadi materi satir yang menyindir budaya ‘influencer‘ masa kini.

“Sissy” sempat memberikan asumsi bahwa ini akan menjadi film horor internet. Namun peran internet dan sosial media dalam film ini ternyata tidak akan terlalu menjadi tema utama. Plot lebih terlihat seperti psikologi horor dengan elemen splatter dalam sekuen kesialan dan “insiden”.

Bintang utama dari film ini memang Aisha Dee. Ia mampu tampil sebagai sosok yang rapuh, kikuk, dan tidak tertebak, dimana bisa sangat menakutkan. Penokohan dalam skenarionya juga cukup membuat kita dilema (in a good way). Ia jelas bukan karakter yang sempurna secara moral, tapi juga memiliki alasan untuk kita dukung sekalipun tidak wajar.

Sissy

Horor Satir Mengkritik Influencer, Queer, dan Kompleksitas Perundungan

“Sissy” adalah definisi dari queer horror. Penggunaan atribut dan simbol Pride yang berlebihan lebih terlihat sebagai sindiran daripada representasi. Adapula karakter LGBT dengan steriotipikal yang terlihat komedi dan dilebih-lebihkan. Namun elemen queer yang diselipkan melalui visual hingga dialog-dialog filler jadi memberikan cita rasa satir. Daripada sekadar omong kosong yang dragging pada adegan-adegan santai.

Dalam skenarionya, adapula percakapan seputar influencer yang sangat pedas kritiknya. Mulai indikasi merendahkan profesi influencer, terutama yang menyajikan konten tanpa background profesional. Contohnya saja Cecilia yang mengaku memberikan pertolongan bagi audience dengan masalah kesehatan mental, padahal dia sendiri sama sekali tidak memiliki lisensi sebagai psikolog.

Salah satu topik paling kuat yang mengendarai plot adalah trauma masa kecil, perundungan, dan pengkhianatan sahabat. Ada kompleksitas dari definisi ‘perundungan’ antara karakter Cecilia dan Alex, yang nantinya muncul sebaga antagonis. Kisah Alex dan karakter lainnya juga diperlihatkan ironi dan karmanya. Akhirnya terlihat seperti comedy tragedy yang sebetulnya dipicu oleh kebusukan karakter mereka sendiri.

Kemasan Komedi Horor yang Quirky, Diisi Sekuen Kematian Sadis

“Sissy” dalam segi plot horornya memiliki eksekusi splatter horror. Dimana semua karakter berlibur di daerah terpencil, kemudian sekuen kesialan dan “insiden” mulai terjadi. Semakin berjalanannya film, semakin brutal hingga mendekati babak terakhir. Trik horor yang disajikan merupakan trik lama; mulai dari jumpscare, adegan kucing-kucingan, hingga adegan-adegan insiden yang dieksekusi satu per satu.

“Sissy” termasuk film splatter yang sadis. Ada banyak adegan kematian yang brutal dan bikin merinding, diracik dengan detail untuk meninggalkan kesan pada penontonnya.

Kurang lebih “Sissy” memiliki vibe horor satir seperti “Bodies Bodies Bodies” dari A24. “Sissy” juga memiliki aplikasi sinematogarfi dan angle kamera yang cukup unik. Beberapa adegan terlihat offbeat dan quirky. Kemudian ada perasaan janggal ketika arahan musik yang ceria dipadukan dengan visual yang disturbing. Tidak cocok, namun kejanggal tersebut justru berhasil membuat penonton semakin merasa tidak nyaman. Secara keseluruhan, “Sissy” adalah film queer horror yang menambah jajaran film terbaik dalam tema horor yang masih niche ini.

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect