International Women’s Day 2022 memiliki tema ‘Kesetaraan gender sekarang untuk hari esok yang berkelanjutan’. Perempuan dianggap memiliki peran penting dalam mengeksekusi perencanaan profesional di perusahaan maupun institusi pemerintah untuk mengusahakan keberlanjutan, bersangkutan dengan isu perubahan iklim dan pelestarian lingkungan.
Peradaban kita telah berkembang menyikapi kesetaraan gender. Kita telah melihat perempuan menjadi pemimpin dunia, sutradara berbakat yang mendapatkan penghargaan, dan banyak lagi perempuan yang telah bebas bermimpi.
Perempuan bebas menjadi apapun, bekerja di manapun untuk mendapatkan hidup yang sejahtera dengan usahanya sendiri. Kesetaraan gender yang telah kita rasakan sekarang merupakan buah dari perjuangan banyak tokoh inspiratif di masa lalu. Berikut sederet film inspiratif tentang kesetaraan gender pada perempuan.
Kartini (2017)
Bicara tentang emansipasi wanita dan isu kesetaraan gender, nama R. A. Kartini merupakan sosok paling yang tidak bisa dilupakan jasanya dalam sejarah pemberdayaan perempuan di Indonesia. Kita sudah bisa menonton film “Kartini” yang tersedia di Netflix sekarang. Film rilisan 2017 yang disutradarai Hanung Bramantyo lebih fokus pada kisah Kartini mengedukasi perempuan dan memperjuangkan kesetaraan gender mereka.
Dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo, Kartini tinggal di lingkungan dengan latar belakang kebudayaan Jawa. Dengan berbagai aturan dan stigma yang mendiskriminasi perempuan, menghambat kesempatan mereka untuk berkembang dibandingkan dengan laki-laki.
On the Basis of Sex (2018)
Ternyata diskriminasi pada perempuan tak hanya terjadi di kebudayaan Asia yang kerap dikenal sangat konservatif. Dunia barat juga sempat berada dalam paradigma yang mendiskriminasi perempuan di dunia pekerjaan. “On the Basis of Sex” merupakan film biografi tentang Ruth Ginsburg yang diperankan oleh Felicity Jones.
Ginsburg adalah seorang pengacara wanita, dimana pada era 60-an merupakan salah satu bidang profesional yang mendiskriminasi perempuan untuk membangun karir. Ia mengalami kesulitan dalam proses mengemban pendidikan hukum, begitu pula ketika Ia mulai mencari pekerjaan; tak ada firma hukum yang mau menerima perempuan.
Ruth Ginsburg merupakan salah satu sosok penting dalam memperjuangkan kaum minor, termasuk perempuan, untuk mendapatkan kesetaraan di mata hukum di sejarah modern Amerika.
Battle of the Sexes (2017)
Isu diskriminasi pada perempuan juga terjadi pada dunia olahraga profesional. Dalam “Battle of the Sexes’, Emma Stone berperan sebagai Billie Jean King, seorang atlit tenis dan aktivis kesetaraan gender Amerika pada era 70-an. Meski telah mengantongi banyak prestasi dalam karir tenisnya, Billie Jean dan rekan-rekan perempuan satu profesi dengannya selalu mendapat upah dan hadiah pertandingan yang lebih rendah dari atlet laki-laki.
Billie Jean kemudian membuat liga tenis tandingan dengan peserta khusus atlet perempuan saja. Dengan sepak terjangnya memperjuangkan kesetaraan gender pada atlet perempuan, Billie kemudian mendapat tantangan dari petenis, Bobby Riggs (Steve Carell), untuk bertanding dan membuktikan siapa yang lebih kuat; perempuan atau laki-laki?
Suffragette (2015)
Isu kesetaraan gender juga terjadi di tanah Britania, negara yang selama berabad-abad tak punya masalah dipimpin oleh seorang Ratu. Film ini dibintangi oleh Carey Mulligan sebagai Maud Watts. Pada 1912, pergerakan terjadi di antara para pekerja wanita di Inggris. Dipimpin oleh Emmeline Pankhurst (Meryl Streep), para protestan mengkampanyekan hak pilih pada wanita yang telah diabaikan selama bertahun-tahun.
Maud Watts sendiri adalah karakter fiksi dalam kisah yang berdasarkan sejarah ini. Dengan begitu, kita bisa melihat dari sudut pandang wanita biasa, bagaimana sebuah pergerakan untuk memperjuangkan kesetaraan gender mempengaruhi wanita pada umumnya, tak hanya wanita di puncuk pergerakan yang memiliki talenta lebih dengan kesadaran, wawasan, dan kepandaian.
Made in Dagenham (2010)
Perjuangan akan kesetaraan gender pada perempuan di dunia kerja telah melalui proses demi proses selama bertahun-tahun. Satu lagi protes demi menuntut hak yang sama terjadi pada 1968 di Inggris, tepatnya di Ford Motor Company’s Dagenham, London. Kala itu, perusahaan Ford mendiskriminasi pekerja perempuan, dengan upah rendah dibandingkan pekerja pria. Pekerja perempuan disetarakan dengan buruh berstatus rendah dan tidak memiliki kemampuan yang mumpuni.
Rita O’Grady (Sally Hawkins) merupakan salah satu pekerjaan di perusahaan tersebut. Ia kemudian menginisiasi sebuah pertemuan untuk mengusahakan kesetaraan pada kaumnya. Namun, ketika pertemuan itu berubah menjadi pertikaian dan tak menemukan keputusan memuaskan, Rita menghimbau rekan-rekan kerjanya untuk melakukan protes.