Connect with us
Rebel Moon - Part One
Cr. Netflix

Film

Rebel Moon – Part One: A Child of Fire Review

Opera luar angkasa Zack Snyder tampilkan visual epik namun lemah pengembangan karakter dan semesta.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Rebel Moon” merupakan film opera luar angkasa terbaru Zack Snyder yang dirilis sebagai Netflix Original. Dibintangi oleh Sofia Boutella sebagai Kora, salah satu penduduk dari koloni petani di bulan, Veldt.

Ketika tempat tinggalnya diserang oleh pasukan Balisarius yang kejam, Kora melakukan penjelajahan melintasi planet untuk mengumpulkan petarung terbaik. Tak hanya menemukan kawan-kawan baru, Kora juga akan berhadapan dengan masa lalu yang telah ia tinggalkan.

“Rebel Moon” dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama ‘A Child of Fire’ yang telah rilis, yang kedua ‘The Scargiver’ akan rilis pada April 2024. Banyak media utama yang memberikan score rendah untuk film Zack Snyder kali ini, lepas dari promosi dan euforia yang telah dibangun beberapa bulan belakangan. Memang ada banyak kekurangan, namun “Rebel Moon” juga memiliki beberapa kelebihan tersendiri.

Rebel Moon - Part One

Cr. Chris Strother/Netflix

Mengikuti Perjalanan Kora Mengumpulkan Petarung Terhebat

Plot film pertama “Rebel Moon” ini fokus pada perjalanan Kora bersama Gunnar, dalam mencari petarung terhebat, membentuk tim untuk melawan Balisarius, kembali ke Veldt.

Kita akan mengetahui penyebab dari perang galaksi yang pecah, yaitu karena kemurahan hati raja Motherworld sebelumnya yang dianugerahi anak perempuan, Putri Issa yang memiliki kemampuan sihir kehidupan. Sayangnya, raja bersama keluarganya dibantai kemudian memotivasi senator Balisarius untuk memulai perang baru demi balas dendam.

“Rebel Moon” tampak hendak mengangkat kembali popularitas opera luar angkasa ala “Star Wars”. Beberapa latar belakangan, perkembangan plot, character arc, ada yang langsung mengingatkan kita pada franchise retro sci-fi legendaris tersebut. Namun jika kita memiliki ekspektasi akan film fantasi luar angkasa serupa, dijamin akan dibuat kecewa karena “Rebel Moon” tidak digodok dengan sempurna untuk menjadi film fantasi besar berikutnya. Potensinya ada, namun eksekusinya lebih banyak memberatkan pada gaya dari pada kedalaman dramanya.

Rebel Moon - Part One

Produksi Maksimal dengan Visual Dramatis Khas Zack Snyder

Mungkin media terbilang cukup kejam memberikan rating yang terlau rendah untuk “Rebel Moon”. Rotten Tomatoes memberikan 22%, sementara Metacritic memberikan 30%.

Menurut Cultura, film ini setidaknya memiliki kualitas 50 banding 50 secara keseluruhan. Karena kita tidak bisa melupakan produksi film fantasi yang megah ini. Mulai dari CGI, kualitasnya termasuk yang layak jika dibandingkan dengan film-film MCU dan DC yang belakangan ini mengalami penurunan kualitas CGI dan efek visual lainnya.

Tata rias, tata busana, dan desain latar “Rebel Moon” juga sangat detail. Ada beberapa penampilan karakter monster yang prostetiknya sangat berkualitas. Begitu pula CGI beberapa monster yang cukup berkesan, setidaknya ada dua adegan pertarungan dengan monster yang memikat dalam film ini.

“Rebel Moon” juga memiliki sinematografi dramatis khas Zack Snyder. Dengan slow motion pada adegan-adegan bertarung, visualisasi semesta yang tajam dan komposisi gelap yang pas. Meski memang banyak adegan baku tembak dan aplikasi senjata luar angka nyentrik yang masih kurang berkesan.

Perkembangan Cerita Terlalu Cepat, Motivasi dan Penokohan Semua Karakter Lemah

Salah satu hal paling menganggu yang jelas terlihat dalam “Rebel Moon” adalah perkembangan plot yang terlalu cepat. Hal paling penting dalam membangun semesta fantasi apalagi opera luar angkasa adalah world building dan sentimen pada setiap karakter yang penting. Sejak awal, “Rebel Moon” sudah gagal dalam world building, ini semesta baru yang sampai akhir film tidak terlalu jelas kedalaman budaya dan aturan mainnya.

Semuanya berjalan terlalu cepat dan terlalu banyak penjelasan melalui dialog yang membosankan. Mulai dari latar belakang protagonis kita, Kora, hingga navigasi planet dan golongan yang asal nyentrik saja secara visual. Perjalanan Kora mulai dari berkenalan, mengajak karakter-karakter baru bergabung, hingga pecahnya pengkhianatan dalam tim prematurnya sama sekali tidak memiliki kedalaman emosi.

Hal ini membuat penonton kesulitan merasakan emosi tertentu ketika ada karakter yang mati atau berkhianat. Baik ketika karakter baik mati karena berkorban, atau karakter jahat akhirnya mati dengan cara paling memuaskan. Tidak ada sentimen antar karakter yang mampu mempengaruhi penonton. Ini juga membuat motivasi dari setiap karakter dipertanyakan.

Pada akhirnya, “Rebel Moon” sebetulnya memiliki potensi sebagai opera luar angkasa yang seru, apalagi dengan visual dan visi fantasi dari Zack Snyder. Namun world building dan character arc yang lemah masih menjadi masalah yang sering kita temukan dalam film fantasi gagal, “Rebel Moon” juga memiliki masalah yang sama. Presentasi seperti ini sayangnya tidak cukup untuk membuat penonton tetarik untuk menantikan bagian kedua pada April 2024 mendatang.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect